Selamat membaca.Fani sudah menggelung handuk di kepalanya, wajahnya kelihatan segar dan bersih. Fani memang tidak cantik, namun wajahnya sangat manis dengan kulit sawo matangnya, dan itu salah satu yang membuat Tiyan tergila-gila pada Fani istrinya. Sebelum keluar kamar mandi, Fani sudah terlebih dahulu menggunakan pakaiannya di dalam kamar mandi. Selalu seperti itu setiap hari, jika suaminya masih berada di rumah. Fani tidak ingin menyiksa suaminya dengan tampilan tubuhnya yang menggoda. Tiyan yang sedang merapikan ranjangnya, tersenyum memperhatikan istrinya yang sangat indah di pandang matanya. Tiyan mendekati Fani yang sedang mengoleskan lotion dan minyak kayu putih di seluruh tubuhnya. Tiyan sangat hapal kebiasaan istrinya yang selalu mengoles minyak kayu putih di seluruh tubuhnya sehabis mandi. Wangi yang sangat disukai Tiyan."Cantik banget sih istri, Mas," puji Tiyan sambil memeluk pinggang Fani dari belakang."Makasih sayang," ucap Fani malu-malu."Emang mau ke mana sayang
Suara vespa Tiyan memasuki pekarangan rumah. Fani berusaha menahan degub dadanya, berusaha biasa saja, dia akan memberikan kejutan untuk suaminya."Assalamualaikum," salam Tiyan yang disambut Fani dengan senyuman manis."Wa'alaykumussalam suamiku," jawab Fani sembari mencium punggung tangan suaminya."Mas sudah makan?" tanya Fani lembut. "Mmm..belum De, tadi baru ngemil aja sore, Mas mandi dulu ya," pamit Tiyan lalu mengecup kening Fani. Fani mengangguk dan cepat menyiapkan makanan untuk suaminya.Hari ini Fani memasak sambal goreng udang dan sayur bening bayam, tak lupa bakwan goreng serta krupuk yang wajib berada di meja makan minimalisnya. Tiyan keluar kamar dengan menggunakan kaos oblong bewarna hijau dengan boxer sebetis. Rambutnya basah, wajahnya segar, Fani memandang takjub lelaki yang dia cintai ini. Wangi sampo khas lelaki menyeruak indera penciuman Fani."Sayaang, kok bengong?" tanya Tiyan memperhatikan Fani yang terpaku."Ehh, ngga kok Mas, ayo makan dulu Mas." Fani tersad
Fani sedang membuatkan sarapan untuk suaminya tercinta. Rambutnya basah tergerai, baju kaos kebesaran dengan celana pendek sepaha serta apron bergambar hello kitty, menemaninya di dapur pagi ini. Terlalu fokus memasak, Fani tak menyadari kehadiran Tiyan di belakangnya. Lengan Tiyan memeluk pinggul Fani."Astaghfirulloh,kaget Ade Mas!" Fani terpekik sambil mengurut dadanya."Masak apa sih sayang? Sampe ga tau ada suami di dekatnya?" bisik Tiyan mesra.Fani berbalik, menatap senang wajah suaminya yang segar habis mandi."Masak nasi digoreng, Masku," jawab Fani sambil mengedipkan sebelah matanya, lalu berbalik lagi mengaduk nasi dipenggorengan."Seksi banget sih lagi masaknya, Mas jadi... pengen lagi," bisiknya sambil mengecup pundak istrinya, tangannya sudah melancong ke tubuh bagian atas istrinya. Fani hanya mendesah pasrah, alu mematikan kompor dengan kesadaran yang sudah setengah ambyar.Panci, telenan, kompor dan penghuni dapur lainnya menjadi saksi betapa panasnya udara pagi ini, m
Munos berkeringat dingin, semakin dia yakin bahwa Fani yang dia cari adalah Fani yang dibicarakan Pade Warmo. Tapi dia harus memastikannya."Ehh, kita jadi membicarakan istri orang jadinya, maafin saya Pak," ucap Munos berpura-pura sungkan."Ga papa, Pak, saya maklumin, bapak lagi kangen sama istri di Jakarta ya?" tanya Pakde Warmo."Ehh..iya, Pak," jawab Munos kikuk.Di pusat perbelanjaan kota Malang, Tiyan mengajak Fani masuk ke area pakaian dalam wanita."Mas, mau ngapain ke sini?"tanya Fani heran."Pakaian dalam Ade masih bagus semua Mas, masih baru lagi," lanjut Fani."Mulai sekarang Mas mau kamu tidur pake baju tidur kayak kemarin, apa namanya yaa...itu yang seksi menerawang ada rendanya." Mata Tiyan membayangkan tubuh Fani yang memakainya."Maksud Mas, Ade tidurnya pake lingerie?" mata Fani melotot tak percaya.Tiyan mengangguk pasti."Mbak, carikan lingerie yang seksi yang paling bagus." pinta Tiyan pada pelayan toko.Pelayan toko memberikan empat set lingerie bewarna ungu, hi
Sepulang dari menguntit kediaman Fani dan Tiyan, Munos tak bisa memejamkan mata, pikirannya melayang, mengingat kembali wajah manis Fani yang berbalut hijab, tubuh mantan istrinya itu terlihat lebih berisi dan lebih segar."Ah, kenapa gue jadi kepikiran Fani terus, ck, seandainya waktu bisa diulang, gue pasti udah punya anak kembar yang lucu-lucu, dan bundanya yang semok begitu, Ya...nasib, apa bisa dia jadi milik gue lagi?""Waduh, baru begini doang ponakan gue udah puyeng, lhaa...lhaaa..." Mata Munos terbelalak, menatap ke arah pukul enam, sudah hampir setahun ponakannya tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, tapi baru kepikiran wajah Fani aja, ponakan langsung tersadar dari mati surinya."Alhamdulillah ya Allah akhirnya," ucap Munos penuh sukur diikuti dengan senyum gembira."Baiklah, besok gue uji coba," gumam Munos dengan senyum mesumnya.Dua hari berlalu, Munos belum sempat melakukan test drive untuk ponakannya. Pembangunan kos-kosan membuat waktunya banyak tersita. Tiyan jug
Fani mengurung diri dalam kamar, semua pintu di dalam rumah dikunci, Fani menggigil ketakutan. Wajah bengis Munos kala menyiksanya di ranjang, wajah Munos saat mendorongnya hingga jatuh berguling, semua hadir lagi di kepalanya. Fani menangis tersedu dan tak ada seorang pun menenangkannya, Tiyan suaminya masih di lokasi proyek, tempat di mana Munos juga berada. Fani melupakan suatu hal, nama Munos adalah Munos Karim."Kenapa kamu harus hadir lagi di hidup aku, malah begitu dekat, kenapa ya Allah? " isaknya, hingga waktu menjelang sore.Tiyan beberapa kali menelepon Fani, namun ia abaikan. Melihat ponselnya berdering pun, Fani takut, Munoslah yang menghubungi, jadi dia tak ingin melihatnya. Tiyan sangat khawatir, tepat pukul lima sore, Tiyan langsung pamit pulang pada Munos dan juga Pakde Warmo.Tuk!Tuk!"Sayaaang, buka pintunya!"Tak ada jawaban dari dalam rumah.Tuk!Tuk!Mata Tiyan menyapu sekitar teras, ada sepatu sandal yang dipakai Fani saat ke proyek tadi. Itu menandakan bahwa F
I love u, Fani.I love you too husbandSetiap kalimat yang terujar dari mulut Fani dan suaminya, serta pacuan nafas keduanya, semua itu terekam di dalam ingatan Munos. "Cukup! kamu akan segera kembali menjadi milikku Fani, dengan cara apapun!" geram Munos dalam hati lalu meninggalkan rumah Fani dengan perasaan terbakar cemburu.Pagi pun menyambut mereka dengan udara yang cukup dingin, Fani susah payah membuka matanya, mereka kesiangan sholat shubuh karena baru tidur pukul setengah tiga pagi. "Sayaaang..." Fani membangunkan Tiyan."Eehhmm, udah shubuh ya De? "tanya Tiyan malas-malasan tanpa membuka mata."Sarapan aja udah telat, Yang," ucap Fani sambil terkekeh."Astagfirulloh." Tiyan lompat dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi.Pukul setengah sepuluh Fani sudah duduk di meja makan menyiapkan roti bakar yang baru saja dibuatnya untuk sarapan suaminya. Tiyan makan dengan cepat, dia sudah sangat terlambat untuk ke proyek."Hati-hati sayang, ingat pesan Ade ya, jangan terlalu deka
Di sinilah Fani dan Tiyan sekarang, di dalam pesawat kelas bisnis dari Malang menuju Jakarta. Tiyan dan Fani yang belum pernah naik pesawat sama sekali, merasa sedikit aneh, namun mereka menyembunyikan kekhawatirannya. Munos yang duduk di kursi penumpang samping mereka memperhatikannya dengan senyum kecil."Ade masih takut?" bisik Tiyan pada Fani."Ndak Mas, Ade sudah ga papa, cuma ade ga suka tatapan Munos yang tajam seperti itu!" Fani sekilas melirik Munos tatapan mereka beradu. Fani membuang pandangan kepada suaminya."Yah, cuma mandang tak apa De, mungkin Pak Munos masih ada rasa sama ade,"ucap Tiyan menggoda."Ih, ogah amit-amit, kalau ga karena mama Sundari sakit, ade juga ga mau ke Jakarta Mas, terlalu banyak luka di Jakarta," sahut Fani sendu. "Ya sudah masih ada waktu setengah jam lagi sebelum sampai De, sebaiknya kita istirahat," ucap Tiyan sambil mengusap kepala Fani dari balik khimarnya. Tak semenit pun terlewat dari pandangan Munos, bagaimana cara Tiyan begitu manis mem