Aku mengangkat kepalaku dengan perlahan. Saat ini, aku baru menyadari ada darah di tangannya. Aku menatapnya dengan sedikit panik.“Sebenarnya … ada banyak yang ingin aku bicarakan, tapi aku … nggak suka dengan cara seperti ini. Aku nggak ingin hidup dengan merendah. Aku nggak ingin mencintai dengan sembunyi-sembunyi. Aku hanya ingin melewati hidupku dengan tenang. Benar apa katamu, aku nggak sanggup bermain denganmu!”Kemudian, aku melanjutkan, “Aku nggak suka dijebak dan juga dicela. Setelah bertemu, kita masih harus adu otak. Kalau bisa memilih, aku lebih memilih orang yang bisa selalu ada di sisiku. Aku nggak ingin melewatkannya!”Aku tahu ucapan ini sangat menusuk hati Taufan. Berhubung aku tidak bisa mendapatkannya, aku pun akan melepaskannya. Meski aku bersikeras, Taufan juga bukan milikku.Taufan menatapku sekilas. “Kamu yakin dengan pilihanmu!”“Emm … iya!” balas aku sembari menunduk.Tiba-tiba Taufan tersenyum. Senyumannya sungguh memesona. “Bagus! Maya, akhirnya kamu punya p
Saat aku bangun, dari indra penciumanku, diketahui bahwa aku sedang berada di rumah sakit.“Kamu sudah bangun? Apa kamu merasa tidak enak badan?” Terdengar suara magnetis. Aku memalingkan kepala untuk melihat sekilas. Ternyata orang yang bertanya adalah Taufan.“Kenapa aku bisa ada di sini?” Aku bertanya dengan lemas. Keningku spontan berkerut. Aku tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi.Taufan menekan tombol bel untuk memanggil dokter. Dokter segera masuk untuk melakukan pemeriksaan ulang. Dokter pun bertanya padaku, “Apa ada yang tidak enak?”“Nggak, aku hanya merasa lemas saja, ingin tidur!” jawab aku dengan jujur.Kebetulan Mario masuk ke dalam ruangan dengan memegang beberapa lembar laporan. Dia menyerahkan hasil laporan kepada dokter, kemudian dokter pun bertanya padaku, “Nona, sudah berapa lama tulang selangkamu patah?” Aku melihat dokter dengan terbengong. Dia bertanya dengan bingung, “Kamu lagi ngomongin aku?”“Iya, dari hasil x-ray, seharusnya tulang selangkamu sudah la
Ketika aku masuk ke rumah, Ibu dan Ayah masih terjaga, mereka berdua menungguku.Ketika melihat aku masuk dalam keadaan lelah, Ibu segera mengambil tasku dan bertanya, "Kenapa kamu pulang malam sekali? Kamu sudah makan belum? Kenapa kamu kelihatan lelah sekali?""Aku belum makan, Bu. Aku lapar!" Setelah mengatakan itu, aku merasa seperti ingin menangis. Anak seorang ibu memang seperti harta berharga. Berapa pun usiamu, selama ibumu ada di sisimu, kamu bisa menjadi anak kecil."Baiklah, aku akan segera memanaskan makanan untukmu!" Dia meletakkan tasku dengan raut wajah sedih dan bergegas ke dapur untuk memanaskan makanan."Ayah, aku ganti baju dulu!"Setelah mengatakan itu, aku naik ke atas. Sebenarnya, aku merindukan putriku. Aku bergegas menuju kamar Adele. Aku melihat dia tidur dengan nyenyak, kakinya yang gemuk itu menyembul keluar dari selimut. Kemudian, aku tersenyum dan menyelimuti kakinya.Adele berguling, tangan kecilnya itu secara spontan meraih ujung bajuku. Dia sepertinya me
Tiba-tiba, aku melihat mobil itu masih terparkir di luar gerbang di lantai bawah. Jantungku langsung berdegup kencang. Lampu malam di kamar masih menyala, jadi dia pasti bisa melihatku, sudah terlambat untuk bersembunyi. Aku terdiam sejenak sambil melihat ke arah situ, lalu mengulurkan tangan dan menarik tirai dengan keras.Kemudian, aku mematikan lampu dan bersandar di jendela sambil mendengarkan apa yang terjadi di luar. Mataku sedikit berair dan aku mengumpat di dalam hati. Kamu sudah menemukan orang baru, kenapa kamu harus bersikap seperti ini?Apa kamu tidak bisa kembali ke duniamu sendiri?Aku berdiri cukup lama sebelum mendengar suara mobil berjalan perlahan dari luar jendela.Air mataku jatuh.Aku tidak bisa menahan diri dan segera membuka tirai untuk melihat ke luar. Aku melihat lampu belakang merah perlahan menghilang dari pandanganku. Jantungku berdebar-debar.Saat itu sudah larut malam, tetapi dia sudah pergi.Tidak seperti dulu saat dia bisa berjalan masuk dengan penuh sem
Tahun baru ini benar-benar meriah, tidak seperti sebelumnya. Semua orang datang dan aku bisa tinggal di rumah sepanjang waktu sambil menikmati suasana gembira dari keluarga besar. Seluruh keluarga tertawa. Hanya saja, anak-anak di keluarga ini terlalu sedikit, karena itulah Adele menjadi kesayangan semua orang.Bahkan Fanny kembali ke rumahku tiga hari setelah tahun baru.Di keluarga ini, semua orang menunjukkan keahlian mereka dan memasak hidangan khas mereka. Semua orang tersenyum.Ibuku juga membeli banyak lampion dan menggantungkannya di halaman agar suasananya meriah.Pada siang hari, aku berpura-pura riang seperti mereka. Namun pada malam hari, pikiranku benar-benar tidak terkendali.Selama libur tahun baru, aku bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan orang itu. Apakah dia ada di Reva?Dia tidak meneleponku lagi dan aku tidak punya alasan untuk meneleponnya. Aku bahkan tidak mengucapkan selamat tahun baru padanya. Aku hanya ingin menguji diri sendiri dan melihat seberapa kuat pe
Ketika aku bergegas keluar dan berlari ke semak-semak, aku tidak menemukan apa-apa di sana.Aku berdiri dengan canggung. Meskipun tidak ada apa-apa, aku yakin itu adalah ilusiku.Setelah sekian lama, tidak tahu sejak kapan, Oscar berdiri di sampingku dan bertanya, "Apa kamu ingin jalan-jalan denganku?"Aku menatap wajahnya dan dia tersenyum ramah. Aku merasa agak enggan, jadi aku mengangguk dan menjawab, "Oke!"Kami berjalan berdampingan di halaman dan dia tidak membuatku merasa tidak nyaman. Dia bahkan tidak bertanya kenapa aku tiba-tiba berlari keluar.Dia mengobrol denganku tentang masa-masa sekolah dan aku tiba-tiba bertanya kepadanya, "Kak Oscar, menurutmu kenapa aku nggak bisa mengingat kenangan masa kecilku?""Kenangan mana yang kamu maksud? Kalau ada kaitannya denganku, aku pasti akan membantumu mengingatnya kembali!" ujarnya sambil menatapku dengan penuh senyum.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata, "Bukan, yang kumaksud itu saat aku masih kecil. Aku punya ingatan tentangmu,
Aku tercekat oleh kata-katanya dan berkata tanpa malu-malu, "Kamu sedang menyindir, 'kan?""Ceritakan sesuatu tentangmu!" tanya dia sambil menatapku penuh arti."Apa yang harus kukatakan?" Tiba-tiba aku merasa gugup, bocah ini mencoba menipuku."Tentang pencarian populer?" Dia benar-benar tajam. Aku pikir dia hanya bisa bekerja, aku tidak menyangka dia memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.Ternyata dia memperhatikan semua yang ada di pencarian populer."Aku nggak melakukan apa-apa? Banyak hal yang terjadi di luar kendali kami. Lebih baik menghindar dan menjauhi masalah yang tak ada habisnya agar aku merasa lebih tenang dan aman." Aku menenangkan diri dan tidak ingin mengabaikan Oscar. Dalam hatiku, dia seperti kakak laki-laki yang tak tergantikan."Kak Oscar, aku tahu kamu baik padaku. Kamu adalah kakak yang tak bisa digantikan oleh siapa pun, baik saat masih SMA maupun sekarang. Selama kamu ada di sini, aku merasa aman. Sekarang aku bingung, selama liburan ini, aku banyak berpiki
Suara itu membuat kami takut dan menoleh untuk melihat dari mana asal suara itu. Beberapa sosok segera berlari kembali ke halaman.Kami saling memandang dan tersenyum. Kemudian, Oscar berkata, "Gawat, kita dimata-matai! Apa kita ketahuan?"Aku terkikik dan menggandeng lengannya sambil berkata, "Ayo kita pulang!"Begitu kami masuk rumah, semua orang berpura-pura seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, kami berdua menatap dan mengamati mereka. Tiba-tiba, gelak tawa kembali terdengar di seluruh ruangan.Perayaan tahun baru berlalu dengan cepat karena menyenangkan, tetapi juga terasa terlalu singkat.Tanpa kami sadari, liburan telah usai dan tiba saatnya kami kembali bekerja. Kali ini, kami sangat sibuk.Orang tua Kak Oscar juga telah kembali ke kota kecil. Mereka berjanji untuk berkumpul saat perayaan tahun baru berikutnya.Oscar dan aku menjadi lebih terkoordinasi dalam pekerjaan kami. Kami memiliki tanggung jawab yang berbeda, dia bertanggung jawab atas proyek, aku bertanggung jawab a