Tiba-tiba, aku melihat mobil itu masih terparkir di luar gerbang di lantai bawah. Jantungku langsung berdegup kencang. Lampu malam di kamar masih menyala, jadi dia pasti bisa melihatku, sudah terlambat untuk bersembunyi. Aku terdiam sejenak sambil melihat ke arah situ, lalu mengulurkan tangan dan menarik tirai dengan keras.Kemudian, aku mematikan lampu dan bersandar di jendela sambil mendengarkan apa yang terjadi di luar. Mataku sedikit berair dan aku mengumpat di dalam hati. Kamu sudah menemukan orang baru, kenapa kamu harus bersikap seperti ini?Apa kamu tidak bisa kembali ke duniamu sendiri?Aku berdiri cukup lama sebelum mendengar suara mobil berjalan perlahan dari luar jendela.Air mataku jatuh.Aku tidak bisa menahan diri dan segera membuka tirai untuk melihat ke luar. Aku melihat lampu belakang merah perlahan menghilang dari pandanganku. Jantungku berdebar-debar.Saat itu sudah larut malam, tetapi dia sudah pergi.Tidak seperti dulu saat dia bisa berjalan masuk dengan penuh sem
Tahun baru ini benar-benar meriah, tidak seperti sebelumnya. Semua orang datang dan aku bisa tinggal di rumah sepanjang waktu sambil menikmati suasana gembira dari keluarga besar. Seluruh keluarga tertawa. Hanya saja, anak-anak di keluarga ini terlalu sedikit, karena itulah Adele menjadi kesayangan semua orang.Bahkan Fanny kembali ke rumahku tiga hari setelah tahun baru.Di keluarga ini, semua orang menunjukkan keahlian mereka dan memasak hidangan khas mereka. Semua orang tersenyum.Ibuku juga membeli banyak lampion dan menggantungkannya di halaman agar suasananya meriah.Pada siang hari, aku berpura-pura riang seperti mereka. Namun pada malam hari, pikiranku benar-benar tidak terkendali.Selama libur tahun baru, aku bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan orang itu. Apakah dia ada di Reva?Dia tidak meneleponku lagi dan aku tidak punya alasan untuk meneleponnya. Aku bahkan tidak mengucapkan selamat tahun baru padanya. Aku hanya ingin menguji diri sendiri dan melihat seberapa kuat pe
Ketika aku bergegas keluar dan berlari ke semak-semak, aku tidak menemukan apa-apa di sana.Aku berdiri dengan canggung. Meskipun tidak ada apa-apa, aku yakin itu adalah ilusiku.Setelah sekian lama, tidak tahu sejak kapan, Oscar berdiri di sampingku dan bertanya, "Apa kamu ingin jalan-jalan denganku?"Aku menatap wajahnya dan dia tersenyum ramah. Aku merasa agak enggan, jadi aku mengangguk dan menjawab, "Oke!"Kami berjalan berdampingan di halaman dan dia tidak membuatku merasa tidak nyaman. Dia bahkan tidak bertanya kenapa aku tiba-tiba berlari keluar.Dia mengobrol denganku tentang masa-masa sekolah dan aku tiba-tiba bertanya kepadanya, "Kak Oscar, menurutmu kenapa aku nggak bisa mengingat kenangan masa kecilku?""Kenangan mana yang kamu maksud? Kalau ada kaitannya denganku, aku pasti akan membantumu mengingatnya kembali!" ujarnya sambil menatapku dengan penuh senyum.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata, "Bukan, yang kumaksud itu saat aku masih kecil. Aku punya ingatan tentangmu,
Aku tercekat oleh kata-katanya dan berkata tanpa malu-malu, "Kamu sedang menyindir, 'kan?""Ceritakan sesuatu tentangmu!" tanya dia sambil menatapku penuh arti."Apa yang harus kukatakan?" Tiba-tiba aku merasa gugup, bocah ini mencoba menipuku."Tentang pencarian populer?" Dia benar-benar tajam. Aku pikir dia hanya bisa bekerja, aku tidak menyangka dia memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.Ternyata dia memperhatikan semua yang ada di pencarian populer."Aku nggak melakukan apa-apa? Banyak hal yang terjadi di luar kendali kami. Lebih baik menghindar dan menjauhi masalah yang tak ada habisnya agar aku merasa lebih tenang dan aman." Aku menenangkan diri dan tidak ingin mengabaikan Oscar. Dalam hatiku, dia seperti kakak laki-laki yang tak tergantikan."Kak Oscar, aku tahu kamu baik padaku. Kamu adalah kakak yang tak bisa digantikan oleh siapa pun, baik saat masih SMA maupun sekarang. Selama kamu ada di sini, aku merasa aman. Sekarang aku bingung, selama liburan ini, aku banyak berpiki
Suara itu membuat kami takut dan menoleh untuk melihat dari mana asal suara itu. Beberapa sosok segera berlari kembali ke halaman.Kami saling memandang dan tersenyum. Kemudian, Oscar berkata, "Gawat, kita dimata-matai! Apa kita ketahuan?"Aku terkikik dan menggandeng lengannya sambil berkata, "Ayo kita pulang!"Begitu kami masuk rumah, semua orang berpura-pura seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, kami berdua menatap dan mengamati mereka. Tiba-tiba, gelak tawa kembali terdengar di seluruh ruangan.Perayaan tahun baru berlalu dengan cepat karena menyenangkan, tetapi juga terasa terlalu singkat.Tanpa kami sadari, liburan telah usai dan tiba saatnya kami kembali bekerja. Kali ini, kami sangat sibuk.Orang tua Kak Oscar juga telah kembali ke kota kecil. Mereka berjanji untuk berkumpul saat perayaan tahun baru berikutnya.Oscar dan aku menjadi lebih terkoordinasi dalam pekerjaan kami. Kami memiliki tanggung jawab yang berbeda, dia bertanggung jawab atas proyek, aku bertanggung jawab a
Jasmine bergegas mendatangiku dan Harry mengejarnya dengan ekspresi tidak senang. "Apa yang kamu lakukan? Perhatikan langkahmu!""Maya! Apa yang kamu tertawakan?" tanya Jasmine dengan nada arogan sambil menunjuk ke arahku.Aku sengaja menatapnya dengan heran dan berkata dengan serius, "Kamu bertanya padaku? Kami hanya mengobrol tentang banyaknya orang yang pelihara anjing sekarang dan mereka selalu menggigit orang kalau nggak diikat. Vaksin rabies sangat diperlukan! Kenapa? Kamu belum pernah dengar?"Wanita di sebelahku menahan tawanya dan terus mengangguk. "Ya, benar! Ada banyak kasus gigitan anjing sekarang! Sulit untuk mencegahnya!"Wajah Jasmine yang penuh dengan bintik-bintik kuning menjadi makin berkerut. Pada saat itu, asisten dokter berteriak, "Maya Shario! Silakan masuk!"Aku segera berdiri dan berjalan dengan anggun sambil membawa dokumenku. Aku menyerahkan dokumen itu kepada perawat, lalu memasuki ruang konsultasi.Aku masuk dengan penuh senyum, hal ini membuat dokter yang m
Jasmine bergegas mendatangiku dan Harry mengejarnya dengan ekspresi tidak senang. "Apa yang kamu lakukan? Perhatikan langkahmu!""Maya! Apa yang kamu tertawakan?" tanya Jasmine dengan nada arogan sambil menunjuk ke arahku.Aku sengaja menatapnya dengan heran dan berkata dengan serius, "Kamu bertanya padaku? Kami hanya mengobrol tentang banyaknya orang yang pelihara anjing sekarang dan mereka selalu menggigit orang kalau nggak diikat. Vaksin rabies sangat diperlukan! Kenapa? Kamu belum pernah dengar?"Wanita di sebelahku menahan tawanya dan terus mengangguk. "Ya, benar! Ada banyak kasus gigitan anjing sekarang! Sulit untuk mencegahnya!"Wajah Jasmine yang penuh dengan bintik-bintik kuning menjadi makin berkerut. Pada saat itu, asisten dokter berteriak, "Maya Shario! Silakan masuk!"Aku segera berdiri dan berjalan dengan anggun sambil membawa dokumenku. Aku menyerahkan dokumen itu kepada perawat, lalu memasuki ruang konsultasi.Aku masuk dengan penuh senyum, hal ini membuat dokter yang m
Aku menatapnya dan menunggu jawaban darinya, tapi dia hanya tersenyum dan tidak berkata apa-apa."Jangan bilang itu benar-benar Cynthia?" pikirku dalam hati.Danny menjentikkan jarinya dan berkata, "Cynthia menderita radang usus buntu akut!"Aku bersandar ke belakang dan memutar kepala. Sepertinya Manuela terhubung dengan Cynthia. Aku segera berkata kepada Danny, "Terus selidiki dan cek apakah Cynthia terhubung dengan Gilbert atau Manuela."Danny menatapku dan segera mengerti maksudku.Hubungan Manuela dan Cynthia sangat berbeda dengan hubungan Gilbert dan Cynthia.Setelah Danny pergi, aku mengambil pena yang terasa berat itu. Bayangan orang itu muncul lagi di benakku dan hatiku berdebar-debar.Aku memikirkan tentang mobil yang diparkir di semak-semak, mungkinkah itu dia?Aku menarik napas dalam-dalam dan menggelengkan kepalaku, bagaimana mungkin itu dia?Aku memaksakan diri untuk mengabaikan pemikiran itu dan pergi mencari Kak Chai. Aku ingin tahu lebih banyak tentang Sena. Aku harus
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung