Jasmine bergegas mendatangiku dan Harry mengejarnya dengan ekspresi tidak senang. "Apa yang kamu lakukan? Perhatikan langkahmu!""Maya! Apa yang kamu tertawakan?" tanya Jasmine dengan nada arogan sambil menunjuk ke arahku.Aku sengaja menatapnya dengan heran dan berkata dengan serius, "Kamu bertanya padaku? Kami hanya mengobrol tentang banyaknya orang yang pelihara anjing sekarang dan mereka selalu menggigit orang kalau nggak diikat. Vaksin rabies sangat diperlukan! Kenapa? Kamu belum pernah dengar?"Wanita di sebelahku menahan tawanya dan terus mengangguk. "Ya, benar! Ada banyak kasus gigitan anjing sekarang! Sulit untuk mencegahnya!"Wajah Jasmine yang penuh dengan bintik-bintik kuning menjadi makin berkerut. Pada saat itu, asisten dokter berteriak, "Maya Shario! Silakan masuk!"Aku segera berdiri dan berjalan dengan anggun sambil membawa dokumenku. Aku menyerahkan dokumen itu kepada perawat, lalu memasuki ruang konsultasi.Aku masuk dengan penuh senyum, hal ini membuat dokter yang m
Aku menatapnya dan menunggu jawaban darinya, tapi dia hanya tersenyum dan tidak berkata apa-apa."Jangan bilang itu benar-benar Cynthia?" pikirku dalam hati.Danny menjentikkan jarinya dan berkata, "Cynthia menderita radang usus buntu akut!"Aku bersandar ke belakang dan memutar kepala. Sepertinya Manuela terhubung dengan Cynthia. Aku segera berkata kepada Danny, "Terus selidiki dan cek apakah Cynthia terhubung dengan Gilbert atau Manuela."Danny menatapku dan segera mengerti maksudku.Hubungan Manuela dan Cynthia sangat berbeda dengan hubungan Gilbert dan Cynthia.Setelah Danny pergi, aku mengambil pena yang terasa berat itu. Bayangan orang itu muncul lagi di benakku dan hatiku berdebar-debar.Aku memikirkan tentang mobil yang diparkir di semak-semak, mungkinkah itu dia?Aku menarik napas dalam-dalam dan menggelengkan kepalaku, bagaimana mungkin itu dia?Aku memaksakan diri untuk mengabaikan pemikiran itu dan pergi mencari Kak Chai. Aku ingin tahu lebih banyak tentang Sena. Aku harus
Keesokan harinya.Aku tiba di perusahaan lebih awal. Lagi pula, hari ini aku akan menandatangani kontrak dengan Sena.Kak Chai juga sangat senang. Dia selalu memperhatikan Sena dan Vantin. Menurutnya, bekerja sama dengan mereka tidak akan membuat kita khawatir. Selain itu, keuntungannya sangat bagus dan stabil. Yang penting adalah merek Sena mendominasi pasar di Kota Reva.Ini juga merupakan permintaan utama yang aku diskusikan dengan Susan dari Sena tadi malam.Aku setuju dengan kenaikan harga sedikit, mengingat harga bahan bakunya naik. Harga yang mereka berikan hampir sama dengan harga pokoknya, kami berharap mendapat untung melalui penjualan.Ketika aku mengambil alih Aurous, meskipun Harry merebut sebagian besar mitranya, itu adalah fondasi yang kuletakkan di awal. Banyak klien yang menyambutku setahun yang lalu dan mengatakan mereka akan menandatangani kontrak dengan kami saat tahun baru.Dari 80% klien yang aku peroleh di awal, 60% telah kembali. Ini menunjukkan dukungan besar m
Danny segera muncul di kantor dan aku memintanya untuk segera memeriksanya.Dua puluh menit kemudian, Danny membalasku dengan berita yang mengatakan bahwa Sena memberikan kontrak itu pada Gorgia, dengan kata lain, Harry.Benar saja, tidak banyak orang yang bisa melakukan hal seperti itu dan Harry adalah orang pertama yang melakukannya."Tapi, itu bukan salah Harry, ada campur tangan Manuela!" kata Danny."Manuela?" Aku sangat terkejut. Bagaimana Manuela bisa terlibat dalam hal ini?Danny berkata, "Awalnya, Sena tidak ingin bekerja sama lagi dengan Gorgia dan Harry tidak terlibat dalam proyek Sena kali ini.Dalam proses kerja samanya, mereka mengalami beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan. Ketika Harry sedang mengerjakan proyek tersebut, dia menggunakan batu bata sampel Sena sebagai batu bata inferior dan mendirikan pabrik kecil untuk memproduksinya. Mereka melakukan perubahan kecil dan mengganti batu bata asli Sena.Jadi, Sena sama sekali tidak mempertimbangkan Gorgia, tetapi kal
Aku merasa lega ketika sudah memahami segalanya, sepertinya Sena juga telah tertipu.Aku lega setelah mendengar situasi Harry. Dia selalu ingin menonjol dan menginjak-injakku, tapi kali ini dia tidak punya pilihan selain berharap dan meminta berkah.Harry itu seperti rubah, tapi dia belum pernah bermain dengan kedua rubah betina itu.Dari sudut pandang ini, lebih baik aku tidak ikut campur. Aku sebenarnya tidak ingin bersaing dengan mereka. Aku hanya ingin menghasilkan uang dengan nyaman dan tenang.Setelah makan siang, aku meminta Kak Chai dan Shea untuk menemaniku ke pasar bahan bangunan, aku sudah lama tidak ke sana.Di sinilah kami memulai bisnis. Kami mencari pelanggan satu per satu untuk membeli beberapa jenis bahan. Sungguh sebuah pencapaian jika memikirkannya kembali. Pasar saat itu tidak besar, tetapi sekarang apa yang kami bangun telah menjadi koleksi bahan bangunan terbesar di negara ini.Produk di sini mencakup segalanya, mau itu konstruksi ataupun dekorasi, tersedia juga b
Dia mengangkat sudut mulutnya dan tersenyum menawan."Aku pikir Bu Maya benar-benar bersih, aku nggak menyangka bahwa itu hanya untuk menutup-nutupi sesuatu. Kamu hanya memikirkan hal-hal besar dan meremehkan hal-hal kecil, benar bukan?" ujarnya dengan nada menghina."Bu Gilbert, kenapa kamu mengatakan ini? Apa aku menyinggung perasaanmu? Apa itu sebabnya Bu Gilbert bersikap kasar?" Aku berpura-pura bodoh, tetapi karena dia sudah menjelaskannya, aku tidak perlu mengelak."Eh? Apakah ini bisa disebut kasar?" Dia mendengus dan berkata dengan licik, "Lakukan saja yang kamu bisa, jangan cari pendukung ke mana-mana. Kamu masih saja berpura-pura mulia, padahal kamu harus menyanjung penguasa.""Oh?" Aku menatap Manuela dan tidak mau mundur begitu saja. Lagi pula aku telah menyinggung perasaannya dan aku tidak bisa mengatasinya, jadi aku tidak perlu berdamai dengannya."Kalau begitu, Bu Gilbert bisa menginterogasi Pak Gilbert, bagaimana aku menyanjungnya?" Aku tahu yang Manuela maksud pasti ad
Aku duduk di dalam mobil untuk waktu yang lama, melihat ke arah Zagros dan tersenyum pada diri sendiri.Baru setelah jam sibuk aku memutar mobil dan pulang ke rumah. Aku agak pusing, mungkin karena aku terlalu lama duduk di dalam mobil atau terlalu lelah.Untungnya, tidak banyak mobil di jalan saat ini dan aku bisa cepat sampai di rumah.Setelah memarkir mobil, aku melihat putriku bermain di halaman. Ketika aku berjalan mendekat, Adele melompat ke pelukanku. "Ibu sudah pulang!"Setelah mengatakan itu, dia mengambil tasku dan berlari ke dalam rumah, lalu dia berlari kembali dan mengajakku bermain di luar.Awalnya aku ingin pulang dan berbaring sebentar, tetapi ketika melihat betapa bersemangatnya dia, aku benar-benar tidak tega menolaknya.Aku bermain dengannya di halaman, menyiram rumput sebentar, dan menanam bunga. Kami bermain sampai lampu halaman menyala. Ibuku memanggil kami untuk makan, lalu kami masuk rumah sambil bergandengan tangan. Anehnya, rasa lelahku telah hilang.Setelah m
Penonton di belakangku masih berdesakan maju dan aku terdorong menuju panggung kecil.Aku benar-benar tidak memahami orang-orang ini, apa yang membuat mereka begitu bersemangat? Semua orang melompat dan berteriak, mau tak mau aku melihat ke arah panggung.Pada akhirnya, aku melihat Taufan yang tampan. Dia mengenakan setelan jas hitam, kemeja hitam, dan dasi perak. Dia melangkah ke atas panggung dengan senyuman yang memikat semua orang. Sosoknya yang tampan bersinar seperti bintang.Jantungku berdebar kencang. Ini pertama kalinya aku melihatnya sejak aku meninggalkan rumah sakit hari itu. Dia tampak lebih tegap dan memancarkan aura yang dominan.Pantas saja para penonton wanita begitu menggila. Hanya saja, jaraknya terlalu jauh. Kalau dekat, mereka tidak akan bisa bertahan menghadapi auranya itu.Aku juga tidak menyangka bahwa Mal Levale dan GY Jewelry yang diincar banyak orang akan menjadi milik Taufan. Aku kira Bright Celestial hanya bergerak di bidang konstruksi, tetapi ternyata juga
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung