Terdengar suara tembakan. Sesuatu yang panas menyembur ke wajahku dan aku mencium bau amis darah. Aku pun kehilangan kesadaran ....Saat bangun, aku mencium bau disinfektan. Aku melihat Fanny yang memandangku dengan cemas seraya berujar, "Maya, akhirnya kamu sadar!"Aku mengerjap dan sekujur tubuhku terasa sakit, apalagi wajahku. Aku langsung merasa gembira, ternyata aku tidak mati. Aku pikir aku sudah meninggal.Apa pria yang memegang pisau tertembak? Aku benar-benar ketakutan! Jika terlambat, aku pasti mati. Sampai sekarang, aku masih ingat momen ketika pisau itu menusuk ke arahku ...."Syukurlah, akhirnya kamu sadar!" seru Fanny. Dia berlari keluar, lalu berteriak, "Maya sudah sadar!"Kemudian, aku menangis saat melihat wajah Taufan. Dia memelukku seraya menghibur, "Kamu sudah aman, jangan menangis."Setelah beberapa saat, aku baru bertanya, "Siapa pelakunya?"Taufan menggeleng dan menjawab, "Pemimpin mereka kabur, hanya anak buahnya yang tertangkap. Tapi, mereka nggak tahu siapa ya
Keesokan harinya, Adele sudah diantar ke TK saat aku bangun. Taufan juga pergi dan Fanny yang berjaga di sisiku. Wajahku masih sakit, semalam aku becermin saat mandi. Banyak sekali luka goresan, aku khawatir ada luka yang meninggalkan bekas.Fanny berucap, "Oscar datang menjengukmu, dia menyuruhku untuk menemanimu dan kamu nggak usah masuk kantor dulu. Maya ...."Fanny ragu-ragu, aku tahu apa yang ingin dikatakan Fanny. Aku menghibur, "Aku nggak apa-apa." Kemudian, aku bertanya, "Di mana mobilku?"Fanny menjawab dengan ekspresi cemas, "Mobilmu sudah diantar ke bengkel, hari ini kamu jangan keluar dulu. Tunggu sampai luka di wajahmu membaik.""Um," sahutku. Namun, aku terus memikirkan kejadian semalam. Wajar saja jika Taufan bisa menebak bahwa Cynthia mencariku. Di dalam mobilku ada foto-foto itu, Taufan pasti langsung tahu apa yang terjadi.Begitu teringat foto-foto itu, aku bertanya kepada Fanny, "Di mana tasku?""Ha? Aku nggak tahu," jawab Fanny. Dia langsung berdiri dan berucap, "Co
Aku segera turun dari tempat tidur. Tubuhku terasa sakit karena gerakanku terlalu buru-buru. Aku menyingkap tirai jendela untuk mengecek terlebih dahulu. Siapa sangka, orang yang berdiri di depan pintu adalah Luna.Kenapa Luna bisa tahu tempat tinggalku? Aku yakin aku tidak pernah memberitahunya bahwa aku tinggal di Goldland Villa. Aku memakai sandal, lalu bergegas turun. Luna menekan bel lagi.Aku membuka pintu dan Luna berjalan masuk sambil tersenyum. Dia juga membawa sekeranjang buah. Ekspresi Luna benar-benar polos. Aku menyambut Luna dengan ramah, "Nona Luna, ada apa kamu datang kemari?""Aduh, kita bicarakan di dalam saja," ucap Luna. Dia masuk dan mengamati sekeliling, lalu berkomentar tanpa merasa canggung sedikit pun, "Rumahmu bagus sekali, sangat klasik.""Silakan duduk, kamu mau minum apa? Aku punya kopi dan teh," ujarku seraya berjalan ke meja di ruang makan.Luna mengikutiku ke ruang makan dan menimpali, "Terserah, kamu nggak usah repot-repot. Kenapa bisa terjadi masalah b
Aku tercengang saat melihat rekaman kamera pengawas beberapa kali. Ekspresi Luna tampak seperti bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Menyadari hal ini, aku tiba-tiba merinding ketakutan. Sebenarnya, apa maksud wanita itu? Ekspresinya ... benar-benar menakutkan. Dia memang datang menjengukku, tetapi apakah untuk melihat penderitaanku? Jika begitu, apakah semua ini membuat dirinya sangat puas? Dia tertawa saat melihatku terluka?Aku menduga seperti itu. Lantas, apakah hal ini adalah perbuatannya? Atau mungkin berhubungan dengannya? Aku bisa berpikir begitu karena Luna yang paling mungkin tahu tentang pertemuanku dengan Cynthia. Tidak, tidak! Ini mustahil. Dia tidak mungkin ingin membunuhku, 'kan?Aku duduk di atas ranjang sembari melamun. Aku memegangi kepalaku dan terus menebak-nebak semua kemungkinan yang ada.Aku tidak tahu sejak kapan Taufan kembali. Ketika melihat ekspresiku, dia segera menghampiriku, lalu meletakkan tangannya di atas pundakku. Sementara itu, aku memeki
Hari ketiga pagi hari, Oscar meneleponku untuk menanyakan kondisi lukaku. Sebenarnya, aku juga berencana pergi ke perusahaan.Begitu melihatku tiba, Oscar buru-buru meraih lenganku. Dia mengamati wajahku dengan serius, lalu bertanya, "Gimana keadaanmu? Apa lukanya akan berbekas? Masih sakit nggak?""Kamu juga sudah melihatnya sendiri, bukankah aku baik-baik saja?" timpalku. Beberapa hari ini, wajahku sebenarnya sudah jauh lebih baik. Beberapa bagian yang tergores lebih dalam yang masih berbekas, sedangkan goresan tipis sudah memudar. Saat ini, luka di wajahku tidak separah sebelumnya lagi.Setelah itu, Oscar membawaku duduk di sofa. Dia menyampaikan beberapa urusan perusahaan beberapa hari ini. Oscar mengetahui bahwa Eternal Real Estate akhirnya bisa menang karena perintah Cynthia untuk menyerah atas lahan itu."Cynthia menyerah?" gumamku dengan heran."Dilihat dari hal ini, sepertinya Cynthia sedang mengendalikan perkembangan Taufan," ujar Oscar."Maksudmu, Cynthia ingin menjatuhkan T
Aku langsung bersemangat. Aku bergegas turun ke lantai bawah dan memasukkan masakanku ke dalam microwave. Aku sangat antusias sampai-sampai tanganku bergetar.Aku juga pergi ke kamar mandi untuk melihat wajahku di cermin. Hari ini, aku ingin bertemu Taufan dalam kondisi terbaik. Aku harap dia bisa merasakan bahwa aku adalah keluarganya yang terus menemaninya. Aku juga berharap kelak kita bisa sama-sama merayakan ulang tahunnya.Pintu rumah dibuka. Aku menyambutnya dengan antusias, "Akhirnya kamu pulang!"Taufan tertegun. Dia memelukku saat melihat ekspresiku yang gembira, lalu bertanya, "Kenapa kamu belum tidur?"Aku mencium bau alkohol yang menyengat. Aku tidak pernah melihat Taufan minum begitu banyak anggur. Aku segera memapah Taufan, lalu mengambil sandal dan menarik Taufan masuk. Aku membawa Taufan ke meja makan dan menyuruhnya duduk.Aku segera menyalakan lilin dan memandang Taufan. Aku berujar dengan ekspresi lembut, "Cepat berdoa. Selamat ulang tahun, aku doakan semoga kamu seh
Aku melihat dapur dan ruang makan yang sudah bersih, lalu mencuci muka. Aku tidak kembali ke kamarku, melainkan pergi ke kamar Adele. Aku berbaring di samping Adele dan tertidur.Saat bangun, Adele sudah bangun dari tadi dan dia sedang bermain dengan bonekanya. Aku berpikir sejenak, lalu berkata kepada Adele, "Kita ganti baju dulu, Mama bawa kamu sarapan di luar dan kita pergi ke kantor. Kalau nggak terlalu sibuk, hari ini kita pergi ke rumah Nenek, ya?"Adele bersorak, dia bertanya apakah boleh membawa bonekanya atau tidak. Aku menelepon Oscar, aku berkata bahwa aku telat masuk. Kemudian, aku mendandani Adele dan memasukkan bajunya dan bajuku ke koper kecil. Setelah itu, kami baru keluar dari rumah.Setelah selesai sarapan, aku langsung pergi ke perusahaan. Ini adalah pertama kalinya Adele datang. Adele disayang oleh semua orang. Shea membawa Adele berkeliling di perusahaan.Sementara itu, aku dan Oscar membereskan beberapa urusan di perusahaan. Aku juga memberi tahu Oscar bahwa hari
Malam itu, aku mabuk. Oscar yang mengantarku pulang. Ketika turun dari mobil, Oscar menggendongku di punggungnya dan aku tergelak. Namun, aku bersikeras tidak mau masuk ke rumah.Oscar pun menggendongku sambil berjalan-jalan di area kompleks. Oscar menceritakan semua kejadian saat kami di universitas. Tentu saja aku tahu Oscar sangat baik kepadaku. Tak lama kemudian, aku tertidur di punggung Oscar.Aku sama sekali tidak ingat bagaimana aku pulang ke rumah dan diantar ke kamar. Pokoknya aku merasa tenang karena orang tuaku yang menjaga putriku. Aku tidak takut sedikit pun dan bisa melakukan apa pun yang kuinginkan.Tiba-tiba, aku terbangun karena ponselku berdering. Kepalaku sangat sakit, tetapi aku tahu hari ini libur. Aku mengakhiri panggilan telepon dan membenamkan wajahku di bantal. Aku berusaha untuk tidak memikirkan apa pun dan lanjut tidur.Namun, aku tidak bisa tidur lagi. Kesedihan terus memenuhi benakku.Tiba-tiba, ponselku berdering lagi. Aku melihat ponsel, ternyata Taufan y