Keesokan hari.Hari sudah siang saat kami bangun. Taufan memeluk erat tubuhku. Jika bukan karena Sandy menelepon, mungkin Taufan tidak akan melepaskanku.Taufan baru melepaskanku setelah aku mengatakan ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Apalagi nanti malam aku harus kembali ke Kota Reva.Taufan bangun dan menemaniku makan siang. Aku tidak menyukai hubungan tanpa status, aku tidak memahami arah perkembangan hubungan ini.Kami adalah dua orang dewasa menjalin hubungan khusus tanpa komitmen. Taufan tidak pernah menegaskan arah hubungan kami, aku tidak tahu bagaimana menyebut hubungan ini. Anehnya, aku tidak bisa menolak kehadiran Taufan, aku senang berada di sisinya.Meskipun tidak ada status dan kejelasan, aku nyaman bersama Taufan. Dia juga melakukan semuanya tanpa meminta persetujuanku, pria ini sangat arogan.Aku tidak berani menanyakan kejelasan hubungan ini, aku takut kecewa.Aku tiba di Kota Reva pada tengah malam. Saking capeknya, aku bahkan tidak sanggup mengucapkan sepatah k
Waktu yang kutunggu pun tiba. Taufan dan wanita itu bangkit berdiri. Sembari mengobrol, wanita itu merangkul lengan Taufan sambil melihat ke sekeliling restoran. Wanita itu memiliki wajah yang mungil. Tidak bisa dibilang sangat cantik, tetapi dia memiliki aura yang berkharisma.Taufan menatapku dengan datar. Wanita yang berada di sampingnya mengikuti arah mata Taufan, lalu menoleh ke arahku. Sesaat melihatku, wanita itu sontak tercengang. Raut wajahnya kelihatan agak aneh.Aku tidak salah lihat, wanita itu terlihat salah tingkah.Di saat aku termenung, Taufan mengajak wanita itu pergi. Sebelum menghilang dari pandanganku, wanita itu menoleh dan menatapku.Fanny sadar bahwa kehadiran Taufan dan wanita asing telah memengaruhi suasana hatiku. "Kita pindah tempat saja. Bagaimana kalau kita pergi minum? Tempat ini nggak seru."Aku menyetujui ide Fanny. Kebetulan aku juga ingin minum.Fanny membawaku ke Bar Arkon yang terletak di sebelah selatan kota. Sejujurnya aku tidak begitu menyukai tem
Aku berteriak ketakutan saat merasakan sebuah benda yang akan menghantam kepalaku. Namun anehnya aku tidak kesakitan, aku justru mendengar suara pecahan yang berderak.Aku tersadar sepenuhnya, lalu membalikkan badan untuk melihat apa yang terjadi. Aku melihat pria itu tersungkur di atas meja, sementara sebuah sosok tinggi dan tampan melindungiku dari belakang.Raut wajah Taufan terlihat sangat masam.Pria asing itu bangkit berdiri dan kembali menyerang Taufan. Aku berteriak ketakutan, sementara Taufan menghajar pria itu dengan santai.Keributan ini menarik perhatian banyak orang. Taufan menarik lenganku dan menyeretku meninggalkan bar ini. Fanny memungut tas kami, lalu buru-buru mengikuti dari belakang."Kamu makin pintar, beraninya minum-minum di tempat kayak gini?" Taufan membentakku.Kejadian barusan membuatku ketakutan. Sebelum aku mencerna semua yang terjadi, Taufan malah memarahiku. Aku terkejut melihat wajahnya yang mengerikan. Hem, semua pria sama saja!Tadi Taufan tidak bersik
Ucapannya berhasil menarik perhatianku. Dia ingin menemaniku? Lalu siapa yang dia temani tadi?Aku tak bisa menahan tawaku, apa hakku mengatur-atur hidupnya? Ini baru yang kelihatan, aku tidak tahu apa yang terjadi saat tidak kelihatan."Kenapa tertawa?" Dia menatapku dengan kesal."Pak Taufan, berhenti bercanda. Aku nggak berani memintamu untuk menemaniku." Aku tertawa sinis. Aku memang tidak berani, lagi pula kami tidak memiliki hubungan apa-apa.Aku hanyalah seorang wanita beranak satu yang baru bercerai. Apa hakku bersaing dengan wanita cantik demi memperebutkan Taufan? Apalagi, Taufan belum tentu memilihku.Aku agak merasa agak rendah diri, aku merasa tidak pantas dicintai.Aku jelas mendambakan pelukan Taufan, tetapi hatiku remuk saat melihatnya bersama wanita lain. Perasaanku berkembang terlalu cepat. Aku baru mengakhiri pernikahanku, apakah aku mau melabuhkan cintaku kepada orang lain dalam waktu sesingkat ini? Aku merasa agak jahat."Kenapa tiba-tiba diam?" tanya Taufan meliha
Awalnya aku mengira masalah adik sepupu Taufan sudah berlalu. Tidak disangka, aku malah bertemu dengannya lagi secara tak terduga.Pada hari senin Oscar bergabung di perusahaanku. Kehadirannya memberikanku semangat baru. Aku senang memiliki rekan untuk berbagi tanggung jawab.Aku memercayai Oscar. Pada hari pertamanya, aku menjelaskan serangkaian proses pengembangan dan operasional perusahaan.Hari ini berlangsung dengan mulus. Meskipun sesekali bercanda, kami serius untuk mengembangkan perusahaan.Pada hari selasa aku pergi ke Bright Celestial untuk menghadiri rapat. aku tidak melihat keberadaan Taufan, malah adik sepupunya yang memimpin jalannya rapat. Dia tampil cantik dan memukai. Dia terlalu sering melirikku selama rapat berjalan. Aku merasa agak tidak leluasa.Setelah rapat selesai, aku mengajak Shea pergi meninggalkan ruang. Tiba-tiba seseorang memanggilku, "Bu Maya!"Aku berhenti, lalu menoleh ke belakang. Aku melihat adik sepupu Taufan yang berjalan menghampiriku sambil tersen
Aku menggelengkan kepala sesaat pikiran tersebut tersebit di otakku. Aku berusaha membujuk diri sendiri, 'Sudahlah, jangan terlalu kejam. Bagaimanapun kami pernah membina rumah tangga bersama, sekarang waktunya menjalani kehidupan masing-masing. Tidak perlu saling menyakiti.'Selama beberapa waktu ini memikirkan banyak hal. Sejak Oscar bergabung di perusahaan, aku lebih tenang dan bisa fokus melakukan hal yang lain. Perlahan-lahan aku mulai berdamai dengan masa lalu, aku mau fokus mengembangkan perusahaanku. Apalagi Harry adalah ayahnya Adele, aku tidak mau mempermasalahkan hal yang sudah berlalu.Aku berusaha meyakinkan diri sendiri, tetapi Harry malah makin melunjak. Masalah demi masalah datang silih berganti. Sebentar lagi konstruksi akan segera dilaksanakan, tetapi Harry sama sekali tidak memberikanku ruang untuk bernapas. Bagaimana aku bisa mengerjakan proyek ini? Dia mendesakku sampai tidak memiliki jalan.Oscar berhasil mendapatkan beberapa klien untuk mengatasi masalah yang men
Aku terkejut mendengarnya, aku tidak menyangka Luna mengajak Taufan."Tapi kayaknya Kak Taufan bakal terlambat, dia lagi di perjalanan pulang, baru dari Kota Linde. Kita nggak perlu menunggu dia. Ayo, kita makan duluan." Dia menjelaskan alasannya mengajak Taufan, "Ini juga mendadak, tadi Kak Taufan meneleponku untuk menanyakan aku mau makan apa. Aku bilang sudah terlanjur mengajakmu makan malam, terus dia malah mau ikut. Kamu nggak keberatan, 'kan?""Nggak." Aku menggelengkan kepala. Meskipun bibirku berkata tidak keberatan, sebenarnya aku merasa agak canggung. Hanya saja, aku tidak mungkin menolak kehadiran Taufan."Baguslah." Luna memberikan buku menu kepadaku. "Aku sudah pesan. Karena ini adalah pertama kalinya kita makan bersama, aku nggak tahu kamu suka makan apa. Jadi kamu pesan sendiri, ya!"Apakah aku salah menilai Luna? Aku merasa dia adalah wanita yang ramah. Hanya saja aku masih mengingat jelas ekspresinya yang dingin saat pertama kali bertemu. Dia memandang ke sekeliling de
Aku menatap Jasmine melalui cermin wastafel. "Kayak hantu, datang dan pergi tanpa diundang. Apa lagi yang kamu inginkan?""Hem! Maya, kamu benar-benar nggak tahu malu. Dia sudah punya pacar, kamu masih berusaha mendekatinya? Kamu nggak ngaca, ya? Memangnya janda sepertimu pantas bersanding sama bujangan?" Jasmine menyindirku."Memangnya kamu siapa sampai berhak menilai pantas atau nggak? Urus saja hidupmu sendiri!" Aku mengambil sehelai tisu, lalu membalikkan badan dan pergi meninggalkannya.Melihat aku yang mengacuhkannya, dia maju untuk mengadang jalanku. "Wanita jalang! Aku ingin lihat sampai kapan kamu bisa berlagak. Cepat atau lambat hidupmu bakal hancur."Luna datang di saat Jasmine baru selesai bicara. Begitu melihat pertikaian di dalam toilet, Luna bergegas merangkul lenganku. "Bu Maya, ada apa?"Luna menatap Jasmine dengan sinis.Jasmine mengamati Luna dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Senyumannya seakan memiliki motif tersembunyi. "Hati-hati sama wanita ini, dia mau mer