"Tapi, Mas, ini uangnya banyak banget.""Nggak apa-apa, Reno, itu untuk biaya sehari-hari kamu kamu dan juga untuk biaya kuliah kamu. Pokoknya Mas minta, supaya kamu fokus untuk belajar. Kamu nggak usah bekerja di toko lagi ya, biar fokus kuliahnya. Kamu nggak usah takut uang di tabungannya habis karena nanti tiap bulannya Mas akan mengirimkan uang ke nomer rekening kamu ini."Roni berkata panjang lebar memberi pepatah kepada Reno, Reno pun mendengarkan dengan fokus, saat Roni sedang memberi petuah kepadanya. Aku juga hanya menjadi saksi, atas apa yang dilakukan kedua anakku saat ini.Aku merasa bahagia karena ternyata mereka bisa hidup rukun dan damai, setelah tidak ada lagi perempuan yang selalu merusak ketenangan keluargaku. Kini Roni benar-benar fokus untuk kehidupan ku dan juga Reno adiknya."Terima kasih, ya Mas, Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan rezeki berlimpah untuk Mas. Dan semoga Allah segera memberikan pendamping yang sholehah untuk kehidupan Mas kedepannya. Ins
"Neng Risma!""Risma!""Mbak Risma!" Kami hampir serempak mengucapkan nama yang sama yaitu Risma."Neng, sejak kapan Neng Risma ada di situ? Kok ibu nggak ngeh ya ada Neng Risma, ayo masuk," ajakku.Neng Risma pun menuruti perkataanku, ia masuk ke dalam rumah, sambil mengucap salam yang tadi ia lupakan. Kemudian Ia menyalamiku secara takzim, lalu Neng Risma pun duduk di sampingku."Aku baru sampai kok, Bu. Cuma pas mau ngucap salam, kebetulan Roni sedang bicara dan dia bilang sedang ngincar aku. Jadi bukannya mengucap salam, aku malah langsung reflek bertanya, Bu. Maaf ya, Bu, aku lancang," sahur Neng Risma.Kemudian Neng Risma bertanya kepada Roni, "Ron, apa benar yang aku dengar tadi, kalau kamu menyukai aku? Dari sejak kapan, kamu suka sama aku, kok kamu tidak tau? Kenapa kamu nggak pernah berkata jujur sama aku, kalau kamu suka sama aku.""Aku malu, Risma karena aku sudah bukan perjaka lagi. Status aku udah beda, kini aku sudah menjadi duda. Aku takut kalau aku langsung mengatak
Wajah Neng Risma pun langsung terlihat semburat merah, saat aku dan Reno memintanya untuk berkata jujur, tentang perasaannya kepada Roni. Aku berharap Neng Risma juga mempunyai perasaan yang sama terhadap anakku dan ia bisa menerima status Reno yang sudah menjadi duda. Aku hanya ingi mereka berdua bisa menjadi pasangan yang bahagia di kemudian hari."Risma, ayo dong jawab! Bagaimana perasaan kamu kepadaku? Apakah kamu juga merasakan hal yang sama, dengan aku rasakan?" tanya Roni."Ih ... kok aku dikeroyok gini sih, Ibu juga malah memihak kepada Roni, aku nggak dibelain," ujar Neng Risma merajuk."Nggak apa-apa, Neng, Ibu tidak membela Neng di sini. Karena Ibu ingin Neng jujur dan Neng bisa mengatakan, kalau neng juga suka sama anak Ibu," jawabku.Neng Risma malah memelukku, wajahnya pun bertambah merah saja, seperti kepiting rebus. Mungkin ia malu karena kami ingin mendengar jawaban tentang perasaannya tersebut."Neng, asal Neng tahu ya, semenjak kalian dekat dulu. Ibu itu selalu berh
"Mas Romli, mau ngapain kamu datang ke sini," tanyaku kaget, saat melihat Mas Romli ada di depan rumah."Bu, kok Ibu kenal dengan orang ini, memangnya dia siapa," tanya Reno."Ibu! Kamu memanggil Reni ini Ibu, Nak? Apa kamu anaknya Reni? Siapa namamu? Karena Bapak tahu nama anaknya Reni," tanya Mas Romli kemudian.Reno pun menatap tajam padaku, ia seakan meminta jawaban tentang semua ini. Roni dan Risma juga menghampiri kami, sepertinya mereka juga penasaran, dengan apa yang akan dibicarakan oleh aku dan juga Mas Romli."Ini ada apa sih, Bu, kok jadi ribut-ribut begini? Coba tolong jelaskan, Pak! Bapak ini siapa dan ada keperluan apa datang kemari?" Roni to the point bertanya kepada Mas Romli."Maaf, kalau kedatangan Bapak mengganggu kalian. Sebenarnya Bapak datang ke sini untuk menemui mantan istri Bapak dan kedua anak laki-laki Bapak. Nama kedua anak bapak yaitu Roni dan Reno, apakah kalian berdua bernama Roni dan Reno?" Mas Romli bertanya sambil bolak-balik menatap kedua putranya
Aku benar benar tidak mengharapkan kedatangan Mas Romli, kalau hanya untuk menyakiti perasaan kami"Bu, kita bicaranya di dalam saja ya! Nggak enak rasanya, kalau kita berbicara di luar begini. Takutnya ada orang yang melihat dan mendengar pembicaraan kita ini," ajak Roni."Iya, Bu, lebih baik bicaranya di dalam saja supaya lebih nyaman," timpal Neng Risma.Kami semua pun akhirnya masuk ke dalam dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Kemudian Mas Romli pun memberitahu kami, tentang maksud kedatangannya tersebut. Kami semua pun mendengarkan apa yang diungkapkan oleh Mas Romli, tanpa mau mencela atau memotong pembicaraannya.Mas Romli menceritakan, kenapa Ia sampai meninggalkan kami waktu itu. Ternyata ia diminta oleh bosnya, supaya mau menikahi anaknya yang telah hamil. Sedangkan orang yang menghamilinya tidak bertanggung jawab. Karena dia iming-imingi oleh harta benda, Mas Romli pun tergiur dan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kami, demi perempuan yang lebih kaya tersebut
"Baiklah, aku akan menjawab pertanyaan kamu, Reno, biar kamu tidak harus bertanya terus." Neng Risma akhirnya angkat bicara."Nah ... begitu dong, Mbak! Terus apa yang akan menjadi jawaban, Mbak? Apakah Mbak akan menerima Mas Roni atau tidak," tanya Reno lagi.Ia terus saja mendesak Neng Risma, supaya Neng Rsma mau menjawab tentang perasaannya terhadap Roni. Neng Risma pun menarik nafas, lalu mengeluarkannya sebelum ia menjawab pertanyaan dari Reno. Kemudian ia pun membuka suara dan menjawab pertanyaan dari Reno."Iya, Reno, aku mau kok menerima perasaannya, Roni," sahut Neng Risma."Apa, Risma, aku kurang denger?" tanya Roni.Entah benar atau tidak, kalau ia tidak mendengar perkataan Neng Risma, hingga membuat ia bertanya lagi. Atau mungkin juga iya berpura-pura tidak mendengar supaya Neng Risma mengulangi perkataannya lagi."Ih masa sih, Ron, kamu nggak mendengar perkataanku. Masa iya sih aku harus ngulang lagi? Apa kamu sedang ngerjain aku ya," tanya Neng Risma.Ia seakan bisa mend
"Alhamdulillah, ya Bu, ternyata Mbak Risma mau menerima perasaannya Mas Roni.""Iya, Reno, Ibu juga merasa bersyukur," sahutku."Bu, aku lapar, Ibu tadi sudah masak kan ya, kita makan aja yuk, Bu!" ajak Reno."Apa tidak sebaiknya kita ajak Mas Roni dan Mbak Risma untuk makan bareng," tanyaku."Tapi sepertinya mereka sedang saling mengungkapkan isi hati mereka, Bu. Nanti kalau Reno ajak mereka makan bareng, malah Reno seakan mengganggu momen mereka lagi.""Ya sudah, kalau begitu kita makan duluan. Biar mereka berdua nanti menyusul," ujarku.Setelah itu kami berdua pun langsung mengambil piring, kemudian mengambil nasi serta lauk pauknya, lalu kami pun makan bersama, di meja makan yang ada di hadapan kami."Ibu, Reno, kok kalian makan nggak ngajak-ngajak kami sih! Tega banget kalian berdua tidak menawari kami," tegur Roni ketika ia datang menghampiri kami yang datang bersama Neng Risma."Maaf, Mas, kami memang sengaja tidak mengajak kalian makan bareng. Soalnya tadi itu kalian sedang
"Iya, Bu, Reno juga mendengar katanya ada maling. Ya sudah, ayo kita lihat siapa malingnya? Sepertinya sudah tertangkap," ajak Reno.Aku dan Reno pun akhirnya keluar rumah untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di luar sana. Sudah banyak sekali orang yang berkumpul di pekarangan, baik perempuan dan juga laki-laki. Mereka saling berdesakan, mengerumuni seseorang yang aku kira dianggap sebagai malingnya.Suara orang-orang begitu riuh rendah mengatakan hal-hal yang kotor. Mereka memaki, mencaci orang yang dianggap sebagai maling tersebut. Aku pun begitu penasaran dan ingin tahu siapa orang tersebut. Apakah dia itu perempuan, ataukah laki-laki?Karena aku sama sekali tidak dapat melihat, siapa orang yang dianggap maling tersebut. Orang yang dianggap maling ini tertutup oleh orang-orang yang tadi mengejarnya. Aku pun bertanya dan terus berjalan dan memangkas jarak menuju kerumunan warga."Bu ... Bu Sari, ada apa ini, kok rame-rame di depan rumahku?" tanyaku kepada Bu Sari, yang kebetula
"Wa ... Wati ...," lirihku."Iya, Mas, itu benar Mbak Wati. Tapi kok ia mau ngapain datang ke sini, bahkan datang sepagi ini di sini? Apa kamu memintanya supaya datang ke sini ya, Mas?" tanya Risma dengan raut wajah yang nampak curiga terhadapku."Sayang, kamu itu ngomong apaan sih? Mana mungkin, Mas meminta Wati datang ke sini! Lagian untuk apa coba, Mas menyuruhnya datang? Kamu mah ada-ada saja, Yang," sahutku berusaha memberi penjelasan kepada Risma, kalau aku tidak tahu-menahu tentang kedatangan Wati ke hotel tempat menginap kami."Lalu untuk apa dia datang ke sini dan dari mana dia tahu kalau kita ada di sini?" tanya Risma lagi, seakan tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan."Ya mana Mas tahu, Sayang. Mungkin dia sengaja datang ke hotel ini karena ada urusan sendiri, bukan mau menemui Mas," pungkirku lagi.Karena memang kenyataannya aku tidak ada urusan dengan Wati, apalagi sampai menyuruhnya untuk datang ke hotel tempat bulan madu aku dan Risma. Aku juga sebenarnya
"Nggak kok, Mbak. Aku nggak kedinginan, sebab aku berdua ma suami. Mungkin Mbak kedinginan karena Mbaknya sendirian," sahut Risma, sambil tangannya menggandeng erat tanganku."Hee ... He, iya kali ya, Mbak" ujar perempuan tersebut, sambil terkekeh dan kembali mengerlingkan matanya padaku.Karena aku takut khilaf, lalu aku pun menjauh dari wanita tersebut. Kini Risma lah, yang berada di samping wanita genit itu. Karena aku tidak mau istriku salah paham nantinya, sebab wanita ini sudah berani menggodaku, padahal kami baru saja bertemu.Aku tidak mau karena wanita yang tidak jelas ini, keharmonisan rumah tanggaku yang baru saja aku bangun akan menguap begitu saja. Sementara sangat susah mencari wanita seperti Risma ini. Mungkin hanya ada beberapa saja, wanita yang nyaris sempurna seperti Risma. Risma istriku bukan hanya cantik rupa, serta postur tubuhnya yang menggoda, tetapi ia juga memiliki hati yang baik. Dan yang paling utama, ia sangat menyayangi Bapak ibuku, yang merupakan me
Season 2"Mas, alhamdulillah ya, acara pernikahan kita berjalan dengan lancar. Semoga saja pernikahan kita ini langgeng dan bisa menjadi keluarga yang SAMAWA ya, Mas!" Risma berkata, saat aku baru saja duduk di atas kasur dan berada di sampingnya. "Iya, Sayang, semoga ya," ucapku, sambil mengusap pucuk kepala wanita, yang baru tadi siang aku jadikan dia istri. Ia membuka percakapan, setelah aku selesai bersih-bersih dan berganti pakaian dan bersiap untuk tidur. Ini adalah kali pertama aku bisa tidur bersamanya, setelah hampir satu tahun lamanya kami menjalin kasih.Walaupun aku sudah pernah menjalani pernikahan, dengan istri pertamaku yang bernama Wati. Tapi tetap saja dadaku berdegup kencang, saat akan menjalani ritual malam pertama seperti sekarang ini. Risma pun aku lihat sudah siap, bahkan ia bepenampilan seksi seakan sengaja menggodaku. Ia bahkan begitu manja padaku, membuat napasku bertambah sesak dibuatnya."Mas, apa kamu sakit? Kok kamu keluar keringat dingin begitu, bahk
Bab 42"Iya, Marni, ada apa lagi kamu menelponku? Bukannya sudah jelas ya, kalau kita itu sudah tidak sepaham!" Mas Romli berkata dengan nada tinggi.Rupanya yang meneleponnya barusan adalah istrinya, yang kemarin melabrak keluargaku untuk meminta apa yang sudah diberikan Mas Romli untuk Roni dan Reno. Aku dan kedua anakku yang sedang sarapan sampai berhenti, kami bertiga malah fokus mendengarkan Mas Romli, yang sedang berbicara dengan istrinya.Kami bertiga fokus melihat gerak-gerik Mas Romli, yang bicaranya dengan begitu emosi. Aku yang tadinya tidak tahu permasalahannya kini menjadi tahu. Ternyata Mas Romli saat ini sedang ada permasalahan dengan istrinya. Pantes aja pagi-pagi ia sudah ada di rumahku, padahal seharusnya saat ini ia sedang sarapan bersama keluarganya. "Pokoknya aku tidak mau, Marni! Karena apa yang telah aku berikan itu adalah hak kedua anakku. Mereka itu sudah sepantasnya mendapatkan semua itu, apalgi aku telah menelantarkan mereka demi kamj. Jadi sudah sepantasny
"Itu lho, Mas, mereka berdua berbeda sifat dan karakternya. Mbak Risma itu orangnya baik dan juga sopan, sama Ibu juga sayang banget. Ia juga bahkan tidak segan mau membantu Ibu. Sedangkan Mbak Wati kebalikkannya," sahut Reno menjelaskan."Oh ... tentang itu, aku kira apaan? Apa yang kamu bilang memang benar, Reno. Wati dan Risma itu dua orang yang karakternya berbanding terbalik. Sayang sekali memang, aku baru bisa mengungkapkan perasaan akunya sekarang. Tapi aku masih beruntung, Ren, sebab sampai saat ini Risma-nya ternyata belum menjadi milik siapa-siapa." Roni membenarkan perkataan adiknya tersebut. Memang benar adanya, jika Neng Risma itu istimewa, sebab aku sudah merasakan sendiri bagaimana baiknya dia, serta rasa pedulinya padaku. Aku akan merasa sangat bahagia, jika memang dia bisa bersanding dengan Roni dan menjadi menantuku. "Hayo, kalian sedang ngomongin apa? Sedang ngomongin aku ya," tanya Neng Risma, yang nongol dari pintu dapur."Is, siapa yang sedang ngomongin kamu s
"Maaf, Bu, Ibu ini siapa ya? Kok Ibu berani sekali berteriak dan berkata kasar di depan rumah kami," tanya Roni."Siapa kamu berani berkata seperti itu? Apa kamu anaknya Mas Romli, yang dari mantan istrinya? Aku ini istrinya Mas Romli, aku mau minta sama keluarga mantan istri suamiku, supaya mengembalikan semua harta benda yang diberikan olehnya. Karena itu hak aku dan juga anakku," ujarnya dengan raut muka yang penuh emosi."Maaf ya, Bu, tapi apa yang diberikan Bapak untuk kami itu hak kami! Karena selama ini beliau tidak pernah memberikan kami nafkah sedikitpun, terhitung dari semenjak Bapak menikahi Ibu." Roni menjawab ucapan perempuan, yang memang istrinya Mas Romli.Mendengar perkataan Roni, perempuan itu semakin tidak terkontrol. Ia malah berteriak-teriak tidak karuan, sehingga membuat para tetanggaku datang untuk melihat perdebatan ini. Aku pun berbisik kepada Reno, supaya ia menelepon Bapaknya dan memberitahu Mas Romli, kalau ada istrinya sedang membuat rusuh."Bu Reni, ini a
"Risma, nanti Mas jelaskan semuanya, kenapa Wati bisa ada di sini ya. Sekarang kita masuk dulu yuk, ada teman Mas juga di dalam. Ia yang merupakan pemilik rumah ini," ajak Roni.Neng Risma pun ikut masuk, padahal Sepertinya ia mau pergi. Mungkin ia merasa penasaran, dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pas masuk ke rumah, ternyata masih ada perabotan rumah walaupun sudah tidak lengkap. Tapi paling tidak rumahnya tidak terlalu kosong saat akan ditempati, sebab keluarga Wati hanya membawa koper saja.Ruangannya juga luamayan luas, ruang tamu saja sekitar tiga kali empat meter, sedangkan kamar masing empat meter persegi. Kamarnya juga ada tiga, jadi keluarga Wati bisa leluasa menempati rumah ini, wakaupun tidak semegah dan semewah rumah mereka sebelumnya. Tetapi rumah ini juga lebih besar, jika dibanding dengan rumahku."Roni, kebetulan rumah ini selalu dibersihkan setiap hari, jadi sudah bisa langsung ditempati ya rumahnya," ungkap pemilik rumah yang aku tidak tahu namanya siapa."Oh i
Aku pun menengok ke arah suara tersebut dan begitu kagetnya aku, saat melihat ternyata yang memanggil Roni adalah Neng Risma. Ia berjalan menuju ke arah kami."Neng Risma, kamu ada di sini?" tanyaku."Iya, Bu, barusan aku lewat sini dan melihat ada mobil Mas Roni, makanya aku samperin," sahut Neng Risma, kemudian ia balik bertanya padaku, "oh iya, Bu, ngapain kalian ada di sini?"Baru saja aku mau menjawab pertanyaan Neng Risma, Wati malah keluar sambil memanggil Roni. Aku melihat raut muka Neng Risma langsung berubah drastis, tadinya ia begitu sumringah. Tapi saat ia melihat Wati keluar, sambil memanggil Roni. Neng Risma langsung terdiam, serta wajahnya berubah muram.Roni pun sepertinya kikuk, saat keadaan begini. Ia ketahuan oleh Neng Risma sedang bersama Wati, walau niatnya hanya sekedar menolong. Tapi pikiran Neng Risma mungkin berbeda persepsi, saat melihat Wati bisa bersama mantan istrinya. Karena aku juga pasti berpikir hal yang sama, jika melihat kekasih kita bisa bersama ma
"Aku dan keluargaku telah tertipu, Bu. Mungkin semua ini terjadi sebagai teguran, terutama untukku karena selama ini aku selalu menghina dan merendahkan Ibu dan juga keluarga Ibu. Kini kami sudah tidak punya apa-apa lagi, semuanya habis seketika hingga tak bersisa. Rumah, perusahaan Papa dan semua aset sudah di sita oleh pihak Bank. Kami sekarang jatuh miskin, Bu," terang Wati."Innalilahi ... kok bisa sih, Wati, memangnya kenapa? Kenapa semuanya disita pihak Bank?" tanyaku lagi.Wati pun menjelaskan semuanya, jika ia dan keluarganya telah tertipu oleh Bapak dari janin yang sedang dikandungnya yang bernama Faisal. Ternyata pria yang kini telah berstatus suaminya Wati itu seorang penipu kelas kakap. Ia sudah sering menipu orang-orang kaya dan bukan cuma Wati dan keluarganya yang menjadi korban. Tapi ternyata juga sudah banyak perempuan yang menjadi korban Faisal tersebut. Bahkan diantara mereka, katanya rata-rata sudah pernah ditiduri oleh Faisal.Tapi hanya Wati yang sampai hamil da