"Alhamdulillah, Bu, semuanya lancar. Kini aku dan Wati benar-benar sudah resmi berpisah. Karena Wati tidak menghalangi jalan perceraiannya, jadi semuanya lancar sesuai dengan apa yang diharapkan. Ini, Bu, akta cerai aku dan Wati dari pengadilan," sahut Roni, sambil memberikan akta cerai yang di pegangnya kepadaku."Syukurlah, Nak, kalau memang semuanya sesuai dengan yang diharapkan. Semoga kamu ke depannya bisa hidup menjadi orang yang lebih baik lagi. Semoga kamu bisa mencari istri yang lebih baik daripada Wati," harapku.Siapa juga orang tuanya yang akan menerima, jika anaknya mendapat istri yang tidak baik. Walaupun berat, tetapi akan lebih baik anaknya memutuskan hubungan, daripada membuat anaknya celaka. Contohnya aku, yang malah mendukung perceraian Roni dengan Wati. Karena aku tidak suka dengan tabiat Wati yang tidak baik, ia juga tidak pernah menghargai ku sebagai mertuanya. Makanya, saat Roni memutuskan untuk menceraikannya, aku pun mendukung seratus persen pada niat anakku
"Tapi, Mas, ini uangnya banyak banget.""Nggak apa-apa, Reno, itu untuk biaya sehari-hari kamu kamu dan juga untuk biaya kuliah kamu. Pokoknya Mas minta, supaya kamu fokus untuk belajar. Kamu nggak usah bekerja di toko lagi ya, biar fokus kuliahnya. Kamu nggak usah takut uang di tabungannya habis karena nanti tiap bulannya Mas akan mengirimkan uang ke nomer rekening kamu ini."Roni berkata panjang lebar memberi pepatah kepada Reno, Reno pun mendengarkan dengan fokus, saat Roni sedang memberi petuah kepadanya. Aku juga hanya menjadi saksi, atas apa yang dilakukan kedua anakku saat ini.Aku merasa bahagia karena ternyata mereka bisa hidup rukun dan damai, setelah tidak ada lagi perempuan yang selalu merusak ketenangan keluargaku. Kini Roni benar-benar fokus untuk kehidupan ku dan juga Reno adiknya."Terima kasih, ya Mas, Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan rezeki berlimpah untuk Mas. Dan semoga Allah segera memberikan pendamping yang sholehah untuk kehidupan Mas kedepannya. Ins
"Neng Risma!""Risma!""Mbak Risma!" Kami hampir serempak mengucapkan nama yang sama yaitu Risma."Neng, sejak kapan Neng Risma ada di situ? Kok ibu nggak ngeh ya ada Neng Risma, ayo masuk," ajakku.Neng Risma pun menuruti perkataanku, ia masuk ke dalam rumah, sambil mengucap salam yang tadi ia lupakan. Kemudian Ia menyalamiku secara takzim, lalu Neng Risma pun duduk di sampingku."Aku baru sampai kok, Bu. Cuma pas mau ngucap salam, kebetulan Roni sedang bicara dan dia bilang sedang ngincar aku. Jadi bukannya mengucap salam, aku malah langsung reflek bertanya, Bu. Maaf ya, Bu, aku lancang," sahur Neng Risma.Kemudian Neng Risma bertanya kepada Roni, "Ron, apa benar yang aku dengar tadi, kalau kamu menyukai aku? Dari sejak kapan, kamu suka sama aku, kok kamu tidak tau? Kenapa kamu nggak pernah berkata jujur sama aku, kalau kamu suka sama aku.""Aku malu, Risma karena aku sudah bukan perjaka lagi. Status aku udah beda, kini aku sudah menjadi duda. Aku takut kalau aku langsung mengatak
Wajah Neng Risma pun langsung terlihat semburat merah, saat aku dan Reno memintanya untuk berkata jujur, tentang perasaannya kepada Roni. Aku berharap Neng Risma juga mempunyai perasaan yang sama terhadap anakku dan ia bisa menerima status Reno yang sudah menjadi duda. Aku hanya ingi mereka berdua bisa menjadi pasangan yang bahagia di kemudian hari."Risma, ayo dong jawab! Bagaimana perasaan kamu kepadaku? Apakah kamu juga merasakan hal yang sama, dengan aku rasakan?" tanya Roni."Ih ... kok aku dikeroyok gini sih, Ibu juga malah memihak kepada Roni, aku nggak dibelain," ujar Neng Risma merajuk."Nggak apa-apa, Neng, Ibu tidak membela Neng di sini. Karena Ibu ingin Neng jujur dan Neng bisa mengatakan, kalau neng juga suka sama anak Ibu," jawabku.Neng Risma malah memelukku, wajahnya pun bertambah merah saja, seperti kepiting rebus. Mungkin ia malu karena kami ingin mendengar jawaban tentang perasaannya tersebut."Neng, asal Neng tahu ya, semenjak kalian dekat dulu. Ibu itu selalu berh
"Mas Romli, mau ngapain kamu datang ke sini," tanyaku kaget, saat melihat Mas Romli ada di depan rumah."Bu, kok Ibu kenal dengan orang ini, memangnya dia siapa," tanya Reno."Ibu! Kamu memanggil Reni ini Ibu, Nak? Apa kamu anaknya Reni? Siapa namamu? Karena Bapak tahu nama anaknya Reni," tanya Mas Romli kemudian.Reno pun menatap tajam padaku, ia seakan meminta jawaban tentang semua ini. Roni dan Risma juga menghampiri kami, sepertinya mereka juga penasaran, dengan apa yang akan dibicarakan oleh aku dan juga Mas Romli."Ini ada apa sih, Bu, kok jadi ribut-ribut begini? Coba tolong jelaskan, Pak! Bapak ini siapa dan ada keperluan apa datang kemari?" Roni to the point bertanya kepada Mas Romli."Maaf, kalau kedatangan Bapak mengganggu kalian. Sebenarnya Bapak datang ke sini untuk menemui mantan istri Bapak dan kedua anak laki-laki Bapak. Nama kedua anak bapak yaitu Roni dan Reno, apakah kalian berdua bernama Roni dan Reno?" Mas Romli bertanya sambil bolak-balik menatap kedua putranya
Aku benar benar tidak mengharapkan kedatangan Mas Romli, kalau hanya untuk menyakiti perasaan kami"Bu, kita bicaranya di dalam saja ya! Nggak enak rasanya, kalau kita berbicara di luar begini. Takutnya ada orang yang melihat dan mendengar pembicaraan kita ini," ajak Roni."Iya, Bu, lebih baik bicaranya di dalam saja supaya lebih nyaman," timpal Neng Risma.Kami semua pun akhirnya masuk ke dalam dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Kemudian Mas Romli pun memberitahu kami, tentang maksud kedatangannya tersebut. Kami semua pun mendengarkan apa yang diungkapkan oleh Mas Romli, tanpa mau mencela atau memotong pembicaraannya.Mas Romli menceritakan, kenapa Ia sampai meninggalkan kami waktu itu. Ternyata ia diminta oleh bosnya, supaya mau menikahi anaknya yang telah hamil. Sedangkan orang yang menghamilinya tidak bertanggung jawab. Karena dia iming-imingi oleh harta benda, Mas Romli pun tergiur dan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kami, demi perempuan yang lebih kaya tersebut
"Baiklah, aku akan menjawab pertanyaan kamu, Reno, biar kamu tidak harus bertanya terus." Neng Risma akhirnya angkat bicara."Nah ... begitu dong, Mbak! Terus apa yang akan menjadi jawaban, Mbak? Apakah Mbak akan menerima Mas Roni atau tidak," tanya Reno lagi.Ia terus saja mendesak Neng Risma, supaya Neng Rsma mau menjawab tentang perasaannya terhadap Roni. Neng Risma pun menarik nafas, lalu mengeluarkannya sebelum ia menjawab pertanyaan dari Reno. Kemudian ia pun membuka suara dan menjawab pertanyaan dari Reno."Iya, Reno, aku mau kok menerima perasaannya, Roni," sahut Neng Risma."Apa, Risma, aku kurang denger?" tanya Roni.Entah benar atau tidak, kalau ia tidak mendengar perkataan Neng Risma, hingga membuat ia bertanya lagi. Atau mungkin juga iya berpura-pura tidak mendengar supaya Neng Risma mengulangi perkataannya lagi."Ih masa sih, Ron, kamu nggak mendengar perkataanku. Masa iya sih aku harus ngulang lagi? Apa kamu sedang ngerjain aku ya," tanya Neng Risma.Ia seakan bisa mend
"Alhamdulillah, ya Bu, ternyata Mbak Risma mau menerima perasaannya Mas Roni.""Iya, Reno, Ibu juga merasa bersyukur," sahutku."Bu, aku lapar, Ibu tadi sudah masak kan ya, kita makan aja yuk, Bu!" ajak Reno."Apa tidak sebaiknya kita ajak Mas Roni dan Mbak Risma untuk makan bareng," tanyaku."Tapi sepertinya mereka sedang saling mengungkapkan isi hati mereka, Bu. Nanti kalau Reno ajak mereka makan bareng, malah Reno seakan mengganggu momen mereka lagi.""Ya sudah, kalau begitu kita makan duluan. Biar mereka berdua nanti menyusul," ujarku.Setelah itu kami berdua pun langsung mengambil piring, kemudian mengambil nasi serta lauk pauknya, lalu kami pun makan bersama, di meja makan yang ada di hadapan kami."Ibu, Reno, kok kalian makan nggak ngajak-ngajak kami sih! Tega banget kalian berdua tidak menawari kami," tegur Roni ketika ia datang menghampiri kami yang datang bersama Neng Risma."Maaf, Mas, kami memang sengaja tidak mengajak kalian makan bareng. Soalnya tadi itu kalian sedang