"Oh ... begitu ya, Bu. Tapi kan ada Roni yang sudah bekerja, masa Roni nggak mau membantu adiknya sih, Bu. Dulu dia sekolah hingga kuliah juga kan hasil jerih payah Ibu, masa iya sekarang Roni nggak bisa membantu Reno untuk biayanya," ujar Neng Risma."Roni sekarang sudah mempunyai istri, Neng. Ia juga butuh untuk menafkahi istrinya, dulu sih sebelum menikah sempet membiayai sekolah adiknya sampai lulus SMA. Tapi sekarang semenjak menikah, yang pegang gaji Roni ya istrinya. Apalagi mereka juga banyak kebutuhannya, Neng. Ibu juga jadi segan, kalau mau meminta sama istrinya," terangku.Risma manggut-manggut, saat mendengar jawabanku. Ia sepertinya paham dengan apa yang aku rasa. Kalau saja Risma tahu, tentang bagaimana tabiat istri Roni. Mngkin ia akan lebih paham lagi dengan apa yang aku rasa saat ini.Jangankan meminta untuk biaya kuliah Reno, uang yang diberikan Roni untuk makan sehari-hari pun tidak Wati berikan kepadaku. Padahal gaji Reno lumayan besar, satu bulannya Reno menetim
"Ibu, diam! Ibu jangan ikut campur, sebab ini tentang rumah tangga aku dan Mas Reno dan tidak ada sangkut pautnya dengan Ibu." Wati membentakku, ia nenatap nyalang ke arahku, ia seperti harimau yang akan menangkap mangsanya."Wati, jadi seperti itu kamu memperlakukan Ibuku. Kurang ajar kamu ya! Ternyata memang benar, kalau aku telah salah memilih istri. Tidak selayaknya kamu aku nikahi, serta menjadi Ibu dari anak-anakku. Aku menyesal tidak mendengarkan kata Ibuku, yang dulu tidak menyetujui saat aku akan menikahimu. Ternyata benar, kalau kamu bukan perempuan yang baik untukku. Apalagi aku sudah tahu, tentang semua kebusukanmu, Wati. Kamu itu seorang perempuan berhati iblis," murka Roni."Apa maksud kamu, Mas? Kebusukan apa yang kamu maksud," tanya Wati."Wati, kamu jangan berpura-pura bego deh! Kamu juga jangan pernah lagi menutupi apa-apa dariku karena aku sudah tahu, kalau sebenarnya anak dalam kandungan kamu itu bukanlah anakku. Aku sudah menemukan bukti pemeriksaan kamu kemar
"Mas, kok koperku kamu lempar sih? Nanti rusak tau, memangnya kamu mau ganti kalau koperku rusak? Kayak kamu mampu beli aja, ini itu koper mahal tau," ujar Wati sambil berjalan untuk memungut koper yang dilempar Roni."Lagian kamu kenapa masih diam saja? Bukannya aku sudah mengusir kamu ya, kenapa masih nggak pergi juga? Kamu itu maunya apa sih, Wati?" tanya Roni dengan membentak Wati.Baru kali ini aku baru melihat, Roni memarahi Wati. Padahal tadinya ia begitu tunduk kepada perempuan tersebut. Aku juga baru tahu, jika Roni marah bisa sekasar itu."Ayo, Wati, kamu segera pergi dari rumah Ibuku! Karena aku sudah muak melihat batang hidungmu," usir Roni lagi."Sebentar dong, Mas, aku lagi menghubungi pacarku dulu! Kamu yang sabar dong, kalau nggak mau mengantarku. Memangnya kamu mau mengantar aku sampai ke rumah orang tuaku," tanya Wati.Ia tidak tahu malu berkata seperti itu, padahal Roni sudah bilang muak melihatnya. Memang pada dasarnya Wati itu perempuan berwajah tebal. Ia tidak
"Alah ... itu sih Ibu hanya mau menakut-nakuti aku saja kan? Aku nggak percaya dengan semua itu, Bu, semua itu hanya tahayul," tepisnya."Sudah-sudah, jangan malah adu ucapan! Jangan malah saling menyangkal pembicaraan lagi, ayo sekarang kita berangkat, nggak ada gunanya juga terus berdebat!"Setelah Roni berkata seperti itu, kami semua pun keluar dari rumah. Roni yang mengunci rumah kemudian kami berangkat menggunakan mobil Roni. Sepanjang perjalanan tidak ada yang mengucapkan kata walau sepatah pun. Kami bertiga larut dalam imajinasi, serta pikiran kami masing-masing.Sekitar satu jam perjalanan, barulah Kami sampai ke sebuah rumah yang cukup megah. Kemudian Roni pun memencet klakson, lalu gerbang pun dibuka oleh seorang security. Kemudian Roni pun melajukan mobilnya untuk masuk ke halaman rumah megah tersebut, lalu ia pun memarkirkan mobilnya di depan rumah megah tersebut."Tuh lihat, Bu, rumah orang tuaku. Jauh sekali kan perbedaannya antara rumah Ibu dengan rumah orang tuaku? Di r
"Maaf, Mamanya Wati untuk urusan itu biar Roni saja yang bicara langsung dan menjelaskan apa maksud kedatangan kami saat ini. Karena ini menyangkut rumah tangga anak kita," sahutku."Iya, Mah, biar Roni yang menjelaskannya. Tapi Papa kemana ya? Sebab apa yang akan Roni bicarakan harus disaksikan oleh Papa langsung." ujar Roni.Wajah mamanya Wati pun langsung berubah, dahinya pun mengernyit tanda tidak paham dengan apa yang dikatakan Roni."Maksud kamu apa, Roni? Kenapa harus disaksikan oleh papanya Wati segala? Papanya Wati memang ada, tapi dia sedang istirahat di kamar. Memang apa sih yang akan kamu bicarakan, sepertinya penting sekali," tanya mertua Roni, yang kini bahkan telah menjadi mantan."Iya, Mah, ini memang sangat penting, makanya Papa harus tahu. Roni minta tolong sama Mama, supaya bisa membangunkan Papa. Sebab Roni ingin bicara sama beliau," pinta Roni."Ya sudah tunggu sebentar, kamu ini menyusahkan banget sih, Reno. Padahal tinggal ngomong saja, Roni, ngapain sampai haru
"Sudahlah, Pah, jika memang Wati tidak mau menjawab nggak usah ditanya lagi. Kalau memang Wati-nya tidak mau menjelaskan semuanya, aku ada buktinya kok tentang semua yang aku bilang tadi. Karena apa yang aku katakan itu, memang itulah kenyataan yang terjadi. Ini Pah, Mah, bukti kongkrit yang bisa aku berikan kepada kalian, jika memang Papa dan Mama tidak percaya dengan ucapanku." Roni memberikan handphone yang sudah ada rekaman CCTV, yang diberikan oleh Reno, serta surat pemeriksaan Wati tempo hari. Roni memberikan gawainya kepada orang tua Wati, kemudian Papanya Wati yang menerimanya."Mas, bukti apa yang kamu berikan kepada Papa? Jangan bilang itu rekaman CCTV dari Reno ya," tanya Wati dengan mata melotot kepada Roni.Sepertinya ia tidak mau, jika orang tuanya tahu apa yang ya perbuat sewaktu dia masih tinggal di rumahku."Ya memang rekaman dari Reno kok, yang aku berikan kenapa Papa dan Mama. Kenapa, Wati, apa kamu tidak senang?" tanya balik Roni."Kamu kok kurang ajar sih, Mas, m
Sepertinya ia juga takut, kalau suaminya juga akan memarahi dia. Rupanya baik Wati maupun Mamanya akan melempem, jika berhadapan langsung dengan papanya Wati, yang ternyata Papanya Wati orang baik. Ia tidak seperti Wati dan juga mamanya, yang selalu menilai orang dari harta dan Tahta."Kalau memang seperti itu, Roni, Papa tidak akan menyalahkan kamu. Kamu berhak menalak Wati karena apa yang dilakukan Wati memang sudah di luar batas. Jadi apa yang kamu lakukan itu sudah benar, Nak," ujar Papanya Wati."Terima kasih, Pah, kalau Papa telah mengerti dengan apa yang Roni lakukan. Jujur Roni melakukan semua ini juga karena Roni benar-benar kecewa kepada Wati. Ia tidak jujur kepada Roni, pada saat kami akan menikah dan setelah menikah, Wati malah memperlakukan Ibuku layaknya seorang pembantu. Makanya kesabaran Roni pun habis, jadilah Roni menalak Wati sekarang. Maafkan Roni, ya Pah, barangkali apa yang Roni lakukan ini melukai hati Papa. Karena Roni tau, kalau Papa itu orang baik, Papa juga
"Neng Risma, kamu ada di sini juga ternyata. Neng Risma sama siapa di sini," tanyaku begitu melihat yang menegurku ternyata adalah Neng Risma."Aku di sini bareng teman-teman, Bu, tadi temen-temenku minta ketemuan di rumah makan ini. Katanya mereka kangen sama aku, padahal aku sudah mengundang mereka ke acara syukuran besok. Tapi tetap saja mereka mau ketemuan sekarang di rumah makan ini. Mereka bilang, kalau acara syukuran kan besok. Sedangkan mereka pengen ketemunya sekarang, jadi ya sudah Risma datang saja ke rumah makan ini karena Risma juga kangen sama mereka. Eh pas mau ke kamar kecil, ternyata malah bertemu Ibu dan Roni juga di sini," terang Neng Risma.Ia menceritakan dengan siapa ia berada di rumah makan ini dan sedang ada acara apa."Oh jadi seperti itu, ya Neng. Ya sudah kalau begitu, silakan lanjutkan mau ke kamar mandinya! Ibu sama Roni juga sedang mencari meja kosong untuk makan bareng di sini,""Jadi Ibu sama Roni sedang mencari meja kosong ya? Itu di sana tepat di seb
"Wa ... Wati ...," lirihku."Iya, Mas, itu benar Mbak Wati. Tapi kok ia mau ngapain datang ke sini, bahkan datang sepagi ini di sini? Apa kamu memintanya supaya datang ke sini ya, Mas?" tanya Risma dengan raut wajah yang nampak curiga terhadapku."Sayang, kamu itu ngomong apaan sih? Mana mungkin, Mas meminta Wati datang ke sini! Lagian untuk apa coba, Mas menyuruhnya datang? Kamu mah ada-ada saja, Yang," sahutku berusaha memberi penjelasan kepada Risma, kalau aku tidak tahu-menahu tentang kedatangan Wati ke hotel tempat menginap kami."Lalu untuk apa dia datang ke sini dan dari mana dia tahu kalau kita ada di sini?" tanya Risma lagi, seakan tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan."Ya mana Mas tahu, Sayang. Mungkin dia sengaja datang ke hotel ini karena ada urusan sendiri, bukan mau menemui Mas," pungkirku lagi.Karena memang kenyataannya aku tidak ada urusan dengan Wati, apalagi sampai menyuruhnya untuk datang ke hotel tempat bulan madu aku dan Risma. Aku juga sebenarnya
"Nggak kok, Mbak. Aku nggak kedinginan, sebab aku berdua ma suami. Mungkin Mbak kedinginan karena Mbaknya sendirian," sahut Risma, sambil tangannya menggandeng erat tanganku."Hee ... He, iya kali ya, Mbak" ujar perempuan tersebut, sambil terkekeh dan kembali mengerlingkan matanya padaku.Karena aku takut khilaf, lalu aku pun menjauh dari wanita tersebut. Kini Risma lah, yang berada di samping wanita genit itu. Karena aku tidak mau istriku salah paham nantinya, sebab wanita ini sudah berani menggodaku, padahal kami baru saja bertemu.Aku tidak mau karena wanita yang tidak jelas ini, keharmonisan rumah tanggaku yang baru saja aku bangun akan menguap begitu saja. Sementara sangat susah mencari wanita seperti Risma ini. Mungkin hanya ada beberapa saja, wanita yang nyaris sempurna seperti Risma. Risma istriku bukan hanya cantik rupa, serta postur tubuhnya yang menggoda, tetapi ia juga memiliki hati yang baik. Dan yang paling utama, ia sangat menyayangi Bapak ibuku, yang merupakan me
Season 2"Mas, alhamdulillah ya, acara pernikahan kita berjalan dengan lancar. Semoga saja pernikahan kita ini langgeng dan bisa menjadi keluarga yang SAMAWA ya, Mas!" Risma berkata, saat aku baru saja duduk di atas kasur dan berada di sampingnya. "Iya, Sayang, semoga ya," ucapku, sambil mengusap pucuk kepala wanita, yang baru tadi siang aku jadikan dia istri. Ia membuka percakapan, setelah aku selesai bersih-bersih dan berganti pakaian dan bersiap untuk tidur. Ini adalah kali pertama aku bisa tidur bersamanya, setelah hampir satu tahun lamanya kami menjalin kasih.Walaupun aku sudah pernah menjalani pernikahan, dengan istri pertamaku yang bernama Wati. Tapi tetap saja dadaku berdegup kencang, saat akan menjalani ritual malam pertama seperti sekarang ini. Risma pun aku lihat sudah siap, bahkan ia bepenampilan seksi seakan sengaja menggodaku. Ia bahkan begitu manja padaku, membuat napasku bertambah sesak dibuatnya."Mas, apa kamu sakit? Kok kamu keluar keringat dingin begitu, bahk
Bab 42"Iya, Marni, ada apa lagi kamu menelponku? Bukannya sudah jelas ya, kalau kita itu sudah tidak sepaham!" Mas Romli berkata dengan nada tinggi.Rupanya yang meneleponnya barusan adalah istrinya, yang kemarin melabrak keluargaku untuk meminta apa yang sudah diberikan Mas Romli untuk Roni dan Reno. Aku dan kedua anakku yang sedang sarapan sampai berhenti, kami bertiga malah fokus mendengarkan Mas Romli, yang sedang berbicara dengan istrinya.Kami bertiga fokus melihat gerak-gerik Mas Romli, yang bicaranya dengan begitu emosi. Aku yang tadinya tidak tahu permasalahannya kini menjadi tahu. Ternyata Mas Romli saat ini sedang ada permasalahan dengan istrinya. Pantes aja pagi-pagi ia sudah ada di rumahku, padahal seharusnya saat ini ia sedang sarapan bersama keluarganya. "Pokoknya aku tidak mau, Marni! Karena apa yang telah aku berikan itu adalah hak kedua anakku. Mereka itu sudah sepantasnya mendapatkan semua itu, apalgi aku telah menelantarkan mereka demi kamj. Jadi sudah sepantasny
"Itu lho, Mas, mereka berdua berbeda sifat dan karakternya. Mbak Risma itu orangnya baik dan juga sopan, sama Ibu juga sayang banget. Ia juga bahkan tidak segan mau membantu Ibu. Sedangkan Mbak Wati kebalikkannya," sahut Reno menjelaskan."Oh ... tentang itu, aku kira apaan? Apa yang kamu bilang memang benar, Reno. Wati dan Risma itu dua orang yang karakternya berbanding terbalik. Sayang sekali memang, aku baru bisa mengungkapkan perasaan akunya sekarang. Tapi aku masih beruntung, Ren, sebab sampai saat ini Risma-nya ternyata belum menjadi milik siapa-siapa." Roni membenarkan perkataan adiknya tersebut. Memang benar adanya, jika Neng Risma itu istimewa, sebab aku sudah merasakan sendiri bagaimana baiknya dia, serta rasa pedulinya padaku. Aku akan merasa sangat bahagia, jika memang dia bisa bersanding dengan Roni dan menjadi menantuku. "Hayo, kalian sedang ngomongin apa? Sedang ngomongin aku ya," tanya Neng Risma, yang nongol dari pintu dapur."Is, siapa yang sedang ngomongin kamu s
"Maaf, Bu, Ibu ini siapa ya? Kok Ibu berani sekali berteriak dan berkata kasar di depan rumah kami," tanya Roni."Siapa kamu berani berkata seperti itu? Apa kamu anaknya Mas Romli, yang dari mantan istrinya? Aku ini istrinya Mas Romli, aku mau minta sama keluarga mantan istri suamiku, supaya mengembalikan semua harta benda yang diberikan olehnya. Karena itu hak aku dan juga anakku," ujarnya dengan raut muka yang penuh emosi."Maaf ya, Bu, tapi apa yang diberikan Bapak untuk kami itu hak kami! Karena selama ini beliau tidak pernah memberikan kami nafkah sedikitpun, terhitung dari semenjak Bapak menikahi Ibu." Roni menjawab ucapan perempuan, yang memang istrinya Mas Romli.Mendengar perkataan Roni, perempuan itu semakin tidak terkontrol. Ia malah berteriak-teriak tidak karuan, sehingga membuat para tetanggaku datang untuk melihat perdebatan ini. Aku pun berbisik kepada Reno, supaya ia menelepon Bapaknya dan memberitahu Mas Romli, kalau ada istrinya sedang membuat rusuh."Bu Reni, ini a
"Risma, nanti Mas jelaskan semuanya, kenapa Wati bisa ada di sini ya. Sekarang kita masuk dulu yuk, ada teman Mas juga di dalam. Ia yang merupakan pemilik rumah ini," ajak Roni.Neng Risma pun ikut masuk, padahal Sepertinya ia mau pergi. Mungkin ia merasa penasaran, dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pas masuk ke rumah, ternyata masih ada perabotan rumah walaupun sudah tidak lengkap. Tapi paling tidak rumahnya tidak terlalu kosong saat akan ditempati, sebab keluarga Wati hanya membawa koper saja.Ruangannya juga luamayan luas, ruang tamu saja sekitar tiga kali empat meter, sedangkan kamar masing empat meter persegi. Kamarnya juga ada tiga, jadi keluarga Wati bisa leluasa menempati rumah ini, wakaupun tidak semegah dan semewah rumah mereka sebelumnya. Tetapi rumah ini juga lebih besar, jika dibanding dengan rumahku."Roni, kebetulan rumah ini selalu dibersihkan setiap hari, jadi sudah bisa langsung ditempati ya rumahnya," ungkap pemilik rumah yang aku tidak tahu namanya siapa."Oh i
Aku pun menengok ke arah suara tersebut dan begitu kagetnya aku, saat melihat ternyata yang memanggil Roni adalah Neng Risma. Ia berjalan menuju ke arah kami."Neng Risma, kamu ada di sini?" tanyaku."Iya, Bu, barusan aku lewat sini dan melihat ada mobil Mas Roni, makanya aku samperin," sahut Neng Risma, kemudian ia balik bertanya padaku, "oh iya, Bu, ngapain kalian ada di sini?"Baru saja aku mau menjawab pertanyaan Neng Risma, Wati malah keluar sambil memanggil Roni. Aku melihat raut muka Neng Risma langsung berubah drastis, tadinya ia begitu sumringah. Tapi saat ia melihat Wati keluar, sambil memanggil Roni. Neng Risma langsung terdiam, serta wajahnya berubah muram.Roni pun sepertinya kikuk, saat keadaan begini. Ia ketahuan oleh Neng Risma sedang bersama Wati, walau niatnya hanya sekedar menolong. Tapi pikiran Neng Risma mungkin berbeda persepsi, saat melihat Wati bisa bersama mantan istrinya. Karena aku juga pasti berpikir hal yang sama, jika melihat kekasih kita bisa bersama ma
"Aku dan keluargaku telah tertipu, Bu. Mungkin semua ini terjadi sebagai teguran, terutama untukku karena selama ini aku selalu menghina dan merendahkan Ibu dan juga keluarga Ibu. Kini kami sudah tidak punya apa-apa lagi, semuanya habis seketika hingga tak bersisa. Rumah, perusahaan Papa dan semua aset sudah di sita oleh pihak Bank. Kami sekarang jatuh miskin, Bu," terang Wati."Innalilahi ... kok bisa sih, Wati, memangnya kenapa? Kenapa semuanya disita pihak Bank?" tanyaku lagi.Wati pun menjelaskan semuanya, jika ia dan keluarganya telah tertipu oleh Bapak dari janin yang sedang dikandungnya yang bernama Faisal. Ternyata pria yang kini telah berstatus suaminya Wati itu seorang penipu kelas kakap. Ia sudah sering menipu orang-orang kaya dan bukan cuma Wati dan keluarganya yang menjadi korban. Tapi ternyata juga sudah banyak perempuan yang menjadi korban Faisal tersebut. Bahkan diantara mereka, katanya rata-rata sudah pernah ditiduri oleh Faisal.Tapi hanya Wati yang sampai hamil da