"Ibu, diam! Ibu jangan ikut campur, sebab ini tentang rumah tangga aku dan Mas Reno dan tidak ada sangkut pautnya dengan Ibu." Wati membentakku, ia nenatap nyalang ke arahku, ia seperti harimau yang akan menangkap mangsanya."Wati, jadi seperti itu kamu memperlakukan Ibuku. Kurang ajar kamu ya! Ternyata memang benar, kalau aku telah salah memilih istri. Tidak selayaknya kamu aku nikahi, serta menjadi Ibu dari anak-anakku. Aku menyesal tidak mendengarkan kata Ibuku, yang dulu tidak menyetujui saat aku akan menikahimu. Ternyata benar, kalau kamu bukan perempuan yang baik untukku. Apalagi aku sudah tahu, tentang semua kebusukanmu, Wati. Kamu itu seorang perempuan berhati iblis," murka Roni."Apa maksud kamu, Mas? Kebusukan apa yang kamu maksud," tanya Wati."Wati, kamu jangan berpura-pura bego deh! Kamu juga jangan pernah lagi menutupi apa-apa dariku karena aku sudah tahu, kalau sebenarnya anak dalam kandungan kamu itu bukanlah anakku. Aku sudah menemukan bukti pemeriksaan kamu kemar
"Mas, kok koperku kamu lempar sih? Nanti rusak tau, memangnya kamu mau ganti kalau koperku rusak? Kayak kamu mampu beli aja, ini itu koper mahal tau," ujar Wati sambil berjalan untuk memungut koper yang dilempar Roni."Lagian kamu kenapa masih diam saja? Bukannya aku sudah mengusir kamu ya, kenapa masih nggak pergi juga? Kamu itu maunya apa sih, Wati?" tanya Roni dengan membentak Wati.Baru kali ini aku baru melihat, Roni memarahi Wati. Padahal tadinya ia begitu tunduk kepada perempuan tersebut. Aku juga baru tahu, jika Roni marah bisa sekasar itu."Ayo, Wati, kamu segera pergi dari rumah Ibuku! Karena aku sudah muak melihat batang hidungmu," usir Roni lagi."Sebentar dong, Mas, aku lagi menghubungi pacarku dulu! Kamu yang sabar dong, kalau nggak mau mengantarku. Memangnya kamu mau mengantar aku sampai ke rumah orang tuaku," tanya Wati.Ia tidak tahu malu berkata seperti itu, padahal Roni sudah bilang muak melihatnya. Memang pada dasarnya Wati itu perempuan berwajah tebal. Ia tidak
"Alah ... itu sih Ibu hanya mau menakut-nakuti aku saja kan? Aku nggak percaya dengan semua itu, Bu, semua itu hanya tahayul," tepisnya."Sudah-sudah, jangan malah adu ucapan! Jangan malah saling menyangkal pembicaraan lagi, ayo sekarang kita berangkat, nggak ada gunanya juga terus berdebat!"Setelah Roni berkata seperti itu, kami semua pun keluar dari rumah. Roni yang mengunci rumah kemudian kami berangkat menggunakan mobil Roni. Sepanjang perjalanan tidak ada yang mengucapkan kata walau sepatah pun. Kami bertiga larut dalam imajinasi, serta pikiran kami masing-masing.Sekitar satu jam perjalanan, barulah Kami sampai ke sebuah rumah yang cukup megah. Kemudian Roni pun memencet klakson, lalu gerbang pun dibuka oleh seorang security. Kemudian Roni pun melajukan mobilnya untuk masuk ke halaman rumah megah tersebut, lalu ia pun memarkirkan mobilnya di depan rumah megah tersebut."Tuh lihat, Bu, rumah orang tuaku. Jauh sekali kan perbedaannya antara rumah Ibu dengan rumah orang tuaku? Di r
"Maaf, Mamanya Wati untuk urusan itu biar Roni saja yang bicara langsung dan menjelaskan apa maksud kedatangan kami saat ini. Karena ini menyangkut rumah tangga anak kita," sahutku."Iya, Mah, biar Roni yang menjelaskannya. Tapi Papa kemana ya? Sebab apa yang akan Roni bicarakan harus disaksikan oleh Papa langsung." ujar Roni.Wajah mamanya Wati pun langsung berubah, dahinya pun mengernyit tanda tidak paham dengan apa yang dikatakan Roni."Maksud kamu apa, Roni? Kenapa harus disaksikan oleh papanya Wati segala? Papanya Wati memang ada, tapi dia sedang istirahat di kamar. Memang apa sih yang akan kamu bicarakan, sepertinya penting sekali," tanya mertua Roni, yang kini bahkan telah menjadi mantan."Iya, Mah, ini memang sangat penting, makanya Papa harus tahu. Roni minta tolong sama Mama, supaya bisa membangunkan Papa. Sebab Roni ingin bicara sama beliau," pinta Roni."Ya sudah tunggu sebentar, kamu ini menyusahkan banget sih, Reno. Padahal tinggal ngomong saja, Roni, ngapain sampai haru
"Sudahlah, Pah, jika memang Wati tidak mau menjawab nggak usah ditanya lagi. Kalau memang Wati-nya tidak mau menjelaskan semuanya, aku ada buktinya kok tentang semua yang aku bilang tadi. Karena apa yang aku katakan itu, memang itulah kenyataan yang terjadi. Ini Pah, Mah, bukti kongkrit yang bisa aku berikan kepada kalian, jika memang Papa dan Mama tidak percaya dengan ucapanku." Roni memberikan handphone yang sudah ada rekaman CCTV, yang diberikan oleh Reno, serta surat pemeriksaan Wati tempo hari. Roni memberikan gawainya kepada orang tua Wati, kemudian Papanya Wati yang menerimanya."Mas, bukti apa yang kamu berikan kepada Papa? Jangan bilang itu rekaman CCTV dari Reno ya," tanya Wati dengan mata melotot kepada Roni.Sepertinya ia tidak mau, jika orang tuanya tahu apa yang ya perbuat sewaktu dia masih tinggal di rumahku."Ya memang rekaman dari Reno kok, yang aku berikan kenapa Papa dan Mama. Kenapa, Wati, apa kamu tidak senang?" tanya balik Roni."Kamu kok kurang ajar sih, Mas, m
Sepertinya ia juga takut, kalau suaminya juga akan memarahi dia. Rupanya baik Wati maupun Mamanya akan melempem, jika berhadapan langsung dengan papanya Wati, yang ternyata Papanya Wati orang baik. Ia tidak seperti Wati dan juga mamanya, yang selalu menilai orang dari harta dan Tahta."Kalau memang seperti itu, Roni, Papa tidak akan menyalahkan kamu. Kamu berhak menalak Wati karena apa yang dilakukan Wati memang sudah di luar batas. Jadi apa yang kamu lakukan itu sudah benar, Nak," ujar Papanya Wati."Terima kasih, Pah, kalau Papa telah mengerti dengan apa yang Roni lakukan. Jujur Roni melakukan semua ini juga karena Roni benar-benar kecewa kepada Wati. Ia tidak jujur kepada Roni, pada saat kami akan menikah dan setelah menikah, Wati malah memperlakukan Ibuku layaknya seorang pembantu. Makanya kesabaran Roni pun habis, jadilah Roni menalak Wati sekarang. Maafkan Roni, ya Pah, barangkali apa yang Roni lakukan ini melukai hati Papa. Karena Roni tau, kalau Papa itu orang baik, Papa juga
"Neng Risma, kamu ada di sini juga ternyata. Neng Risma sama siapa di sini," tanyaku begitu melihat yang menegurku ternyata adalah Neng Risma."Aku di sini bareng teman-teman, Bu, tadi temen-temenku minta ketemuan di rumah makan ini. Katanya mereka kangen sama aku, padahal aku sudah mengundang mereka ke acara syukuran besok. Tapi tetap saja mereka mau ketemuan sekarang di rumah makan ini. Mereka bilang, kalau acara syukuran kan besok. Sedangkan mereka pengen ketemunya sekarang, jadi ya sudah Risma datang saja ke rumah makan ini karena Risma juga kangen sama mereka. Eh pas mau ke kamar kecil, ternyata malah bertemu Ibu dan Roni juga di sini," terang Neng Risma.Ia menceritakan dengan siapa ia berada di rumah makan ini dan sedang ada acara apa."Oh jadi seperti itu, ya Neng. Ya sudah kalau begitu, silakan lanjutkan mau ke kamar mandinya! Ibu sama Roni juga sedang mencari meja kosong untuk makan bareng di sini,""Jadi Ibu sama Roni sedang mencari meja kosong ya? Itu di sana tepat di seb
"Iya, Mas," sahut Reno.Kami pun kembali fokus, dengan makanan yang ada di piring kami masing-masing. Roni dan Reno sampai nambah nasi, sebab lauknya masih ada, serta mereka belum merasa kenyang. Sedangkan aku makan seperti biasa, cukup dengan satu cungkil nasi saja sudah kekenyangan, makanya badanku tidak pernah naik kiloannya.Ternyata teman-teman Neng Risma juga sudah selesai makannya, bahkan sudah selesai dibayarnya. Kemudian mereka semua sedang bersiap-siap untuk pulang. Setelah itu mereka pun akhirnya pamit kepada kami, tidak lupa menyalamiku secara takzim."Bu, Risma sama teman-teman pulang dulu ya, besok jangdn lupa datang. Assalamualaikum," ucap Neng Risma yang pamit terakhir."Iya, Neng, silakan! Kalian semua hati-hati ya," pesanku.Mereka pun menjawab dengan kompak, mengiyakan pesanku tersebut, hingga membuat orang-orang yang ada di sana pun menengok ke arah kami. Andai saja salah satu diantara mereka menjadi menantuku, mungkin aku pasti merasa sangat beruntung.Setel