Share

Kejutan

Penulis: HaluMutu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apa ini jawaban dari kesedihanku selama ini? Tidak, ini uang bukan uangku, bukan hakku. Aku harus menyimpannya, aku harus cari tahu pada si alfaqir ini."

Aku pun membereskan semua barang-barangku dan memilih merehatkan badan, melepas penat, terutama melepas mendung pekat yang menyelimuti hati ini.

"Mas Agha, di mana kamu, Mas. Ayo lah cepet pulang. Kamu akan mencariku kan jika kamu sampai di tanah kelahiran kita ini. Aku akan cerita semuanya, Mas. Saat itu kamu akan memilih dan mulai mengambil sikap, jika aku dianggap akan menguasai hartamu, itu salah, Mas. Semua uang yang kamu kirimkan diambil ibu."

Kala itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ibu meminta paksa uang kiriman Mas Agha, seribu rupiah pun aku tidak diberi bagian. Aku dilarang untuk mengadukan semuanya sama Mas Agha, jika tidak maka aku akan diusir dari rumah itu.

"Tragis sekali, pada kenyataannya. Aku pun terbuang saat ini."

Mati mungkin lebih ringan bagiku saat ini, tidur saja masih bisa berpotensi mimpi buruk, walau kenyataan itu lebih buruk dari mimpi paling menakutkan.

"Apa yang akan aku lakukan besok? Tidak mungkin aku selalu diam. Jika aku diam, maka orang-orang akan memanfaatkanku."

Tidur terasa begitu singkat, saat bangun aku buru-buru mengecek bingkisan cokelat yang kutemui kemarin sore.

Alhamdulillah masih ada, sekarang saatnya aku bersiap, lalu mencari alfaqir. Entah alfaqir itu adalah namanya, atau mungkin hanya sebatas nama samaran saja.

Tok tok tok

Siapa yang akan mengetuk pintu pagi-pagi buta seperti ini. Aku bergegas menuju pintu, kuputar gagangnya dan saat daun pintu terbuka ternyata tidak ada siapa-siapa di sana. Aku teliti lagi, benar tidak ada siapa-siapa.

Saat aku hendak menutup pintu, tiba-tiba tidak sengaja aku menendang lemah sebuah kotak kecil.

"Apa lagi ini? Rumah ini yang serem, apa mungkin ini keberuntungan bagi setiap penghuni baru kontrakan ini, ya."

Tidak mau ambil pusing, aku pun meraih kotak tersebut. Saat kubuka, ternyata ponsel iPhone keluaran terbaru. Tentu aku terbelalak, siapa yang telah mengirimkan ini.

Aku buru-buru masuk ke dalam rumah, ternyata isinya tidak hanya ponsel, lengkap dengan surat petunjuk di dalamnya.

"Alfaqir."

"Alfaqir lagi, siapa sih orang ini. Kenapa dia sepertinya semisterius ini."

'Gunakan ponsel ini jika kamu membutuhkan, dan ingat, ini adalah hakmu. Kamu tidak perlu ragu ataupun berpikir berkali-kali untuk menggunakannya. Hubungi aku jika kamu perlu sesuatu."

Apa mungkin ini Mas Agha, ya. Tapi kurasa tidak mungkin, ini bukan nomornya. Aku ingat betul angka akhiran nomor ponsel Mas Agha, tetapi aku lupa berapanya. Sehingga aku tidak bisa menghubungi dia.

Semua yang terjadi saat ini, tidak lah pernah aku bayangkan sehingga aku harus susah payah menghapal nomor suamiku. Aku tidak pernah membayangkan, ternyata mertua dan adik iparku setega itu padaku.

"Mas Agha, kamu di mana, Mas."

Beberapa jam merenung, aku mulai mengaktifkan ponsel yang baru saja kuterima. Tentu sebelumnya aku masih berpikir berkali-kali apakah aku harus menggunakannya atau tidak.

"Bismillah. Semoga alfaqir ini bisa memberiku celah terang mengenai semua ini."

Tut tut tut

Tidak ada jawaban, sembari menunggu aku berniat untuk membuka medsosku. Payah sekali, aku gagal masuk. Apa mungkin akunku sudah diubah oleh adik iparku, ya. Bagaimana ini.

Aku mencoba membuat akun baru, aku harus berusaha menghubungi Mas Agha, minimal aku akan mencari nomor untuk bisa menghubunginya.

"Widya, jika kamu merasa pintar, maka lihat saja, aku akan jauh lebih pintar."

Belum juga aku melanjutkan proses pencarian, aku dikejutkan dengan status adik iparku itu. Tentu aku stalking secara diam-diam. Dia memasang status bahwa aku telah meninggalkan Mas Agha? Tentu di sana banyak sekali tetangga-tetangga yang berkomentar miring tentangku.

Tidak menjadi masalah bagiku jika kiranya aku dibuang, aku bisa terima. Namun, statusku masih sah sebagai istri Mas Agha, bagaimana bisa Widya menyebarkan isu-isu seperti itu.

Jariku geram untuk ikut memberikan komentar, ingin sekali mengungkap kebenaran yang sesungguhnya. Namun, apalah daya, sekarang suasana masih sangat tidak memungkinkan. Yang ada, nanti aku malah akan semakin mendapatkan hujatan. Mungkin tuk saat ini sebaiknya aku diam.

Bab terkait

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Rahim Subur?

    Terdengar salam dari seberang, dari suaranya aku tidak asing. Bukan berarti hapal, tetapi aku pernah mendengar pemilik suara itu. "Afwan, apa benar ini dengan Alfaqir?" "Iya, saya orang itu. Saya hanya mau mengatakan itu uang satu milyar adalah hak kamu. Dan bukan hanya itu, masih banyak lagi yang akan saya berikan sesuai wasiat seseorang.""Seseorang? Siapa, ya?" "Maaf, menurut wasiatnya, saya tidak bisa memberitahu sekarang.""Oh, baik, terima kasih." Kututup sambungan telepon untuk menghitung jumlah uang, apa benar nominalnya sesuai dengan yang dikatakan. "Allahu akbar, ini benar." Mataku tak henti-hentinya berkaca-kaca. Aku jadi teringat perihal konsultasi masalah rahimku. Apa ada masalah sehingga setelah tiga tahun menikah aku tak kunjung memiliki anak. Sejak dulu aku tidak punya uang untuk konsul ke dokter, sementara ibu mertuaku selalu mencegatku jika aku hendak mengatakan itu pada Mas Agha.

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Akan Dipakai

    *Pantas saja jika Agha memilih menikah lagi di sana. Jika istrinya saja tidak bisa memberikan dia anak.*Betul, Jengsay. Biarkan saja Agha menikah lagi, dia pasti akan segera memiliki keturunan. *Apalagi istrinya yang sekarang modis, molek, tidak seperti si ono yang tidak tahu selera suami. *Hus, awas ononya, kan bisa berabe kite. Aku menggeleng melihat isi komentar berbalas di story adik iparku. Aku tahu, salah satu pemilik akun itu adalah ibu mertuaku. Itupun aku tidak tahu hp siapa yang dipakai, bisa saja ponselku sebab sebelum itu ibu mertuaku tidak memiliki ponsel pribadi. "Sebentar, Mas Agha sudah menikah lagi?" Tersebab penasaran, aku menscroll status Widya pasti aku akan menemukan sesuatu. Dan ternyata benar, itu Mas Agha dia sedang bergandengan tangan dengan mempelai wanita. "Ah, mungkin saja dia adalah temannya. Mana mungkin Mas Agha akan berbuat seperti itu." Berbagai sangkaan positif aku pasan

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Bikin Malu Pelakor

    Dor dor dor"Mutia, keluar kamu. Mutia," seseorang memekik dari luar seiring pintu yang terus digedor. "Iya sebentar." Aku sibuk merapikan pakaianku, dan memutar gagang pintu dengan tangan yang lain. "Ibuk?" Wanita paruh baya itu menatapku tajam dengan tangan berkacak pinggang. Ia menerobos masuk ke dalam walau tanpa aku persilakan. Aku hanya bisa mengelus dada. "Mutia, ingat, ya. Kamu masih punya hutang sama saya," ujarnya. Aku mengernyitkan dahi, selama aku hidup dan menikah dengan Mas Agha, belum pernah tahu bagaimana rasanya berhutang. Minimal aku menahan perut jika lapar sedang melanda. "Utang apa, Buk?" "Gini, ya. Sekarang kan semua BBM naik nih. Dan kamu, sekarang sudah bukan istri Agha lagi, jadi semua fasilitas yang pernah kamu pakai selama di rumah saya, saya minta. Sini bayar.""Oh iya lupa, kamu kan miskin. Mana ada kamu punya uang. Dan lagi, kamu hidup sebatang kara. Saudara mana yang mau belas kasihan buat ngebantuin

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Pertolongan?

    "Maaf, Mbak. Bulu matanya hampir copot, awas jatuh nanti bisa hilang. Eman-eman, mahal kan." Wajahnya memerah, dan kini gantian Mas Agha yang memandanginya. Mungkin ia perlu korektor sepertiku sehingga bisa tampil lebih elegan lagi. Berhias si boleh menurutku, tapi bukannya dandanan itu terlalu menor. Aku tertawa di balik wajah yang berusaha kutata sedemikian santai. "E-em. Mas Agha mau ngomong apa?" tanyaku pada satu-satunya laki-laki yang pernah kuputuskan padanya hati ini akan berlabuh. Melihat dia akan sedikit ragu, aku menoleh ke arah wanita di sampingnya. Aku mengangguk paham, lalu pamit untuk berlalu. "Mutia, kamu mau ke mana?" Aku menghentikan langkahku, untuk apa dia bertanya. Apa masih ada urusan, masih penting kah diriku baginya saat ini. Dengan tetap memperhatikan tatakrama berbicara, aku menoleh untuk menjawab. "Mau nganterin ini ke panti asuhan, Mas." "Kenapa gak pakai mobil aja?

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   150 Juta?

    "Ibrahim itu siapa, Buk?" "Dia salah satu aktivis dakwah di desa sebelah, dia sering ke sini untuk menyumbang dan sesekali mengecek keadaan anak-anak di sini." Aku mengangguk pelan, masih ada ternyata laki-laki yang berhati mulia. Adakah mertua baik yang tersisa untukku? Kurasa tidak ada, atau mungkin ini adalah bagianku. "O iya, gimana rumah tangga kamu sama Agha?" DegHatiku bercampur aduk, aku harus jawab bagaimana. Susah sekali untuk menjabarkannya. Ditinggal saat diri ini sangat-sangat menyayanginya. Dalam kesetiaan, kesetiaan yang dibalas sembilu."Sudah tidak ada, Buk. Menikah dengannya hanya menjadikan saya harus mencicipi pahitnya masa iddah."Wajah Bu Hanik berusaha, seakan ia merasa tak enak. "Maafkan ibu ya, Nak. Ibuk tidak tahu jika ternyata perangai laki-laki itu seperti itu. Dulu ibu yakin dia akan membahagiakanmu," lirih Bu Hanik sembari meremas tanganku. Aku mengulas senyum, tidak masalah.

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Bingkisan Apa Lagi?

    "Bingkisan apa lagi ini?" Aku mengleng kotak dengan sampul warna ungu di tangan, siapa sebenarnya yang sangat suka mengirimkan kotak-kotak misterius ini. Aku boleh membukanya? Semoga saja bukan orang iseng sehingga mengisi kotak ini dengan ular atau sebagainya. "Tidak, tidak ada desis." Pikiranku traveling, tidak mungkin ini uang lagi. Uang yang kemarin itu sudah terlalu banyak. "Eh, Mutia. Kebetulan sekali. Dari kemarin itu banyak banget yang nyariin kamu. Nanyain alamat kamu. Mutia Zahira. Jadi saya tunjukkan alamat rumah ini. Tidak apa-apa, kan?" seru Bu Kontrakan. Akhirnya kejanggalan ini terjawab, pantas saja. Tetapi, jika pak pos mungkin bisa saja bertanya ke rumah lama, lalu kebetulan bertemu bu kontrakan ini. Namun, jika manmer? "Temen saya juga pernah nanyain kamu. Kata sih mantan ibu mertua kamu, ya?" Ah, seakan ingin sekali kutepuk kening ini. Dunia bak selebar daun kelor saja. Ke mana pun aku pergi, ad

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Berita Hangat

    Sore ini kurasa cuaca cukup mendukung untuk merefresh hati, aku ingin keluar mencari refensi berjualan dan tempat strategis dalam proses berjalannya nanti. Di tengah asiknya berjalan kaki, kutemui semua ruko dengan ukuran sedang bertuliskan dijual. Di bawahnya juga tertera nomor untuk dihubungi, kurasa itu nomor pemiliknya. "Oh, kebetulan sekali ya, Pak. Bisa-bisa. Baik."Tak lama berselang, aku melihat ada seorang laki-laki yang datang dan membuka ruko tersebut. Pantas sekali, sebab saat aku hubungi tadi beliau langsung merespon dan mengatakan bahwa sedang berada di sekitar sini. Setelah saling berucap dan menjawab salam, aku memperkenalkan diri bahwa aku yang berminat pada ruko tersebut. Tempatnya strategis menurutku untuk berjualan makanan. Ya, aku ingin berjualan menu-menu makanan. Jika bisa, kuusahakan mengusung beberapa makanan khas yang pernah diajarkan saat di panti dulu. Setelah terjadi tawar menawar, ruko itu dijua

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Rahasia?

    Pagi-pagi sekali, Al-Faqir sudah menelpon saat aku sibuk mempersiapkan apa saja yang hendak kubeli untuk persiapan hari esok membuka jualanku di hari pertama. "Baik, saya akan segera ke sana."Aku semakin dirundung rasa penasaran apa yang akan ia sampaikan, bagaimana juga dia memiliki rahasia-rahasia itu semua. Tanpa berpikir lama, aku akan menyelesaikan semua urusan penjualan nanti saja. Bisa dipikir sambil berjalan. Sesampainya di ruko, betapa terkejutnya aku ternyata ruko sudah rapih, bersih, bahkan ada benner besar bertuliskan "Welcom Bu Mutia Zahira" Siapa yang telah menyiapkan ini, aku jadi terharu dengan semuanya. Kuusap perlahan bekas air mataku, aku memang secengeng ini. "Ehem."Deheman itu, sepertinya aku mengenalnya. Aku menoleh, dan ternyata berdiri seorang berbadan tegap berambut ikal, dan bermata teduh. "Saya Ibrahim," serunya memperkenalkan diri. Aku sontak menurunkan pandangan, la

Bab terbaru

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Ciuman?

    "Tolong buka ikatan ini, aku mau salat. Aku belum salat," pintaku iba. Satu orang berbadan kekar dan tatapan tajam menyorot ke arahku. "Diam! Jangan pikir kami bodoh sehingga bisa kamu kibuli. Bos kami sebentar lagi datang, maka tugas kami akan selesai. Jadi jangan persulit tugas kami, paham?!" Aku tercekat, bagaimana ini. Aku harus berusaha tenang, mungkin saja Ibrahim sedang merencanakan kejutan yang berbeda. "Ibrahim, cepet dateng." "Siap, bos," seru seseorang dari luar. Betapa terperanjatnya aku saat ternyata yang masuk bukan Ibrahim, tapi justru Mas Agha. Mau apa lagi dia menciptakan kekacauan ini. "Lepas ikatannya," perintah Mas Agha disusul dengan salah satu pria berbaju hitam mendekat ke arahku. Aku menghembuskan napas lega saat terlepas dari belenggu tadi. Mas Agha benar-benar kekurangan pekerjaan tampaknya. Dengan satu isyarat pria-pria itu keluar meninggalkan kami. Kini tinggal aku juga Mas Agha. "Mas, apa sih mau kamu sampe tega berbuat seperti ini." "Tenang, Muti

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Pria Bertopeng

    "Mmm ... ya, aku mau," ujarku setelah menghela napas panjang. Siapa sangka, bahwa Ibrahim akan mengatakan ini sehingga dia membawaku pergi. Menurutku, sudah cukup kupertimbangkan. Ini salah satu solusi terbaik, tuk hindari Mas Agha dan keluarganya. Baru aku tahu sekarang ini, dan agaknya hanya terjadi padaku. Setelah Mas Agha meninggalkanku, lalu dia mengejarku. Wajah Ibrahim berubah semringah, tampak sekali sebuah isyarat bahwa dia sangat senang dengan jawabanku. Dengan membaca bismillah, insyaAllah aku tak akan salah langkah. Semoga semua ini menjadi wasilah aku dapat mengambil hikmah dan berpijak lebih gagah. "Terima kasih, Mutia. Jawaban itu yang sangat aku inginkan." Sungging senyum Ibrahim menambah keteduhan wajahnya, entah apa alasannya sehingga dia bersedia menungguku selama ini. Jika dilihat dari parasnya, dia melakukan ini bukan karena tidak laku. Namun, entah apa yang telah terjadi. Krukk, krukkMendadak hening. Taman yang ramai pun seakan menjadi senyap. Ibrahim mena

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Nikah? Jawab Sekarang?

    "Mutia, papa pengen melihat kalian itu segera menikah. Jadi kapan kira-kira kalian mau urus semuanya?" DeghAku jadi kikuk wajahku memanas. Dalam lubuk hatiku, aku sudah merasa sangat siap. Dipertimbangkan lagi, daripada Mas Agha dan keluarganya selalu saja meneror aku. Terlebih Karin. Padahal sudah sangat jelas bahwa tidak ada yang bisa diharapkan lagi dari sosok Mas Agha. "Mutia," seru papa Ibrahim. Aku menoleh ke arah Ibrahim yang justru melempar senyum padaku. "Ka-kalau Mutia, terserah Ibrahim saja, Pa." "Tuh kan, Him. Jawaban Mutia sudah kayak gitu kok, kenapa kamu masih minta papa buat nanya sama Mutia. Sebenernya ini semua tergantung kamu, kamu mau bergerak cepat apa enggak.""Betul, A Im harus bergerak cepat, gimana kalau nanti malah terlambat dan Mutia keburu diambil orang. Hayo, kehilangan lagi." Mama Ibrahim juga menyeru seraya menggoda putranya. Ibrahim tak henti-hentinya mengulas senyum sedari tadi, cukup aneh menurutku. "Ibrahim pasti akan secepatnya nikahin Mutia,

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Peristiwa Manis

    "Gimana sih kamu, Karin. Kok, Mutia baik-baik aja. Katanya kamu kirim makanan itu buat Mutia." "Karin juga gak tau, Buk. Ya mana kita tau coba kalau ternyata yang makan bukan si Mutia. Mantan istri Mas Agha yang masih dikejar-kejar terus itu. Iiih sebel." Aku menggeleng, tidak sengaja saat aku hendak mencari minuman, aku melihat ManMer dan Karin sedang berbincang di kursi rumah sakit. Bisa-bisanya mereka berniat mencelakai aku. "Oke, kita lihat siapa nanti yang akan menang." Aku berdehem berjalan dengan dada membusung dan kepala mendongak. Tepat sekali mereka duduk di sebelah tempat pembelian minuman. "Duh, cuaca di sini lagi panas nih. Pengen yang adem-adem," ironiku pada mereka, sejatinya aku kesal kenapa setega itu dan senekad itu. Padahah, semua bisa dibicarakan dengan cara baik-baik. ManMer berdiri, lalu disusul dengan Karin. "Ngapain kamu di sini?" Aku menyeringai. "Seharusnya Mutia yang tanya, kenapa Ibu sama Karin ada di sini? Oh, jangan-jangan makanan itu, kalian yang

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Racun

    "Bolehkah jika Mutia minta ijin bicara sama Ibrahim sebentar, Ma?" "Oh, boleh dong. Boleh banget kan ya, Pa." "Iya, pastinya." Aku pun mengajak Ibrahim ke pelataran belangak rumah. Tempat di mana menurutku hanya ada ketenangan, gemericik air jatuh ke kolam. Pemandangan langit turut membersamai. "Ini maksudnya apa, Him?" Ibrahim berdehem dengan posisi wajah mendongak, kedua tangannya ia lipat di dada. "Jika kamu tidak berkenan, jawab saja apa adanya. Aku akan terima semua jawabanmu." "Kalau kamu sendiri gimana? Apa kamu terima?""Aku rasa, kamu sudah tahu jawabannya." "Apa?" Ibrahim menoleh ke arahku, ia menatapku dengan sangat serius. Hingga, aku pun reflek salah tingkah. "Kamu tanya? Saat aku sudah beberapa kali menyatakan perasaanku dan kamu masih bertanya apa? Baiklah, dengan ini aku sudah memahami dan mendapatkan jawabanmu." Apakah pria itu juga bisa marah? Dia mendadak membalikkan badan, lalu meninggalkanku sendiri? "Him, argh."Aku mendengus pelan, dia benar-benar ke

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Inikah Bisikan Jodoh?

    "Terima kasih, Him. Gak mau mampir dulu?" "Enggak, Mutia. Kebetulan aku sudah ditunggu mami." Aku terperangah, orang tua Ibrahim sudah pulang? Kenapa dari tadi dia tidak cerita. "Oh, jadi aku gak penting sudah, ya. Sampai-sampai gak cerita nih." "Cerita apa?" "Sudah lah, apa kata kamu." Sungguh menjengkelkan saat Ibrahim langsung aja main ngacir tanpa berusaha memahami maksud pembicaraanku. "Dasar cowok!" Aku membalikkan badan, merasakan tubuh yang mulai menunjukkan protesnya. Ya, lelah. Aku letih, ditambah pikiran mengenai Mas Agha yang mendadak seperti anak ABG baru mulai mencintai seseorang saja. "Lucu, dulu aku dia buang dan sekarang dia kejar habis-habisan." Aku menggeleng sembari mendengus pelan. "Permisi, atas nama ibu Mutia?" seruan yang berasal dari arah belakang. Aku pun menoleh. Telah berdiri seorang kurir dengan seragam G*abnya. Aku mengangkat sebelah alisku, siapa yang pesan makanan. "Iya, Mas. Saya sendiri." "Ini, Mbak. Ada kiriman untuk Mbak dan sudah diba

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Paksaan Mantan?

    "Mutia, kamu gak mau gubris aku sama sekali? Ha?" ketus Mas Agha. Aku pun mendongak, lalu berhenti mengunyah. Ibrahim terkekeh, lalu melanjutkan makan kembali. "Ya ... siapa suruh Mas Agha gak mau pesen makanan juga. Coba aja Mas Agha tadi ikut makan. Atau, mau Mutia pesenin?" Saat aku hendak berdiri, Mas Agha mencekal lenganku. "Gak usah, Mutia. Cukup kamu di sini, anggap aku ada." Aku mendengus pelan, kuseka tangan Mas Agha. "Maaf, Mas. Kita bukan mahram." "Apa gak bisa jika kita menjadikan di antara kita boleh saling mendekat? Bahkan hingga jarak itu tidak ada. Aku ingin kita seperti dulu, Mutia. Aku sangat mencintaimu." Kalimat Mas Agha seperti hambar terdengar telinga. Terlebih untuk hatiku. "Tidak kah kita rujuk kembali, Mutia?" Mas Agha menggeser kursi yang tadi ia duduki, lalu membungkuk di hadapanku. "Mas, ngapain sih?" Aku berusaha melarang dan menyarankan Mas Agha untuk tidak melakukan itu. "Mas, plis jangan gini." "Tidak, Mutia. Aku mohon, tolong terima aku lagi.

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Pergi!

    "Kenapa kamu ada di sini, Mas? Kamu ikutin aku, ya?" sergahku saat melihat Mas Agha dengan santainya memindah kursi ke meja kami. Awalnya, hanya ada dua kursi untuk aku dan Ibrahim saja, akhirnya sekarang pun kami bertiga. Terlihat sorot mata Ibrahim yang tidak menyukai ini. Aku mendengus pelan. "Mas, jawab."Mas Agha justru membalikkan badannya ke arahku, aku mengernyitkan dahi saat mendapati hampir terkikis habis jarak di antara kami. "Salahkah jika aku ingin mengejar kembali cintaku? Hahaha, ya cinta setelah cinta. Apa sudah istilahnya, CLBK, cinta lama bersemi kembali." Tak lama berselang, Ibrahim berdiri. Aku khawatir dia akan marah. Namun, ternyata tidak. Dia justru memindahkan kursi yang tengah kududuki. Kuat juga nyalinya. Saat ini, tak bisa dipungkiri jarak pun kembali terbentuk di antara kami, khususnya aku dan Mas Agha. "Maaf, Agha. Jika kiranya kamu tak memiliki kepentingan pada Mutia, tolong pergi dari tempat ini. Aku ingin berbicara hal penting dengannya," pinta Ibr

  • Menantu yang Sengaja Dibuang   Kencan

    Aku sudah lelah untuk bertanya, biar saja Ibrahim mau membawaku ke mana. Pasrah saja. Aku memilih untuk menatap ke arah luar jendela. Baru kusadari semakin ke sini, pemandangannya semakin indah, sejuk, dan menyiratkan ketentraman. "MasyaAllah, sungguh indah pemandangan ini. Nikmat yang mana lagi yang aku dustakan." Aku pun melupakan pemikiran buruk mengenai pria di hadapanku yang tengah sibuk mengemudi. Memang sih, sikapnya berubah yang membuat pikiranku jadi traveling. Tetumbuhan hijau, gunung-gunung menjulang, langit yang sangat biru. Jalan beraspal, tak terlalu rikuh dengan kemacetan. Jalan hendak ke mana sih ini? Kenapa asing banget. Gimana gak asing, dulu hanya diam di panti, setelah menikah dikekang mertua. Dijual mertua dan ipar dengan diceritakan ke mana-mana. Bodohnya aku, aku selama ini hanya diam saja. Kepalaku jadi terputar pada masa lalu yang menyesakkan dada. "Huh, menantuku memang tak ada gunanya. Coba saja dulu aku menikahkan putraku dengan anakmu, Jeng," seru m

DMCA.com Protection Status