Bab 67. DIKIRA SOPIR PRIBADI FAIZI Selesai sarapan, Darko segera mengajak Faizi keluar dari rumah. Di halaman terlihat sepuluh pengawal dengan pakaian serba hitam tampak bersiaga untuk ikut mengantar Faizi ke sekolah, karena sebelumnya Darko sudah mengatur semuanya dengan Bambang. “Ayah kenapa ada banyak orang di rumah kita?” Darko tampak tersenyum mendengar perkataan Faizi, kemudian dia mengenalkan para pria kekar yang memakai pakaian serba hitam itu. “Faizi, mulai sekarang paman-paman ini akan menjaga kamu setiap hari baik di sekolah maupun di rumah. Bahkan jika kamu bepergian kemana saja, maka paman-paman ini akan menjagamu.” “Apa? Paman-paman ini akan menjaga Faizi?” “Iya betul, apalagi ayah kan harus bekerja dan tidak setiap hari bisa menjaga kamu. Apa kamu ingat dengan apa yang terjadi saat kamu sekolah dulu? Teman-temanmu bukankah selalu membully mu? Jadi sejak saat ini kamu harus selalu dijaga paman-paman ini, kalau ada anak yang mengganggumu,
Bab 68. SUMBANGAN YANG MENGEJUTKAN Demikian juga dengan guru yang lainnya, mereka menelan ludah melihat alamat rumah calon murid mereka. “Maaf sebelumnya, apa orangtua Faizi tidak datang untuk mengantar anaknya pertama kali masuk sekolah?” Ekspresi wajah Darko tampak berubah begitu mendengar pertanyaan kepala sekolah yang ada di depannya terhalang meja kerja, kemudian dia berkata dengan tanpa daya. “Saya orang tua nya Faizi.” Kepala sekolah langsung memandangi Darko seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakannya. Sebenarnya sangatlah wajar jika kepala sekolah dan yang lainnya tidak percaya, karena penampilan Darko sangatlah sederhana dengan pakaian murahan yang pantas dipakai sebagai pelayan maupun sopir pribadi. “Apa? Bapak orang tua Faizi?” “Betul sekali, lihatlah nama dalam Kartu Keluarga ini. Bukankah namanya sama dengan nama saya.”Darko menunjuk nama yang tercetak di Kartu Keluarga yang ada di dokumen pendaftaran murid baru. Eksp
Bab 69. ANAK SIAPA ITU Ekspresi wajah kepala sekolah dan para guru langsung berubah setelah mendengar perkataan Darko. Mereka tak habis pikir, apakah murid baru mereka itu begitu terhormat dan penting sehingga ada sepuluh pengawal yang berjaga dua puluh empat jam di sekelilingnya. Untuk sesaat mereka membeku tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan Darko, ketika Darko berkata kembali barulah mereka tersadar. “Ibu kepala sekolah, apakah saya bisa meninggalkan sekolah ini?” “Eh… eh… iya, silahkan.”Dengan tergagap kepala sekolah segera mempersilahkan Drako untuk meninggalkan kantor kepala sekolah. Di halaman sekolah, Darko segera menginstruksikan Yitno sebagai kapten pengawal Faizi untuk menjaganya dengan taruhan nyawa. Yitno hanya bisa bersikap patuh atas perintah Darko, Yitno merupakan pensiunan pasukan khusus yang dipekerjakan oleh Bambang. Sedangkan sepuluh anak buahnya gabungan dari pensiunan pasukan khusus dan master beladiri. Dengan
Bab 70. ANGELINE MENDERITA KARENA RINDU Setelah menyapa ayahnya, Faizi segera duduk di sofa sementara matanya menatap ke segala arah mengamati dekorasi kantor ayahnya ini. Seharian Faizi hanya bermain di kantor Darko dengan duduk dan menggambar beberapa coretan di kertas kosong. Sedangkan Darko juga ikut duduk di samping Faizi, sambil bertanya pengalaman sekolahnya hari ini. “Bagaimana belajarmu hari ini? Apakah kamu senang di sekolah yang baru?” “Izi sangat senang, ayah semua orang sangat baik dengan Izi, ibu guru dan teman-teman juga sangat baik dengan Izi.” “Baguslah kalau kamu senang, apakah sekolahannya lebih bagus dari sekolahmu yang dulu?” “Tentu saja lebih bagus daripada sekolah Izi yang dulu, halamannya sangat luas dan banyak arena bermainnya.” Darko sangat puas mendengar cerita anaknya, ternyata uang memang bisa membeli kebahagiaan anaknya ini. Darko memang sengaja melakukan semua ini untuk membuat efek semua orang takut berbuat jahat
Bab 71. KERINDUAN SEORANG IBU Sementara itu Darko sama sekali tidak tahu kalau saat ini Angeline sedang bersedih dan tubuhnya sudah lebih kurus dari sebulan yang lalu. “Faizi, apakah kamu baik-baik saja bersama ayahmu?” “Ibu sangat merindukanmu, apakah kamu tidak rindu dengan ibu?” “Faizi, seperti apakah kamu saat ini?” “Faizi, ibu sangat rindu. Pulanglah, ibu ingin memelukmu.”Angeline hanya bisa bergumam sambil memegangi foto Faizi yang ada di tangannya, sementara pipinya sudah basah di penuhi air mata kerinduan. Angeline hanya bisa berbaring sambil memeluk foto Faizi yang memakai seragam Taman Kanak Kanak saat tinggal di kecamatan Karangkobar.*** Sementara itu Darko sedang menikmati kebahagiaan hidup bersama anak yang selama lima tahun tidak pernah dilihat dan tidak diketahui kehadirannya di dunia ini. Bila ingat keadaan saat ini, dia merasa sangat aneh. Sebelumnya dia hidup sendiri, mau pergi kemana pun terasa sebebas burung yang terbang di langi
Bab 72. PERANG STRATEGI Betapa mengerikannya telapak tangan Darko, seperti apa jadinya jika tubuh seorang manusia yang terdiri dari daging dan tulang terkena tamparan tangan Darko. Bambang menelan ludah berulang kali membayangkan hal ini, tapi dia segera bisa menyembunyikan keterkejutannya setelah beberapa saat dan menunggu perintah lebih lanjut dari Darko. “Bambang, apa kamu sudah tahu markas orang yang memerintahkan menghancurkan bisnis orang tuaku?” Darko menatap tajam kearah Bambang dengan aura membunuh perlahan mulai keluar dari tubuhnya. Bambang yang di tatap Darko tampak mulai berkeringat dingin, meskipun dia tahu kalau Darko tidak bakal memukulnya, akan tetapi dia tetap merasa ngeri merasakan aura membunuh yang mulai keluar dari tubuh Darko. “Menurut orang-orang kita, markas mereka berada di negara Samanta, tapi mereka juga sudah masuk ke Nusantara melalui perusahaan-perusahaan multinasional yang membuka cabang di negara kita.” “Berarti mereka
Bab 73. BOSS KECIL “Iya, nama kakak Anna Sahara.” “Kak Anna bisa temani Izi jalan-jalan di gedung ini?” Anna Sahara tidak bisa langsung menjawab pertanyaan Faizi, dia tampak termangu. Kemudian dia menatap kapten Trimo seakan sedang meminta persetujuannya, orang yang ditatap hanya mengangkat bahu seakan tidak bisa memutuskan. Maklumlah kapten Trimo hanya bertugas mengawal Faizi, jadi dia tidak bisa memberi keputusan seperti yang diminta Anna Sahara. Sementara itu Anna Sahara yang bekerja sebagai resepsionis seperti dalam dilema, di satu sisi dia takut untuk meninggalkan meja kerjanya, disisi lain dia benar-benar ingin menemani Faizi yang dia tahu adalah tuan muda dari pemilik perusahaan tempat dia bekerja. “Ayolah kak Anna, apa yang kakak pikirkan?” Faizi tampak tidak sabar untuk mengajak pergi Anna Sahara, sebagai anak kecil tentu saja Faizi tidak terlalu tahu tugas setiap karyawan di perusahaan ayahnya ini. Yang dia tahu semua karyawan sam
Bab 74. MEMBUAT RENCANA Karena hal inilah dia hanya tersenyum saja mendengar perkataan Faizi, sebaliknya dia ingin tahu cerita sebenarnya dari kapten Trimo. Kapten Trimo yang ditanya Darko tentu saja tidak bisa berbohong, sebelum menjawab pertanyaan Darko dia melirik ke arah Faizi yang sedang asik duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. “Tadi karyawan di bagian resepsionis yang bernama Anna Sahara di minta tuan muda untuk menemaninya bermain kucing dan tikus. Tuan muda mengajak resepsionis itu mengejarnya dan berlarian menaiki tangga darurat hingga lantai lima. Saat sampai di lantai lima, sepatu hak tingginya patah dan resepsionis itu terjatuh, karena hal ini tuan muda langsung meninggalkannya yang sedang kelelahan.”Kapten Trimo berkata dengan pelan, sambil sesekali melirik kearah Faizi. Darko hanya bisa menghela nafas, mendengar cerita kapten Trimo. Darko langsung menoleh ke arah Faizi yang seperti anak tidak mempunyai salah. Sepertinya hal ini sangat waja
Bab 216. AKHIR BAHAGIA Kini Rossa dan Abimanyu baru tersadar kalau pesan kakek Wibisono ternyata sangat benar dan bukan omong kosong biasa. Akan tetapi kekecewaan dan penyesalan pasti selalu datang terlambat setelah semuanya terjadi dan terlewati, apalagi saat ini kebesaran keluarga besar Wibisono benar-benar sudah musne Pepatah asli dari Indonesia bisa mengungkapkan apa yang dialami keluarga besar Wibisono yaitu ‘Ibarat nasi sudah menjadi bubur’. Maka tidak ada yang bisa dilakukan keluarga besar Wibisono yang sudah hancur, sekarang yang ada hanya keluarga besar Mangkusadewo, karena Angelina sebagai generasi ketiga keluarga besar Wibisono sudah menjadi istri dan bagian dari keluarga besar Mangkusadewo. Kenapa menjadi keluarga Mangkusadewo bukannya keluarga besar Tegar dan Siti, hal ini disebabkan kedua orang tua kandung Darko tidak ingin merubah nama Darko yang memakai nama Mangkusadewo sejak kecil atau sejak mereka tinggalkan di depan pintu panti asuhan A
Bab 215. WASIAT KAKEK WIBISONO Keinginannya Rossa untuk membelot dan menolak permintaan Darko seketika menghilang setelah di bentak oleh pengawal yang bersama mereka. Dengan gugup dan dengan hati yang dipenuhi rasa penasaran mereka berdua berjalan memasuki Bandar udara kota Mandiraja tanpa tahu akan dibawa kemana oleh Darko. Hingga akhirnya ketika mereka melihat ada sebuah pesawat jet pribadi yang sangat indah berada di depan mata mereka, seketika rasa bingung dan shock mulai menghantui pikiran Rossa dan Abimanyu. Darko dan Angelina sama sekali tidak banyak bicara selama perjalan hingga memasuki jet pribadi milik Darko, hingga saking tidak sabarnya ingin tahu mereka akan dibawa kemana oleh Darko, Rossa memberanikan diri berbicara. “Darko, sebenarnya kami akan kamu bawa kemana? Dan kenapa kita naik jet pribadi yang begini bagus, apa maksudnya?” “Diamlah, jangan banyak bicara atau kalian akan saya lempar keluar dari pesawat.”Darko yang merasa kesal kep
Bab 214. NYALI ROSSA MENCIUT Sebelum Rossa tersadar dengan apa yang terjadi, Angelina sudah ditarik Darko ke sisinya. Seketika wajah Rossa menjadi jelek mengetahui Angelina sudah berpindah tempat lebih tepatnya di samping menantu yang tidak berguna itu. Ekspresi wajah Angelina juga terlihat sangat terkejut ketika tiba-tiba tubuhnya bergeser kesamping Darko sesaat setelah terdengar suara Darko memanggil pengawal. Apalagi Rossa emosinya seakan meluap mengetahui Angelina sudah berdiri di samping Darko. Pada saat dia akan menarik tangan Angeline kembali, tiba-tiba ada sesosok tubuh kekar berdiri tepat di depannya seakan sebuah benteng yang kokoh sebagai pembatas antara dirinya dengan Angelina. “Minggir, jangan halangi jalanku.”Dengan kasar Rossa berusaha mendorong pengawal kekar yang diperintahkan Darko untuk melindungi Angelina. “Argh… Lepaskan.”Rossa menjerit kesakitan mengetahui tangan yang sebelumnya akan digunakan untuk mendorong pria kekar di depa
Bab 213. DOKUMEN DARI MAHKAMAH AGUNG Hal ini tentu saja menimbulkan kecurigaan di pihak kepolisian yang menyelidiki musibah kebakaran ini. Mereka sama sekali tidak tahu kalau sumber bencana itu ada didepan mereka, andai saja mereka tahu tentu Darko akan langsung ditangkap dan dimintai keterangan. Akan tetapi saat ini orang yang sudah membuat keonaran itu ekspresinya tampak datar dan tidak menunjukkan ekspresi wajah sedih maupun belasungkawa mengetahui salah satu kerabatnya mengalami musibah. Untungnya tidak ada yang mencurigai Darko, karena banyak juga warga sekitar yang menonton lokasi kebakaran dengan ekspresi datar seperti halnya Darko. Angelina menangis di pelukan Rossa seakan dia lupa kalau sebelumnya Rossa sangat jahat kepada dirinya. Bagi Angelina sejahat apapun Rossa dia sudah sangat memahami sifatnya yang seperti flamboyan selalu berubah-ubah mengikuti arah angin. Meskipun dia selalu tidak setuju dengan nasehat serta saran Rossa, sebag
Bab 212. PULANG KE KOTA MANDIRAJA Darko tetap diam tidak ada satu katapun keluar dari mulutnya setelah Widyawati menyuruhnya untuk pergi ke kota Mandiraja melihat situasi terkini keluarga Wibisono. Hal ini membuat Widyawati menatap tajam ke arahnya, sementara itu Angelina sudah menghentikan tangisannya dan mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya sambil menunggu jawaban Darko dengan hati berdebar-debar. “Baiklah, saya akan mengajak Angelina menengok keluarga Wibisono. Ibu saya titip Faizi bersama kalian.”Setelah menghela nafas sebentar Darko menyetujui saran Widyawati untuk pergi ke kota Mandiraja, tak lupa dia menitipkan Faizi dalam pengawasan dua neneknya ini. Dengan mengatakan hal ini maka secara otomatis dia hanya ingin berdua saja tanpa mengajak Faizi maupun yang lainnya. “Kamu tenang saja, Faizi pasti akan kami jaga dengan baik. Pergilah, jangan lama-lama di rumah ingat kamu harus menjaga menantu ibu yang cantik ini dengan baik.” “Ba
Bab 211. PERINTAH WIDYAWATI Widyawati membelai punggung Angelina untuk menenangkannya sambil menghibur agar Angelina tidak khawatir dengan Darko. “Tapi ibu?”Angelina masih khawatir kalau Darko tidak mengizinkan dia pulang ke kota Mandiraja untuk melihat dan mencari informasi lebih jelas keadaan nyonya besar Wibisono. Karena Angelina tahu kalau Darko sangat membenci keluarga nya, lebih utamanya kepada nenek dan pamannya. Karena hal inilah dia merasa sangat tertekan dan hanya bisa menangis saja. Melihat Angelina tampak bersedih seakan perkataan Widyawati masih belum cukup untuk membuatnya tenang. Hal ini membuat Widyawati segera mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Angelina masih diam dengan air mata terus membasahi pipinya. Sebenci apapun dia kepada nenek dan pamannya sebagai bagian dari keluarga besar Wibisono, tentu saja hatinya akan merasa sedih melihat mereka mati terpanggang oleh kebakaran di villanya. Sedangkan
Bab 210. KEPANIKAN ANGELINA, ROSSA DAN ABIMANYU Abimanyu yang sedang dalam keadaan shock menoleh ke arah Rossa dan menatapnya dengan tatapan sayu dengan mata memerah dan hanya bisa menganggukkan kepalanya saja untuk mengiyakan perkataan Rossa. “Ibu….” terdengar gumaman sendu dari bibir Abimanyu yang sedang dalam kondisi mental terendah dalam hidupnya. Meskipun selama ini dia sering direndahkan dan tidak dianggap oleh nyonya besar Wibisono, akan tetapi saat mendengar ibunya mati dengan cara mengenaskan tentu saja jiwanya langsung terpukul. Sebagai anak meskipun Abimanyu selalu dianggap sebagai anak yang tidak berguna, dia masih tetap menganggap nyonya besar Wibisono sebagai ibu kandungnya. Setelah mendapat persetujuan, pada akhirnya mereka berdua segera pergi mengunjungi villa keluarga Wibisono yang sudah menjadi abu. Sesampainya di Villa keluarga Wibisono, taksi yang mereka naiki ditahan petugas yang menjaga kawasan ini dan tidak membiarkan warga
Bab 209. TANGISAN ABIMANYU Ekspresi wajah Darko tidak berubah dan tetap datar seakan tanpa ekspresi apapun, bagi Darko membunuh sudah menjadi pekerjaannya selama di medan perang. Meskipun dia sudah terbiasa membunuh di medan perang, tapi sekarang adalah pertama kalinya membunuh orang yang bukan musuh di medan perang tapi musuh yang sudah berulang kali menyakiti anak dan istrinya. Meskipun mereka masih keluarga Angelina tapi kelakuannya bukan seperti seorang keluarga, maka hukuman yang pantas adalah kematian. Sebelumnya Darko sudah pernah menghukum Rinto Wibisono atau pamannya Angelina yang sering mengganggu. Akan tetapi setelah penyakit yang disebabkan Darko sembuh, bukannya berhenti mengganggu Angeline, Rinto masih saja mengganggunya bahkan meminta Angelina bercerai dengan Darko. Karena hal inilah Darko tidak ingin kejadian serupa tidak terulang lagi terhadap Angelina dan Faizi. Dari keluarga besar Wibisono yang tersisa adalah Rossa dan Abimanyu
Bab 208. MUSNAHNYA KELUARGA BESAR WIBISONO Setelah mengakhiri pengawal keluarga Wibisono yang bernasib sial, Darko segera melanjutkan langkahnya memasuki Villa. Namun teriakan pengawal yang sebelumnya yang menghardik Darko terdengar oleh rekan-rekannya, sehingga beberapa pengawal keluar dari Villa dengan rasa penasaran ingin tahu siapa orang yang memasuki Villa Wibisono ini. Begitu memasuki pintu Villa, Darko langsung berpapasan dengan beberapa pengawal yang mau keluar. “Siapa kamu? Kenapa kamu masuk ke Villa keluarga Wibisono begitu saja sebelum melaporkan kedatanganmu?” Prok prok prokDarko tidak buru-buru menanggapi pertanyaan para pengawal keluarga Wibisono, emosinya sudah meluap merasakan tekanan penderitaan yang selama ini diderita Angelina. Tanpa banyak bicara dia langsung melambaikan tangannya ke arah kepala para pengawal ini, dan seperti teman mereka yang sudah menjadi mayat, pengawal-pengawal ini juga langsung mati begitu saja dengan kepala