Bab 4
[Assalamuallaikum Aisyah.] sapa Mas Indra dari dalam telepon.
[Waallaikumsalam Mas.] jawabku.
[Bagaimana keadaanmu sayang? ditinggal Mas dua hari baik-baik saja kan atau sudah kangen?] ledek Mas Indra.
[Alhamdulillah baik Mas. Ya kangen banget lah Mas biasa ada yang mencium kening ku setiap pagi, ini dari kemarin kening dianggurin] ungkapku.
[Bisa saja kamu menggoda Mas, Aisyah.]
Aku sengaja tidak menceritakan apa yang dilakukan Mamahnya terhadapku setiap hari selama tidak ada Mas Indra, karena pasti Mas Indra sulit mempercayainya. Biarkan dia melihatnya sendiri suatu saat nanti sikap Mamah dan saudara-saudaranya kepadaku tanpa harus aku mengadu.
[Oya tadi Mamah telepon katanya kamu gak mau makan bersama Mamah dan yang lainnya. Malah kamu lebih memilih delivery order makanan sendiri. Memangnya kenapa Aisyah?] tanya Mas Indra.
Aku yang mendengar pertanyaan Mas Indra sontak terkejut, bisa-bisanya Mamah mengadu ke Mas Indra dengan membalikkan fakta yang sebenarnya. Padahal aku sudah berbaik hati menutupi sikap jahatnya kepadaku. Adanya aku delivery order makanan karena Mamah tak mengizinkanku makan bersama mereka.
"Itu tidak benar Mas. Justru Mamah tidak mengizinkanku makan bersama mereka saat itu. Kalau Mas gak percaya bisa tanya saja sama Bi Ratih!" ungkapku menjelaskan yang sebenarnya.
"Mas gak tau bagaimana kejadian yang sebenarnya. Tapi Mas harap kamu bisa beradaptasi dengan keluarga Mas selama Mas tidak ada dirumah Aisyah!" pinta Mas Indra.
Aku mengeluarkan nafas panjang hingga terdengar oleh Mas Indra dalam telepon. Menandakan rasa kekecewaan atas perkataan Mas indra yang tidak percaya padaku. Ternyata percuma membela diri Mas Indra tetap saja mempercayai Ibunya.
Dia lalu berpamitan untuk mengakhiri sambungan teleponnya karena harus melanjutkan pekerjaannya mengawasi proyek pembangunan.
****
Aku yang suntuk karena setengah hari menghabiskan waktu untuk menulis novel mencoba pergi keluar jalan-jalan untuk mencari udara segar dan menghilangkan rasa jenuh karena dirumah hanya selalu duduk didepan laptop. Padahal ada Mamah dirumah tapi beliau seringkali menghindar jika aku berusaha mendekatinya untuk mengajak bicara. Mungkin butuh waktu untuk mengambil hati Mamah Mertuaku. Tapi aku yakin suatu saat nanti pasti beliau akan menganggapku sebagai menantunya tanpa harus dengan cara membelikan barang-barang mahal seperti yang dilakukan Kakak-kakak Iparku. Karena aku ingin dianggap dikeluarga ini dengan tulus bukan dari sisi materi atau status sosial.
Walaupun aku baru beberapa hari di kota ini tapi tak mengurungkan niatku berkeliling di Ibu Kota dengan menggunakan ojek online. Kebetulan lusa akan ada acara arisan keluarga besar Mas Indra. Yang pastinya mereka sibuk berlomba-lomba menyombongkan dirinya masing-masing. Sebenarnya aku malas sekali datang kesana karena yang ada aku pasti bakal dihina lagi oleh mereka. Tapi untuk menghargai keluarga Mamah, Mas Indra meminta aku datang tanpa dirinya karena aku anggota baru di keluarga ini banyak dari saudara Mas Indra yang katanya ingin bertemu denganku. Aku tidak mempunyai persiapan apa-apa, baju yang kubawa kesini juga sedikit itu-itu saja jadi aku berniat ingin membelinya di Mall biar gak dihina melulu sama Mamah dan Kakak Iparku yang katanya bajuku gak pernah ganti, penampilanku jadul kampungan malu-maluin keluarga. Akan kubuktikan kepada mereka bahwa bukan hanya mereka saja yang bisa membeli barang-barang mahal dan perhiasan. Akupun bisa membelinya dengan uangku sendiri.
Sesampainya di Mall aku membeli kebutuhan pribadiku baju, tas, jam tangan dan perhiasan untuk sedikit membungkam mulut mereka nanti. Belanjaan yang kubawa lumayan banyak hingga untuk pulang kerumah aku memutuskan menggunakan taxi online. Sebelum jalan pulang aku sempatkan untuk membeli oleh-oleh makanan untuk mereka di salah satu kedai ternama Pizza H*t biar gak dikira pelit karena Mamah sudah mengadu ke Mas Indra kalau aku suka delivery makanan sendiri dibawa kekamar.
Saat sampai dirumah kulihat ada mobil Mba Rara dan Mba Kiki terparkir dihalaman, seperti biasa mereka mampir sepulang kerja. Pasti didalam sedang ramai gibahin aku.
"Assalamuallaikum," sapaku saat masuk kedalam rumah.
Secara bersamaan mereka semua menoleh kearahku tanpa menjawab salamku. Aku tak memperdulikannya tetap jalan santai didepan mereka sambil menenteng tas belanjaanku.
"Dari mana saja kamu Aisyah?" tanya Mamah.
"Dari Mall Mah," jawabku santai.
"Kamu belanja sebanyak ini?" tanya Mba Kiki yang seketika berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan mengelilingiku.
"Iya Mba. Memangnya kenapa? oya aku juga bawa oleh-oleh makanan buat kalian semua. Ini silahkan dimakan!" ucapku sembari menaruh makanan itu dimeja depan mereka.
Satu persatu mata mereka memandangku dengan sinis. Kecuali Sizi yang hanya fokus pada makanan yang ada diatas meja dan tanpa basa-basi langsung membukanya hingga mata Mamah melotot memberikan kode padanya.
"Kamu foya-foya pakai uang Indra lagi Aisyah? bisanya cuma menghabiskan uang suami saja. Contoh itu Kiki dan Rara mereka bisa membantu suaminya mencari uang, bukan sepertimu hanya parasit," ungkap Mamah memarahiku.
"Mamah lupa ya kalau aku disini baru seminggu lebih dan Mas Indra belum gajian. Setahu aku juga Mas Indra pernah bilang kalau sebagian gajinya ia berikan untuk membayar kuliah Sizi. Jadi bagaimana mungkin kalau aku menghabiskan uang suamiku? aku juga punya uang sendiri Mah untuk membeli kebutuhan pribadiku," jawabku membantah.
"Dari mana kamu bisa dapat uang untuk membeli semua ini?" tanya Mba Rara.
Bab 5Mereka semua mengelilingiku dengan tatapan penuh kecurigaan. Aku merasa seperti tersangka yang tertangkap basah menggelapkan uang suamiku sendiri padahal aku belanja sebanyak ini semua dari hasil kerja kerasku sendiri. "Jawab Aisyah! dari mana kamu bisa mendapatkan uang untuk belanja sebanyak itu?" Mamah kembali mendesakku. "Jangan-jangan dia mencuri Mah! coba Mamah dan Sizi cek uang atau perhiasan kalian! takutnya dicuri sama Aisyah terus uangnya buat shopping," tuduh Mba Rara. "Jaga mulut kamu ya Mba! aku memang berasal dari keluarga miskin tapi aku gak sehina itu. Aku belanja sebanyak ini murni dari hasil kerja kerasku sendiri, jadi silahkan kalian cek apakah ada barang kalian yang hilang dirumah ini!" bantahku. Mamahpun termakan tuduhan Mba Rara, beliau langsung berjalan menuju kamarnya untuk mengecek apakah ada barang berharganya atau uang yang hilang karena dicuri. Cukup lama Mamah menggeledah isi kamarnya sendiri dibantu dengan Mba Kiki. Begitu pula Sizi ia juga menge
Bab 6[Anak-anak Mamah besok jangan lupa ya ada arisan keluarga di rumah tante Yuyun.] pesan masuk dari Mamah di grup WA keluarga Mas Indra. [Oke Mah. Dresscode warna apa Mah?] balasan dari Mba Kiki. [Dresscode warna merah] balasan dari Mamah. Terlihat di layar ponsel, Mba Rara juga sedang mengetik untuk memulai bergabung percakapan. [Kalau gak punya baju warna merah bagaimana Mah?] tanya Mba Rara yang sepertinya sengaja memancing perkara. [Ya harus beli dong sayang jangan kaya orang susah! kamu kan banyak uang Rara. Anak dan menantu Mamah harus kompak loh!][Rara sih banyak Mah bahkan baju Merah tak terhitung, itu si Aisyah barangkali gak punya. Dia kan baru pindah kesini pasti gak bawa baju banyak dari kampung.] ungkap Mba Rara. Sudah kutebak dia sengaja memancing perkara denganku dengan membuat pertanyaan lalu mengetag namaku di grup, padahal aku sengaja menjadi silent rider karena malas sekali rasanya berada di grup yang unfaedah menurutku. [Nanti kalau Mba Aisyah gak punya
Bab 7"Aisyah cepetan keluar kita mau berangkat!" teriak Mamah dari luar"Iya Mah" jawabku. Lihat saja bagaimana reaksi mereka setelah melihat aku keluar dari kamar. Aku sudah siap untuk menyesuaikan diri dengan mereka sesuai permintaan Mamah. Kutenteng tas bermerk seharga sekian juta ditangan sebelah kiriku, dengan memakai sepatu sedikit berhak sekitar 5 cm mencoba berjalan anggun agar terlihat feminim. Gagang pintu kamar kubuka dengan pelan, suara langkah kaki sepatuku membuat semua orang yang sedang menunggu di ruang keluarga, seketika menoleh kearah dari mana suara itu berasal? "Mba Aisyah?" ucap Sizi yang seketika berdiri dari tempatnya duduk, mulutnya menganga seakan tak percaya apa yang dilihatnya didepan mata. "Apa benar itu Aisyah?" ujar Mba Kiki yang ikut berdiri tidak percaya dengan penampilanku. Aku yang mendengarnya hanya melemparkan senyum lalu berjalan kearah mereka. "Wah. Indra memang jago pilih istri. Ternyata Aisyah gak kalah cantiknya dengan kakak-kakak iparny
Bab 8"Bagaimana Mba Sukma, mau diambil sekarang cincin berliannya?" goda Tante Yuyun. "Emm. Tapi aku harus ijin Indra terlebih dahulu Yun," ujar Mamah yang tengah bimbang. "Itu sih urusan belakangan. Lagian buat Mba Sukma cicilan dua juta perbulan itu sangat ringan, masa Mba gak sanggup?,""Baiklah. Aku ambil," "Nah gitu dong Mba,"Tanpa pikir panjang Mamah langsung mengiyakan tawaran Tante Yuyun.Aku tidak habis pikir demi untuk mempertahankan gengsinya Mamah nekat membeli barang-barang mewah, padahal jam tangan yang dipakainya sekarang saja belum lunas. Tapi berani-beraninya membeli perhiasan dengan cara kredit. Beliau memang tipikal orang yang suka mengoleksi barang-barang modis bisa dibilang termasuk kategori Hypebeast. Dimana orang tersebut akan selalu mencari sesuatu yang membuat style mereka kekinian. Tak jarang barang itu berupa baju, tas, sepatu, hingga aksesoris semuanya barang branded dengan harga mencapai puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Dengan tujuan hanya unt
Bab 9Hari sudah menjelang pagi mentari sudah mulai menampakan sinarnya. Aku yang semenjak menjadi istri Mas Indra setiap pagi menyiapkan sarapan untuknya dan makan bersama. Beberapa hari ini merasa kesepian hanya Bi Ratih yang sudi menemaniku, mengajakku bicara. Sedangkan Mamah dan Sizi sekalinya mengajak bicara hanya untuk berdebat. Kumainkan benda pipih yang ada ditanganku untuk melihat foto pernikahan aku dengan Mas Indra, hanya untuk sekedar mengobati rasa rinduku padanya. Tak sabar rasanya menanti kepulangan suamiku dua hari lagi. Saat aku sedang terlena dengan lamunanku dering ponsel berbunyi ada notifikasi masuk di aplikasi hijauku. [Aisyah cepat keluar dari kamar sekarang! Mamah tunggu di ruang keluargap!] isi pesan dari Mamah. Ada apalagi ini pagi-pagi sudah WA, padahal jarak antara ruang keluarga dan kamarku hanya beberapa langkah saja kenapa Mamah gak langsung panggil saja sih. Lebih baik aku buru-buru keluar kamar takut Nyonya besar dirumah ini semakin menjadi. "Iya M
Bab 10Sudah tidak sabar rasanya menunggu kepulangan Mas Indra suami yang menikahiku beberapa hari yang lalu. Dia yang sedang bekerja sebagai Manager Pembangunan seringkali ditugaskan diluar kota untuk terjun langsung mengawasi proyek pembangunan kontruksi. Yang membuat kami harus siap untuk sering LDR ( Long Distance Relationship) setiap saat. Walau kadangkala hari-hariku terasa kesepian, hampa dimana aku merasakan sebuah rasa kosong dalam diri dan hati. Tapi aku harus tetap bersabar demi mempertahankan pernikahanku yang baru seumur jagung, karena aku tidak ingin mengecewakan kedua orang tuaku di kampung. Aku menutupi semuanya dari Bapak, Ibu tentang Mertuaku atau keluarga Mas Indra yang tidak menganggap aku sebagai menantunya. Yang mereka tahu aku hidup bahagia sekarang bersama Mas Indra. Ya aku memang hidup bahagia dengannya tapi tidak dengan keluarganya. Aku selalu diintimidasi oleh Mamah agar tidak menceritakan segala perlakuannya terhadapku kepada Mas Indra, karena beliau tidak
Bab 11Akhirnya aku bisa meloloskan diri dari cengkraman tangan Sizi, yang memaksaku untuk ikut kemana aku pergi. Karena sangking penasarannya dengan penulis A. Zahra sekaligus ingin membuktikan apakah yang dikatakan aku itu benar atau hanya omong kosong belaka. Untung saja aku masih bisa mengelabuinya dengan beralasan aku akan mampir ke banyak tempat salah satunya supermarket terlebih dahulu untuk membeli kebutuhanku sedangkan dia sudah waktunya berangkat kuliah. Hingga pada akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk mengikutiku karena takut terlambat. Dengan bantuan supir taxi online yang ku tumpangi aku menemukan alamat kantor Rumah Produksi dengan mudah. Terlihat gedung tinggi dengan puluhan lantai diatasnya. Ada sedikit rasa canggung saat akan memasuki area kantor, karena ini baru pertama kalinya aku menginjakkan kaki di gedung sebesar ini. Dengan bermodal rasa percaya diri aku mencoba bertanya pada Security yang sedang berjaga di Pos Satpam. Seseorang yang berbaju hitam itu lalu m
Bab 12"Ayo sayang kita mulai makan malamnya! Mamah sengaja masakin makanan kesukaan kamu dan Indra loh," ujar Mamah sembari tangannya menggandeng tangan Sherly. Sherly yang saat ini berada dipihak Mamah dia menjadi semakin besar kepala. Dengan penuh rasa percaya diri dia duduk tepat di hadapan Mas Indra yang hanya terhalang oleh meja makan. Kulirik Mas Indra yang berada disebelahku, dia hanya diam terpaku tanpa suara. "Kamu mau makan apa sayang? Biyar aku yang ambilkan," seruku. Yang sengaja melayani Mas Indra didepan Sherly agar tidak ada kesempatan untuknya mendekati Mas Indra. "Apa aja boleh De," jawabnya. Lalu ku ambilkan sepiring nasi beserta lauknya capcay dan udang goreng tepung. "Aisyah. Mas Indra itu alergi sama udang, kenapa kamu malah kasih dia udang," ucap Sherly. "Aisyah. Kamu sengaja ya mau meracuni Indra? mau bikin Indra masuk Rumah Sakit?" cerca Mamah memojokkanku. "Maafin aku Mas! aku gak tau kalau kamu alergi sama udang," ucapku meminta maaf. "Kamu itu istr
Bab 40"Aku lebih baik mat1 dari pada harus menikah denganmu," tampik Indra."Oh. Jadi kamu berani menolakku Mas?" Sherly berdiri mundur menjauhi Indra."Kalian. Kasih pelajaran untuk dia!" perintah Sherly kepada anak buahnya.Ketiga orang suruhan Sherly menghampiri Indra dan langsung menghajar Indra tanpa ampun.Indra hanya bisa pasrah dengan nasibnya sekarang, hanya keajaibanlah yang akan datang menyelamatkan dirinya. Tak disangka hati Sherly berubah penuh kebencian dan balas dendam."Sudah Sher stop!" teriak Rara yang berdiri ketakutan.Ketiga pria itu berhenti kala mendengar teriakan Rara. Indra bingung bagaimana bisa Kakak Iparnya berada disini?"Diam kamu Mba! tujuanku mengajakmu kesini untuk bantu aku bujuk Indra. Bukan malah membela dia," hardik Sherly.Sedangkan di luar sana Aisyah baru saja sampai. Dia meminta sopir ojek online menemaninya sementara, selagi Joe belum sampai. Di perjalanan dia sempat menelepon Kakak Iparnya, bahwa dia melihat Rara dan Sherly pergi menggunaka
Bab 39Sebuah mobil hitam melaju pelan menyusuri jalanan ibukota. Mobil yang berpenumpang tiga orang itu sesekali berhenti di pinggir jalan. Salah seorang dari mereka turun dari mobil dan menghampiri setiap orang yang ditemuinya."Bagaimana Aisyah. Apa ada yang pernah melihat Indra di sekitar sini?" tanya Joe saat Aisyah masuk membuka pintu mobil."Gak ada Bang. Dari sekian orang yang aku temui, mereka bilang gak pernah liat Mas Indra disekitar sini," terang Aisyah menyampaikan informasi yang ia dapatkan setelah beberapa kali bertanya pada orang-orang yang di temuinya di jalan."Buat apa sih nyari orang yang gak jelas dimana keberadaannya? buang-buang waktu saja. Tau begini mendingan aku ke Toko saja, dari pada ikut kalian," celoteh Rara yang kesal karena jenuh."Bisa diam gak Ra? kalau kamu gak punya empati, lebih baik diam! yang hilang ini adikku bukan orang lain," hardik Joe.Rara yang malu karena kena marah oleh suaminya didepan Aisyah. Dia gegas memalingkan wajahnya menghadap ke
Bab 37"Aaaaa... " Rara menjerit histeris saat melihat pakaian kesayangannya yang baru diambil dari jemuran sobek. Di telitinya satu persatu di setiap bagian, ia syok ketika melihat banyak bekas guntingan yang membuat bajunya tidak layak untuk dipakai.Suara jeritan Rara menembus ke dinding kamar hingga terdengar di telinga Aisyah.'Pasti dia syok melihat baju kesayangannya sobek. Kamu yang sudah mulai permainan ini terlebih dahulu Mba, jadi jangan salahkan aku kalau mengikuti permainanmu' gumam Aisyah."Bi Ratih. Siapa yang sudah berani menyobek bajuku?" Rara menghampiri Bi Ratih yang sedang mencuci piring di dapur, membentang bajunya lebar-lebar."Bi- Bibi gak tau Mba. Bukan Bibi yang menyobeknya," jawab Bi Ratih gemetar karena takut melihat Rara yang sudah beringas seperti singa yang siap menerkam mangsanya."Terus siapa?" "Bibi gak tau," ucap Bi Ratih lirih."Gak salah lagi. Ini pasti ulah Aisyah. Kurang ajar dia sudah berani melawanku," Rara gegas meninggalkan dapur menuju ke k
Bab 36"Ehemm," Aisyah sengaja berdehem dibalik pintu.Rara terkejut mendengar ada seseorang yang datang, sontak ia menutup panggilan teleponnya dan menyembunyikan handphone dibalik saku celana."Sejak kapan kamu ada disitu?""Baru saja. Memangnya kenapa, ko kamu kaya ketakutan gitu?" tanya Aisyah sengaja memancing gelagat Rara yang mulai mencurigakan."Gak. Aku mau masuk dulu nyuci baju," ungkapnya seraya membawa kembali pakaian kotor yang sedari tadi ditentengnya kesana kemari tanpa tau kemana arah dan tujuannya."Bukannya kamu bilang tadi mau di laundry," ucap Aisyah santai, badannya ia senderkan di depan pintu menghalangi jalannya Rara ketika ingin masuk."Eemm... laundry-nya tutup," jawab Rara sekenanya. Padahal ia belum sempat menelepon laundry karena sudah terlebih dahulu menerima telepon dari seseorang.Aisyah tau kalau Rara sedang berbohong, sikapnya yang mencurigakan membuat Aisyah mencium sesuatu hal yang tidak beres."Minggir!" usir Rara. Ia menabrak tubuh Aisyah yang meng
Bab 35"Mba Rara dimana Bang? kenapa dia gak ikut makan bareng kita?" tanya Indra yang mencari keberadaan Kakak Iparnya."Dia di kamar Ndra. Lagi gak selera makan katanya," jawab Joe."Biarin saja. Kamu gak usah mengantar makanan ke kamar buat dia Joe! kalau lapar juga pasti dia keluar sendiri nyari makanan," terang Bu Sukma sinis.Di meja yang dikelilingi kursi, mereka semua berkumpul untuk menikmati makan malam. Hanya Rara yang tak mau ikut bergabung dengan mereka."Joe. Kamu harus tegas jadi suami! jangan mau di perdaya sama istri. Makin kesini kok makin gak punya sopan santun. Bisa - bisanya dirumahnya, Mamah dijadikan B4bu. Dan sekarang numpang disini malah sok jadi ratu. Makan minta dianterin ke kamar," tegur Bu Sukma sambil mengunyah makanan yang dilahapnya."Iya Mah," jawab Joe singkat.Aisyah dan Indra saling berpandangan. Mereka saling menahan tawa satu sama lain ketika mendengar Mamahnya dijadikan pembantu di rumah menantu yang dulunya ia bangga-banggakan.***Suara kicauan
Bab 34'Apa maksudnya coba mengajak menginap dirumah ternyata disuruh gantiin tugas pembantu yang pulang kampung. Rara makin kesini sudah gak punya rasa hormat sama Mertuanya sendiri' gerutu Bu Sukma. Ia tidak peduli dengan pesan menantunya sebelum berangkat.Rumah yang biasanya rapi tidak ada pembantu dua hari saja terlihat berantakan. Piring kotor dimana-mana, debu dilantai dan sudut-sudut ruangan serta kaca sudah menempel karena rumah Rara berada di pinggir jalan raya yang banyak dilewati kendaraan berlalu lalang.'Membayangkan untuk membersihkan rumah yang kotor saja aku sudah malas. Apalagi disuruh membersihkannya, bisa-bisa aku pingsan karena kecapean. Dasar Rara malasnya kebangetan. Dirumah sendiri aku di jadikan Ratu, di rumah menantu aku di jadikan Babu' Bu Sukma terus menggerutu.Tak mau ambil pusing, ia menjatuhkan badannya diatas kursi sofa yang berada dekat dengan televisi. Dipencetnya tombol power di remote tv yang ia pegang.Brak...brak..brakTerdengar seseorang mengged
Bab 33"Mas," Aisyah beringsut mendekati Indra yang sedang duduk di tepi ranjang dengan setengah badan menyender di senderan kasur. Kedua tangannya asyik memainkan benda pipih dihadapannya."Hmmm," "Kamu kenapa seharian ini diamterus? Apa menyesal, sudah mengusir Sherly atau ada hal lain yang sedang kamu pikirkan?" tanya Aisyah yang tak nyaman melihat suaminya murung."Kalau Mas menyesal harusnya sudah mas susul dari tadi," jawab Indra meledek istrinya."Ya sudah sana kalau mau nyusul!" cetus Aisyah. Wajah yang sedari tadi menghadap suaminya segera dipalingkan. Bibirnya yang manis mendadak masam, cemberut mengisyaratkan kalau dia tidak senang."Serius? gak cemburu nih kalau Mas berubah pikiran buat susul dia dan menjadikannya istri ke dua?" ledek Indra yang berbisik di telinga Aisyah. Didekatkannya wajah Indra di samping wajah Aisyah yang hanya berjarak beberapa senti.Mata Aisyah terbelalak "Ih kamu Mas," Aisyah memukul dada bidang Indra " Awas saja kalau berani. Aku potong anu - m
Bab 32"Indra. Mamah mohon kamu jangan pergi dari rumah!" cegah Bu Sukma yang memeluk erat tubuh Indra. Terlihat Bu Sukma bimbang antara menenangkan Sherly yang tengah menangis tersedu atau mencegah Indra agar tidak keluar dari rumah."Mah. Tolong jangan lagi mencampuri urusan rumah tanggaku! kalau tidak mau aku pergi dari rumah ini. Apalagi menjodohkan aku dengannya agar bersatu kembali. Itu tidak mungkin," pinta Indra. Ia menatap Mamahnya dengan penuh harapan.Bu Sukma tidak bisa menjawab permohonan Indra. Dalam hatinya mau tidak mau harus mengikhlaskan jikalau Sherly harus pergi, tapi dia belum bisa terima sepenuhnya jikalau harus berdamai dengan Aisyah."Tapi Ndra. Aku tidak masalah, kamu jadikan istri ke dua," terang Sherly dengan wajah penuh harapan. Ucapannya membuat Aisyah terkejut hingga berdiri dari tempatnya ia duduk."Enak banget kamu ngomong. Memang kelebihan kamu apa ingin menjadi istri kedua nya Mas Indra?" tantang Aisyah."Aku lebih cantik dari kamu, lebih mapan, selev
Bab 31"Mas. Kamu itu beneran, mobil hadiah ulang tahunku kamu beli secara kredit?" tanya Aisyah yang sedang menyisir rambutnya yang masih basah akibat pergumulannya dengan Indra sebelum waktu shubuh."Gak lah sayang. Mas beli mobil itu cash," terang Indra."Terus kenapa kamu berbohong sama Mamah?" Aisyah membalikkan badannya menatap serius suaminya."Ya. Karena terpaksa Dek. Kalau Mas bilang sejujurnya sama Mamah, mobil itu dibeli cash. Bisa-bisa Mamah iri, dikiranya Mas punya banyak uang. Mamah kan sudah lama minta ganti mobil baru, tapi gak Mas turutin. Uang itu tadinya mau buat tabungan rumah masa depan kita. Tapi Mas gak tega liat kamu pergi kemana-mana pakai taxi online apalagi ditambah hinaan dari Mba Kiki dan Mba Rara," ungkap Indra yang diam-diam mengetahui sikap Kakak-kakak Iparnya."Tapi gak harus berbohong juga Mas! lagi pula aku gak butuh mobil. Aku bisa kemana-mana pakai taxi online. Apalagi kalau pas jalanan macet alternatif ojek online lebih sat set. Lebih baik kamu ju