Konflik antara bawahan Riquelme dan Haris di Breza tetap berlanjut, membuat wilayah kekuasaan Riquelme tersebut menjadi tempat yang mengerikan.Bangunan hancur, mayat bergeletakan dimana-mana membuat tempat tersebut layaknya medan perang.Pihak keamanan Breza mengungsikan warga sekitar wilayah tersebut agar mereka tidak menjadi korban bentrokan dua kubu tersebut.Sementara di Vlasir, Hamed secara perlahan mencuci otak para bawahan Haris agar mereka mau mengikutinya, mengingat di Vlasir nama Hamed cukup terkenal di dunia bawah, walaupun selama ini tertutupi kekuasan Haris.***Sedangkan di tempat Martin berada, pria itu mengajak Jessica pergi jalan-jalan. Karena ia sudah cukup lama tidak mengajak sang Istri bersenang-senang."Tumben sekali kamu mau pergi denganku?" tanya Jessica yang duduk di samping sang Suami.Martin yang sedang menyetir tersenyum. "Selama ini aku terlalu sibuk, sampai lupa denganmu. Sekarang waktunya untuk menggantinya."Jessica balas tersenyum. "Terima kasih sayang.
Sementara Martin sedang berhadapan dengan orang yang di kira Riquelme.Di tempat Jessica berada seorang pria muncul di belakang Istri Martin tersebut. Pria itu langsung membekap mulut Jessica dengan sapu tangan.Sontak saja Jessica yang sedang menutup mata menikmati sejuknya udara di sana terkejut, ia mencoba berontak dari pria itu. Namun, usahanya sia-sia, wanita itu pun perlahan-lahan memejamkan matanya efek obat tidur yang ada di sapu tangan.Pria itu langsung menutupi wajah Jessica dengan topi dan membawanya pergi dari sana, tanpa membuat curiga orang-orang yang sedang berada di sana.Martin menoleh ke arah sang Istri, ia melihat wanitanya tersebut di bawa oleh seseorang. Sontak saja dia langsung berteriak."Jessica!" seru Martin yang akan langsung mengejar pria yang membawa Istrinya tersebut. Namun, sosok yang di sangkarnya Riquelme tiba-tiba melesat ke arahnya dan langsung menghantam kepala belakang Martin.Martin terhuyung ke samping, pria yang mengahnatamnya tidak tinggal diam
Setelah mendapatkan suntikan tersebut, tiba-tiba urat-urat di tubuh Martin menonjol dari bagian leher hingga menjalar ke seluruh tubuhnya."Hahaha ... apakah aku berhasil?" Riquelme tertawa senang melihat efek cairan yang di suntikan dirinya ke tubuh Martin.Pral!Martin berhasil memutuskan tali yang mengikat Jessica di pohon. "Cepat pergilah!" ucap Martin sambil menahan rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya."Tidak, aku akan menemani kamu," jawab Jessica sambil menangis melihat sang Suami yang terlihat tampak kesakitan."Hahaha ... drama yang manis sekali, rasanya aku ...."SwutPrak!Riquelme langsung berhenti berbicara setelah Martin menggeprak kepalanya dengan kedua tangan hingga tengkorak kepalanya hancur.Kekuatan Martin seolah bertambah berkali-kali lipat setelah mendapatkan suntikan yang diberikan Riquelme.Martin menatap Riquelme sambil menahan rasa sakitnya, pria itu tewas seketika di sana, tapi mulutnya terlihat tersenyum.Argh!Martin berteriak histeris ketika tubuhn
Matias memperhatikan pria bertudung tersebut yang tampak duduk termenung sambil memandangi luka bakar di tangannya. Ia mendekat ke arah pria itu menyodorkan kopi kaleng yang di belinya dari minimarket.Pria bertudung tersebut menoleh ke arah Matias, wajahnya di tutupi masker dan kacamata hitam. Namun, pemuda itu dapat melihat kalau wajah pria itu juga seperti terkena luka bakar."Ambillah Paman, aku lihat daritadi kamu hanya diam di sini sendirian," ucap Matias sambil tersenyum.Pria bertudung itu masih menatap Matias dengan seksama untuk beberapa saat, baru ia mengambil kopi kaleng yang di berikan pemuda itu."Terima kasih," ucap pria itu yang langsung mengalihkan pandangannya.Matias hanya tersenyum, ia duduk di sebelah pria tersebut. Karena mengira di pria sangat kesepian setelah mendapatkan luka bakar yang kemungkinan ada di sekujur tubuhnya."Paman tinggal di sekitar sini?" tanya Matias membuka pembicaraan.Pria bertudung menganggukkan kepalanya, kemudian balik bertanya, "kamu tid
Terlihat sorot wajah Matias menggelap, matanya memerah, terlihat jelas kalau ia sangat marah terhadap Ibunya.Setelah mengatakan itu Matias bergegas naik ke kamarnya. Jessica berniat mengejar sang Anak, tetapi Celine yang kebetulan datang mencekal lengannya.Jessica menoleh siapa yang menahannya, terlihat Celine menggelengkan kepalanya dan meminta Jessica agar membiarkan Matias sendiri.Celine mengajak Jessica ke ruang keluarga, meminta duduk di sampingnya sambil tersenyum."Jangan terlalu keras dengannya," ucap Celine sambil mengusap bahu wanita yang sudah di anggapnya saudari tersebut.Jessica menghela napas panjang, memijat pangkal hidungnya. "Semenjak kematian Paman Ivan satu tahun lalu, Matias terlihat semakin bertindak sesuka hati, apa tidak apa dia seperti ini?" Celine tersenyum. "Berpikirlah positif, anakmu sudah mulai dewasa, tentu dia tidak senang jika kamu terus memberinya peraturan ketat seperti sekarang."Jessica menyenderkan tubuhnya di sofa, mendongak ke atas menutup ma
Bukan hanya Matias yang terkejut, Vincen dan Ibunya juga ikut terkejut, mereka takut kalau Jessica marah. Karena sang Anak telah melakukan pemukulan terhadap orang lain."Zarko, urus semuanya agar dia masuk penjara! Adrian, siapkan mobil, bawa semua barang teman anak saya ke mobil, kita ke Apartemen Luther!" perintah Jessica langsung.Matias menatap Ibunya sambil bengong, ini pertama kali buatnya melihat sang Ibu melakukan sesuatu yang di inginkannya.Jessica menatap Matias sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Kenapa bengong, bantuin teman kamu membawa barang-barangnya ke mobil, urusanmu dengan Ibu di rumah nanti!"Matias tersadar. "Ck, apa tidak bisa bicara dengan lembut," gumamnya sambil berjalan mengambil barang-barang Vincen.Vincen bergegas mengejar Matias, pemuda itu menyenggol bahu Matias. "Itu Ibu kamu?" bisiknya kepada Matias."Siapa lagi, hanya dia yang memasang wajah seperti itu padaku," jawab Matias malas."Hais, jangan begitu, beliau terlihat sangat baik dan
Matias masih mencari-cari pria bertudung yang tadi dilihatnya, ia yakin kalau sosok tersebut berada di sana.Adrian bergegas ke tempat Tuan mudanya, ia tidak tahu apa hang di cari Matias. Namun, sepertinya itu hal yang penting buatnya."Tuan ada apa?" tanya Adrian penasaran."Paman, tadi kamu melihat pria bertudung di sini, 'kan?" tanya Matias memastikan.Adrian mengernyitkan dahi. "Pria bertudung?""Ah ...." Matias mengacak rambutnya kesal, ia tidak melihat siapa pun di sana dan langsung kembali ke mobil.Adrian tentu saja bingung, ia tidak melihat siapa-siapa di sana. Pria itu menghela napas, mengejar Matias kembali ke mobil.Mereka pun langsung masuk ke gerbang Mansion Luther. Terlihat dari atas sebuah bangunan pria Bertudung sedang sedang memperhatikan Mansion tersebut."Sudah lama sekali aku tidak ke sini, ternyata semuanya masih sama," gumam pria itu terlihat sedih.Pria tersebut menghela napas panjang, sebelum akhirnya ia melompat turun dari bangunan tersebut dan bergegas pergi
Martin tersenyum mendengar Profesor menasehatinya. Pria itu membuka kaleng Bir, menenggaknya."Aku pasti mengantar anda sampai Universitas, jangan khawatir," ucap Martin sopan.Profesor menghela napas. "Terakhir kali kau bilang begitu, aku harus susah payah naik ke tebing, jika bukan karena asisten robotku, entah sampai ke Universitas atau tidak."Martin terkekeh geli, ia teringat kejadian saat dirinya tidak bisa mengendalikan diri meminum belasan botol anggur yang di belinya sendirian."Maaf Prof, kali ini aku janji tidak akan mengulangi hal yang sama. Karena aku sudah memutuskan untuk menemui mereka," ucap Martin mantap."Uhuk! Uhuk!" Profesor tersedak Bir yang ia minum, pria tua itu menatap Martin dengan seksama, lantas bertanya, "kamu serius? tapi wajah kamu ...."Martin menghela napas. "Sudah sangat lama aku menyembunyikan kondisiku seperti ini, setidaknya aku ingin menemui mereka, walaupun mereka nantinya ketakutan melihatku yang seperti ini."Martin mengepalkan tangannya, ia ter
Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya
Jessica tidak merasa sama sekali kalau Suaminya buruk rupa, ia masih memperlakukannya sama seperti dulu, ketika ia masih sangat tampan.Mereka berdua keluar dari Mansion Luther. Martin dan Jessica sedikit terkejut ketika melihat semua bawahannya berbaris di halaman Mansion. Adrian, Zarko, Jimy, Ivan dan Sulivan berdiri paling depan memimpin mereka semua."Selamat datang kembali Tuan!" sapa semua bawahan Martin serempak sambil membungkukkan badan.Martin merasa terharu melihat mereka semua masih menghargainya, padahal ia sudah berprasangka buruk kepada mereka semua dan tidak berani memunculkan wajah buruk rupanya.Jessica merangkul lengan sang Suami, Martin menoleh menatap sang Istri, terlihat Jessica tersenyum padanya sambil menganggukkan kepala.Martin meminta para bawahannya untuk berdiri tegap kembali, mereka semua pun langsung berdiri tegap siap mendengarkan apa yang akan pemimpinnya katakan."Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menjaga keluargaku dengan baik ... dan maaf, s
Semua orang yang ada di sana tercengang, mereka semua tidak menyangka kalau Istri Tuannya tidak merasa jijik sama sekali dengan kondisi wajah Martin.Celine yang tertegun segera tersadar, ia memberikan kode kepada semua pengawal penjaga Mansion agar pergi meninggalkan tempat tersebut.Mereka semua pun bergegas pergi sesuai dengan kode yang Celine berikan agar tidak mengganggu pertemuan kembali Tuan mereka.Celine tersenyum ketika ikut keluar dengan para penjaga Mansion. Ia juga merasa lega melihat Martin yang ternyata masih hidup.Martin membalas kecupan Jessica, ia memeluk wanita yang telah ditinggalkannya tersebut selama belasan tahun lamanya, ia memeluk tubuhnya dengan erat.Keduanya melepaskan cumbuan mereka, terlihat Jessica memegang kedua pipi Martin. "Selama ini ... kamu pasti menderita sendirian," ucapnya lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian lah yang lebih menderita dariku, maaf."Air mata mereka berdua tidak terbendung lagi, keduanya kembali berpelukan melepa
Zarko dan Adrian sampai di pantai Heracles, di mana Jimy mengatakan terlihat di salah satu CCTV jalan dekat dengan pantai.Mereka berdua turun dari mobil mendongak menatap CCTV yang ada di sebuah tiang pinggir jalan."Zarko, apa kamu yakin kemungkinan beliau ada di sini?" tanya Adrian sambil menatap tepi pantai yang tampak sangat sepi."Jangan banyak bertanya, kita cari jejaknya!" tegur Zarko yang langsung berlari ke arah CCTV menyorot.Adrian berdecak kesal, pasalnya jika Zarko sudah bergerak, pria itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan terpenuhi.Mereka berdua pun menyusuri pantai Heracles sepanjang malam. Namun, keduanya tidak menemukan apa pun di sana."Ah ... aku lelah." Adrian ambruk di pantai, telentang menatap langit yang mulai cerah.Zarko menghela napas, ia juga berhenti dan duduk di sebelah rekannya tersebut sambil mengacak-acak rambutnya. Karena tidak berhasil menemukan apa pun di sana."Tuan, di mana kamu sebenarnya?" gumam Zarko.Adrian menoleh mendengar reka