Terlihat sorot wajah Matias menggelap, matanya memerah, terlihat jelas kalau ia sangat marah terhadap Ibunya.Setelah mengatakan itu Matias bergegas naik ke kamarnya. Jessica berniat mengejar sang Anak, tetapi Celine yang kebetulan datang mencekal lengannya.Jessica menoleh siapa yang menahannya, terlihat Celine menggelengkan kepalanya dan meminta Jessica agar membiarkan Matias sendiri.Celine mengajak Jessica ke ruang keluarga, meminta duduk di sampingnya sambil tersenyum."Jangan terlalu keras dengannya," ucap Celine sambil mengusap bahu wanita yang sudah di anggapnya saudari tersebut.Jessica menghela napas panjang, memijat pangkal hidungnya. "Semenjak kematian Paman Ivan satu tahun lalu, Matias terlihat semakin bertindak sesuka hati, apa tidak apa dia seperti ini?" Celine tersenyum. "Berpikirlah positif, anakmu sudah mulai dewasa, tentu dia tidak senang jika kamu terus memberinya peraturan ketat seperti sekarang."Jessica menyenderkan tubuhnya di sofa, mendongak ke atas menutup ma
Bukan hanya Matias yang terkejut, Vincen dan Ibunya juga ikut terkejut, mereka takut kalau Jessica marah. Karena sang Anak telah melakukan pemukulan terhadap orang lain."Zarko, urus semuanya agar dia masuk penjara! Adrian, siapkan mobil, bawa semua barang teman anak saya ke mobil, kita ke Apartemen Luther!" perintah Jessica langsung.Matias menatap Ibunya sambil bengong, ini pertama kali buatnya melihat sang Ibu melakukan sesuatu yang di inginkannya.Jessica menatap Matias sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Kenapa bengong, bantuin teman kamu membawa barang-barangnya ke mobil, urusanmu dengan Ibu di rumah nanti!"Matias tersadar. "Ck, apa tidak bisa bicara dengan lembut," gumamnya sambil berjalan mengambil barang-barang Vincen.Vincen bergegas mengejar Matias, pemuda itu menyenggol bahu Matias. "Itu Ibu kamu?" bisiknya kepada Matias."Siapa lagi, hanya dia yang memasang wajah seperti itu padaku," jawab Matias malas."Hais, jangan begitu, beliau terlihat sangat baik dan
Matias masih mencari-cari pria bertudung yang tadi dilihatnya, ia yakin kalau sosok tersebut berada di sana.Adrian bergegas ke tempat Tuan mudanya, ia tidak tahu apa hang di cari Matias. Namun, sepertinya itu hal yang penting buatnya."Tuan ada apa?" tanya Adrian penasaran."Paman, tadi kamu melihat pria bertudung di sini, 'kan?" tanya Matias memastikan.Adrian mengernyitkan dahi. "Pria bertudung?""Ah ...." Matias mengacak rambutnya kesal, ia tidak melihat siapa pun di sana dan langsung kembali ke mobil.Adrian tentu saja bingung, ia tidak melihat siapa-siapa di sana. Pria itu menghela napas, mengejar Matias kembali ke mobil.Mereka pun langsung masuk ke gerbang Mansion Luther. Terlihat dari atas sebuah bangunan pria Bertudung sedang sedang memperhatikan Mansion tersebut."Sudah lama sekali aku tidak ke sini, ternyata semuanya masih sama," gumam pria itu terlihat sedih.Pria tersebut menghela napas panjang, sebelum akhirnya ia melompat turun dari bangunan tersebut dan bergegas pergi
Martin tersenyum mendengar Profesor menasehatinya. Pria itu membuka kaleng Bir, menenggaknya."Aku pasti mengantar anda sampai Universitas, jangan khawatir," ucap Martin sopan.Profesor menghela napas. "Terakhir kali kau bilang begitu, aku harus susah payah naik ke tebing, jika bukan karena asisten robotku, entah sampai ke Universitas atau tidak."Martin terkekeh geli, ia teringat kejadian saat dirinya tidak bisa mengendalikan diri meminum belasan botol anggur yang di belinya sendirian."Maaf Prof, kali ini aku janji tidak akan mengulangi hal yang sama. Karena aku sudah memutuskan untuk menemui mereka," ucap Martin mantap."Uhuk! Uhuk!" Profesor tersedak Bir yang ia minum, pria tua itu menatap Martin dengan seksama, lantas bertanya, "kamu serius? tapi wajah kamu ...."Martin menghela napas. "Sudah sangat lama aku menyembunyikan kondisiku seperti ini, setidaknya aku ingin menemui mereka, walaupun mereka nantinya ketakutan melihatku yang seperti ini."Martin mengepalkan tangannya, ia ter
Zarko dan Adrian sampai di pantai Heracles, di mana Jimy mengatakan terlihat di salah satu CCTV jalan dekat dengan pantai.Mereka berdua turun dari mobil mendongak menatap CCTV yang ada di sebuah tiang pinggir jalan."Zarko, apa kamu yakin kemungkinan beliau ada di sini?" tanya Adrian sambil menatap tepi pantai yang tampak sangat sepi."Jangan banyak bertanya, kita cari jejaknya!" tegur Zarko yang langsung berlari ke arah CCTV menyorot.Adrian berdecak kesal, pasalnya jika Zarko sudah bergerak, pria itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan terpenuhi.Mereka berdua pun menyusuri pantai Heracles sepanjang malam. Namun, keduanya tidak menemukan apa pun di sana."Ah ... aku lelah." Adrian ambruk di pantai, telentang menatap langit yang mulai cerah.Zarko menghela napas, ia juga berhenti dan duduk di sebelah rekannya tersebut sambil mengacak-acak rambutnya. Karena tidak berhasil menemukan apa pun di sana."Tuan, di mana kamu sebenarnya?" gumam Zarko.Adrian menoleh mendengar reka
Semua orang yang ada di sana tercengang, mereka semua tidak menyangka kalau Istri Tuannya tidak merasa jijik sama sekali dengan kondisi wajah Martin.Celine yang tertegun segera tersadar, ia memberikan kode kepada semua pengawal penjaga Mansion agar pergi meninggalkan tempat tersebut.Mereka semua pun bergegas pergi sesuai dengan kode yang Celine berikan agar tidak mengganggu pertemuan kembali Tuan mereka.Celine tersenyum ketika ikut keluar dengan para penjaga Mansion. Ia juga merasa lega melihat Martin yang ternyata masih hidup.Martin membalas kecupan Jessica, ia memeluk wanita yang telah ditinggalkannya tersebut selama belasan tahun lamanya, ia memeluk tubuhnya dengan erat.Keduanya melepaskan cumbuan mereka, terlihat Jessica memegang kedua pipi Martin. "Selama ini ... kamu pasti menderita sendirian," ucapnya lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian lah yang lebih menderita dariku, maaf."Air mata mereka berdua tidak terbendung lagi, keduanya kembali berpelukan melepa
Jessica tidak merasa sama sekali kalau Suaminya buruk rupa, ia masih memperlakukannya sama seperti dulu, ketika ia masih sangat tampan.Mereka berdua keluar dari Mansion Luther. Martin dan Jessica sedikit terkejut ketika melihat semua bawahannya berbaris di halaman Mansion. Adrian, Zarko, Jimy, Ivan dan Sulivan berdiri paling depan memimpin mereka semua."Selamat datang kembali Tuan!" sapa semua bawahan Martin serempak sambil membungkukkan badan.Martin merasa terharu melihat mereka semua masih menghargainya, padahal ia sudah berprasangka buruk kepada mereka semua dan tidak berani memunculkan wajah buruk rupanya.Jessica merangkul lengan sang Suami, Martin menoleh menatap sang Istri, terlihat Jessica tersenyum padanya sambil menganggukkan kepala.Martin meminta para bawahannya untuk berdiri tegap kembali, mereka semua pun langsung berdiri tegap siap mendengarkan apa yang akan pemimpinnya katakan."Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menjaga keluargaku dengan baik ... dan maaf, s
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya