Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas172. HARTA WARISAN (Bagian A)"APA?!" Wak Nurma, Bang Diky, dan Kak Nuri, kompak berteriak histeris.Wah, wah, mereka benar-benar keluarga yang harmonis sekali. Sangat kompak di bidang apapun, memojokkan orang lain, mencemooh, dan mau merebut harta orang lain.Kompak sekali!Mata mereka melotot ke arahku, dan juga langsung menatapku dengan tajam. Namun aku sama sekali tidak gentar!Dan membalas tatapan mereka dengan pandangan yang tajamnya melebihi omongan tetangga, aku tidak takut shay!"Apa maksud kamu?!" tanya Wak Nurma naik pitam."Kurang jelas, Wak? Kan, sudah kubilang tadi. Dengarkan baik-baik karena aku tidak akan mengulanginya lagi," kataku sambil tersenyum lebar.Mereka kembali melotot marah saat melihat senyumku yang amat lebar, harga diri mereka pasti terasa seperti diinjak-injak.Sudah susah payah menuntut harta, eh malah tidak berjalan sesuai dengan yang mereka harapkan. Kasihan!"ELLEN!" Bang Diky dan Wak Nurma kompak berteriak ka
173. HARTA WARISAN (Bagian B)Kak Nuri dan Bang Diky hanya diam, namun wajah mereka terlihat memerah. Mereka pasti merasakan, kalau harga diri mereka terluka saat ini.Aku tidak pernah mengungkit apapun, aku selalu berusaha menjadi saudara yang baik.Karena aku dan bang Usman hanya berdua, aku berusaha membangun persaudaraan dengan sepupu-sepupuku.Bukannya aku tidak tahu, dan bukannya aku tidak menagih. Aku sudah terlalu sering menagih uang lima belas juta itu pada Bang Diky, namun dia delalu mempunyai alasan untuk menundanya.Sehingga aku berusaha untuk mengikhlaskannya, tapi sekarang malah di katakan aku pelit? Wah, wah, tidak bisa di percaya.Sedangkan aku selama ini diam saja, dan tidak pernah menuntut ganti pada Kak Nuri yang menghilangkan gelang emasku.Gelang yang dipinjamnya saat mau undangan ke kampung halamannya, dia mengatakan malu kalau tidak memiliki emas.Dengan senang hati aku meminjamkan gelang emasku padanya, namun apa yang terjadi?Kak Nuri sama sekali tidak amanah,
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas174. KETAHUAN BELANGNYA (Bagian A)Semua orang terdiam dan menatap ke arah pintu, di sana berdiri dua sosok orang.Kak Ambar dan Kak Ika, bagaimana ceritanya mereka bisa datang bersamaan aku tidak tahu. Tapi yang jelas mereka saat ini terlihat sedang berjalan menuju ke arah kami."Kak, kapan datang?" tanyaku heran.Karena aku memang tidak ada mendengar suara langkah kakinya, ataupun tanda-tanda kedatangannya. Apa mungkin karena kami terlalu asik berdebat? "Barusan, Kakak cuma nganter lauk buat kalian makan siang. Soalnya Ibu masak rendang jengkol," katanya sambil mengangsurkan satu buah rantang alumunium.Lauk untuk makan siang? Aku otomatis melihat ke arah jam, dan di sana sudah tertera jam setengah dua belas siang.Wah, wah, ternyata perdebatan ini membuang banyak waktu. Dan aku tekankan, aku lapar! Bisa dibilang, aku tidak ada menikmati sarapan semenjak tadi. Nafsu makanku hilang akibat perkataan Wak Nurma dan Bang Diky.Apalagi mengingat s
175. KETAHUAN BELANGNYA (Bagian B)"Apa?!" pekik Kak Ika tiba-tiba.Lalu dia menatapku dan juga Bang Usman dengan pandangan yang sangat sulit diartikan, dia terlihat marah dan juga kecewa. Matanya melirik ke arahku dengan sinis, sebenarnya ada apa, sih? Batinku berteriak penasaran dengan keadaan ini."Kok bisa sih, Bang?" tanyanya dengan nada menuntut pada Bang Usman.Bang Usman sendiri kemudian mengernyit heran, keningnya melipat dalam sama seperti ekspresi yang aku keluarkan. Dia pasti tidak mengerti kenapa Kak Ika bisa seheboh ini."Memangnya kenapa, Dek?" tanyanya heran. "Ya tentu saja bisa, Ellen itu adikku! Anak Bapak dan Ibu juga, wajarlah kalau Bapak dan Ibu membelikan tanah untuknya," katanya lagi dengan nada santai."Kenapa mereka tidak membuat surat itu atas nama Abang saja?" tanyanya lagi.Ahhhhh, jadi begitu? Semua ini hanya berputar pada masalah harta saja ternyata. Aku heran dengan situasi ini, bagaimana bisa orang-orang yang tidak berhak seperti mereka ini, dengan ti
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas176. PENGKHIANATAN KAK IKA (Bagian A)"Kenapa kalian meributkan harta orang, hah?!" tanyaku pelan.Mereka semua terdiam, sudah cukup lama sepertinya aku tidak naik pitam seperti ini.Terakhir kali adalah saat menghadapi keluarga Bang Gery, yang sukses membuat aku emosi tingkat dewa. Orang-orang yang tidak punya malu dan juga serakah.Siapa yang menyangka kalau keluargaku sendiri juga tidak kalah serakah? Memang di luar dugaan sekali!"Ini adalah harta keluargaku, dan kalian semua tidak berhak mencampurinya!" kataku lagi.Mereka semua masih terdiam, Kak Ika menatapku dengan pandangan tajam. Dia seperti hendak menelan bulat-bulat, atau mencincang tubuhku kecil-kecil dan memberikannya pada buaya yang kelaparan."Tidak berhak? Aku istri Abangmu!" katanya ketus."Ya, dan aku Adik kandung suamimu itu!" balasku tak kalah ketus.Mereka semua terperanjat, dan menatapku dengan pandangan tak percaya. Mereka semua pasti kaget karena aku menyebut Kak Ika den
177. PENGKHIANATAN KAK IKA (Bagian B)Aku mengernyit, tidak biasanya Abangku ini bersikap seperti ini. Sebenarnya ada apa, sih?"Kenapa, sih? Coba cerita, dong! Mana tahu aku bisa bantu," tawarku kemudian. "Kak Ambar dan Bang Galuh pergi juga pasti karena mau ngasih kita waktu buat bicara berdua, Bang," kataku lagi."Hahhhh ….""Apaan, sih? Kok lama-lama Abang seperti orang yang frustasi begitu jadinya?" tanyaku sambil terkekeh. "Dek!" panggil Bang Usman dengan nada serius, suaranya berat dan juga dalam.Aku bergidik karena tiba-tiba atmosfer ruangan ini bertambah berat dan juga entah kenapa terasa sesak, Bang Usman yang sedang berada di dalam mode ‘serius’ benar-benar mengerikan."Apa? Kenapa?" balasku ingin tahu."Kalau ... misalnya … andaikata … seumpama … Galuh selingkuh, bagaimana?" tanyanya lagi.Aku mengernyit heran dengan pertanyaan yang Bang Usman keluarkan dan kemudian langsung tertawa hingga berguling di atas sofa."Bang Galuh tidak mungkin melakukannya, Bang. Dia terlalu
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas178. BERCERAI (Bagian A)"Siapa yang akan bercerai?" tanya Kak Ambar lagi.Aku dan Bang Usman saling berpandangan, bingung bagaimana cara mengelak dari pertanyaan yang sangat to the point itu.Bagaimanapun juga, ini adalah aib keluarga dan harus ditutupi dengan rapat. Walaupun Bang Usman memang ingin berpisah dengan Kak Ika, tetapi Kak Ika tetaplah Ibu dari Aksa.Karena penilaian yang buruk dari masyarakat pada Kak Ika yang berselingkuh, bisa membuat mental Aksa menjadi jatuh.Dia masih lah bocah cilik yang belum tahu apa-apa, dan sebisa mungkin kami harus menjaga mentalnya tetap bagus."I—itu …." Bang Usman tergagap dan menatap mataku, meminta tolong secara tidak langsung."Oh, itu loh, Kak. Artis yang main film suka gonta ganti suami itu, Kak," kataku beralasan."Oooh, jangan ada deh yang punya nasib bercerai seperti Kakak, nggak enak jadi janda," katanya sambil terkekeh pelan.Aku dan Bang Usman berpandangan, raut wajah Kak Ambar berubah menj
179. BERCERAI (Bagian B)Eh, selingkuh juga dengan lelaki berinisial 'R' itu! Siapa yang menyangka? Rumah tangga yang terlihat baik-baik saja, ternyata menyimpan duri di dalamnya."Diingatkan, kok. Tapi namanya Abang ketiduran, ya tidak sadar," ujar Bang Usman sambil nyengir."Oh," balas Kak Ambar singkat.Dia sepertinya tidak ingin mencampuri urusan orang lain, walaupun aku tahu kalau dia pasti amat penasaran dengan hal ini.Siapa sih, yang bisa dengan mudahnya percaya begitu saja dengan ucapan Bang Usman? Kak Ambar itu adalah pengamat yang cukup handal, sudah aku buktikan dari dulu-dulu. Ketika dia masih menjadi istri Bang Gery, dan kami belum akur seperti sekarang. Dia sering mengamatiku diam-diam, dan tiba-tiba membuat huru-hara dengan pengamatannya itu.Jadi, pasti amat mudah baginya untuk mengetahui kebohongan Bang Usman saat ini."Enak ya, makan di sini. Nggak mikirin anak dan istri yang belum makan!" Kak Ika berdiri di bibir pintu dan menatap Bang Usman dengan tajam, namun