Hingga akhirnya Nadia menyerah, dia membukakan pintu. Dia tidak bisa berteriak karena kosnya terletak di ujung gang. Percuma juga berteriak, tidak ada yang menolongnya. Kosnya juga terlalu bebas, laki-laki dan perempuan bisa masuk tanpa jam khusus.
Supri mengintip dari sisi jendela yang terbuka dan melihat Davin tidak menggunakan pakaian apapun. Dia memaksa Nadia agar membuka pakaian dalamnya. Kebrutalan Davin semakin didramatisir oleh kata-kata busuk Supri.
“Jangan berbohong! Aku tidak melakukan semua hal yang kau sebutkan! Jangankan ke kos Nadia, letak kos’annya saja aku tidak tahu,” bela Davin.
“Ssstttt... teruskan kesaksianmu,” pinta Pak Labib.
“Sudah, Pak, hanya itu yang bisa saya ceritakan. Selebihnya saya tidak tahu karena saya langsung balik agar tidak dicurigai. Takutnya ada penghuni kos sebelah yang bangun.”
“Baiklah, kamu boleh pergi. Kesaksianmu lebih dari cukup.”
“Pak, kenapa hanya Nadia dan lelaki itu yang dimintai kesaks
“KAU YANG MENGHAMILI NADIA!” Melvin ikut kesal karena tuannya difitnah. Dia meninggikan suaranya sampai Labib Hutama menjauhkan ponselnya ke lantai. Labib Hutama ingin membela diri, tapi Melvin langsung menutup telepon. Setelah itu, Melvin mengirim pesan singkat. ‘Besok kau harus menerima akibatnya!’ Labib Hutama kelabakan mendapat ancaman itu. Dia tahu siapa sosok Melvin. Nasi sudah menjadi bubur, rencana yang awalnya berjalan mulus, ternyata menjadi senjata makan tuan. Sang rektor salah mencari lawan, dia tidak menyangka Davin adalah Tuan Muda Nayama. Davin bisa menghilangkan jabatan rektornya hanya dengan jentikan jari. Labib semakin gusar. Dia menelepon Prima, berulang kali, tapi tidak ada jawaban. Malam itu dia tidak bisa tidur dengan tenang. Istrinya coba membuatkan teh hangat, tapi Labib terus-terusan menggerutu. Hani terus menanyai Labib, masalah apa yang sedang dihadapinya saat ini, tapi Labib tidak mau menjawabnya. “M
“Davin, apa yang kamu lakukan di sini! Sekarang jam kuliah, bisa-bisanya kamu bolos pelajaran! Cepat masuk kelas atau kulaporkan perbuatanmu pada Januel!” bentak Labib Hutama, dia memakai pakaian layaknya seorang tukang kebun.Pagi sebelum berangkat, Labib mendapat teror dari seseorang. Dia diancam mati apabila tidak mau berangkat ke kampus mengenakan pakaian tukang kebun. Entah siapa yang melakukan itu, Labib akhirnya percaya dan mau menuruti keinginan konyol si peneror.Davin tertawa terbahak-bahak. “Sstt... Anda tidak boleh marah, Pak Rektor, maksudku, tukang kebun yang sudah tidak punya harga diri! Lagi pula aku bisa membocorkan identitas aslimu ke publik. Pak Rektor yang selama ini disegani, ternyata suka menghinakan diri sendiri ya...”“SIALAN!” Labib Hutama mengangkat sabitnya ke arah Davin.“Eits, jangan lakukan itu atau kamu bisa dipidana. Lihatlah sekeliling, banyak mahasiswa dan dosen lalu lalang. Merek
Indaluna adalah perusahaan pakaian yang sekarang dipimpin Claudia, calon istri Davin yang ternyata selingkuh dengan laki-laki lain.Selama meninggalkan Nayama, Davin bekerja sebagai cleaning service di perusahaan Claudia.Meskipun gajinya dibilang sangat minim; satu koma satu per bulan untuk ukuran ibukota, Davin sudah puas. Setidaknya dia bisa hidup dengan hasil jerih payah sendiri. Dia bekerja selama satu tahun dua bulan di sana, itu pun atas permintaan Claudia.Melvin berkali-kali meminta Davin agar berhenti dari pekerjaannya, tapi Davin tetap menolak.Setelah insiden pesta ulang tahun keluarga Latusia, lebih-lebih gagalnya lamaran itu, Davin menaruh dendam pada Claudia. Dia ingin membalas perbuatan keluarga Latusia, menghinakannya sampai lebih rendah dari tanah.Hampir tiga minggu Davin bolos kerja, ratusan kali telepon masuk, tapi tidak dia angkat. Claudia pasti marah besar jika Davin tiba-tiba kembali ke Indaluna Company.“Jangan
“Davin, Davin, dari mana saja kamu?” tanya Bu Tenkar, coba menahan emosi yang sudah meluap.Davin berdiri dan membungkuk di hadapan Bu Tenkar. “Kakek saya kritis dari tiga minggu lalu. Saya harus menemani beliau dirawat di rumah sakit, menyuapi dan memandikan beliau. Maafkan saya, Bu, saya berjanji tidak mengulanginya lagi.”Davin terpaksa berbohong, namun bisa dipastikan, usaha itu sia-sia belaka.Bu Tenkar tidak melihat ekspresi bersalah di wajah Davin, seakan ucapan itu hanya pemanis untuk menutupi semua kesalahannya. Emosi Bu Tenkar semakin memuncak, dia tidak bisa menahannya lagi.“Janji? Semudah itu mulutmu berkata? Setiap kesalahan harus dihukum, dan kesalahanmu ini sangat fatal. Pertama, kamu bolos kerja tanpa izin lebih dulu padaku, atau tangan kananku. Kedua, kamu bolos sampai tiga hari, tanpa ada kabar, tanpa ada pemberitahuan. Dan tiga, kamu tidak menghormatiku selaku kepala tenaga kerja di sini. Aku sudah muak me
Paidi dan Rahman membopong tubuh Davin yang sudah tidak berdaya. Mereka tidak membuang Davin, tapi memapahnya ke warung yang letaknya agak jauh dari Indaluna. Begitu melihat Davin, ibu pemilik warung langsung mengambil obat merah dan es batu dari dalam kulkas.Luka memar semuanya dikompres dengan air es. Davin mendesis, menatap tajam ke arah Paidi dan Rahman, pasti ada keanehan. Jarang-jarang Davin menatap dua teman dekatnya dengan tatapan mengerikan.“Baik, baik, kami mengaku, kami menyimpan kartu yang jatuh dari kantong belakang celanamu,” ucap Rahman pada Davin.“Jangan bilang pada siapapun,” lirih Davin, suaranya payau, lantas terbatuk hebat hingga mengeluarkan darah. Paidi mengusap darah itu dan memohon agar Davin tidak memaksakan diri lagi. “Tidak apa, aku sengaja, agar mereka puas.”“Tolong lepas jam ini dari tanganku, tekan tombol merah yang ada di belakang layar,” pinta Davin.Paidi melepas j
Bu Tenkar naik dan meminta Claudia turun menemui tamu istimewa itu. Awalnya Claudia menolak, tapi setelah Bu Tenkar cerita, Claudia langsung turun tanpa basa-basi. Hanya dengan embel-embel Ducati FX 150, Claudia sudah terpincut dan menyambutnya dengan atasan sedikit terbuka. Claudia coba menggoda Melvin, tapi lelaki itu tidak tergoda. Melvin membuka kacamatanya, menunjukkan wajah tampannya ke semua orang. “Ada keperluan apa Tuan datang ke sini?” tanya Claudia sangat sopan, beda saat berkata kepada Davin. Dia menonjolkan bagian atasnya pada Melvin seolah dia adalah gadis murahan yang dengan mudahnya tunduk oleh harta. “Tidak perlu basa-basi.” Melvin berujar ketus. “Saya diutus ke sini untuk membeli 51 persen saham Indaluna.” “APA KATAMU!” Claudia langsung membentak. “Tidak! Aku tidak akan menjualnya, walau pada orang sepertimu.” Mata semua karyawan tertuju pada Melvin, tidak ada yang menyangka jika lelaki kaya itu ingin menguasai Indalu
Hari ini Davin harus pergi ke kampus. Setelah diskusi lama dengan Melvin, akhirnya Davin tunduk, dia tidak bisa menolak keinginan kakeknya, Tuan Juta, yang masih memimpin Nayama jika ditinjau dari sisi struktural.Mengingat nama Davin tercemar di kampus lamanya, dia diminta pindah kampus guna menyelesaikan skripsinya yang tak kunjung selesai.Davin pun pergi ke kampus yang sudah didaftarkan ajudan Juta, salah satu kampus terkenal di kotanya, bisa dibilang kampus terbaik di Indonesia.“Sumpah males banget kuliah, mending joki skripsi, toh aku punya uang. Aku bisa sewa tukang joki terbaik di kampusku dulu.” Davin megendus kesal.“Sudahlah, Tuan, turuti saja permintaan Tuan Besar. Lagian skripsi juga nggak terlalu lama, yang penting Tuan lulus tepat waktu. Tuan Besar tidak pernah peduli dengan nilai.”Seperti biasa, lelaki itu pergi dengan pakaian seadanya. Dia membeli motor butut baru, sama persis seperti motor lamanya. Davin
Sebelum matahari terbenam, Davin ingin istirahat di lantai tiga villa Phoemix.“Ternyata kuliah di kampus baru lumayan capek.” Davin berujar pelan.“Banyak tugas, banyak ini, itu, dan hal-hal tidak berguna lainnya. Teori yang diajarkan juga tidak menarik, aku sudah sering mengalaminya saat belajar bisnis bersama ayah.Melvin menyahut cepat. “Teori 10 persen, selebihnya praktek dan pengalaman.”“Aku setuju denganmu. Kuliah hanya buang-buang waktu. Toh berapa ratus ribu mahasiswa yang ijazahnya terbuang dan tidak berguna. Banyak sekali, Vin, termasuk aku nanti. Hahaha...”Sejenak Davin menikmati suasana pantai, merebahkan diri, olahraga, hingga bertukar pikiran dengan Melvin.“Saya setuju dengan Anda, Tuan, terkadang orang sekolah bukan mengincar ilmu, tapi mengincar ijazah.” Melvin menyesap teh panas oolong hasil impor dari Tiongkok beberapa minggu lalu.Davin sudah menyewa beberapa