Di ujung ruang perapian ada dua ekor merpati putih yang diletakkan di dalam kandang. Selain suka mengoleksi ukiran dan foto-foto lama, Davin juga suka memelihara berbagai jenis hewan, salah satunya merpati putih itu.
Kedatangan Levy disambut mewah oleh Davin, dia sengaja menyiapkan karpet merah khusus untuk Levy.
“Hey, masih ingat aku?” Davin bertanya santai.
Levy menahan amarah ketika melihat Davin duduk sembari mengangkat salah satu kakinya. Tangan Levy sudah mengepal, dia siap memukul Davin karena mengira Davin adalah mata-mata yang melaporkan ke Nayama kalau dia yang mengembalikan kartu anggota Klan Emas keluarga Latusia.
“A-apa yang kamu lakukan di sini!” Levy langsung membentak Davin, tapi Melvin dengan cepat menutup mulut Levy dengan suara lantangnya.
“Jangan macam-macam dengan Tuan Muda! Gonggonganmu tidak berlaku di sini! Kamu tidak punya kuasa untuk membentak Tuan Muda! Asal kamu tahu, yang kamu lakuin nggak
Melihat tangan Levy bergerak meraih pecahan seratus dollar itu, Davin segera menginjak jemari Levy hingga pria itu berteriak kesakitan.“Eits, tidak semudah itu. Kamu boleh mengambilnya, dengan syarat, menggonggonglah sampai gonggonganmu mirip anjing yang sebenarnya. Kalau gonggonganmu bagus, kamu bisa ambil uang itu, tapi tidak boleh dengan tangan. Kamu harus mengambilnya dengan jilat lidah!”Ini kemenangnan mutlak bagi Davin, dia bisa menyiksa Levy sesuka hati tanpa khawatir ada pihak kepolisian yang akan mengusut kasus ini.Toh kalaupun pihak kepolisian atau jurnalis tahu tentang penyiksaan ini, pihak Nayama pasti membayar uang tutup mulut agar bagaimana kasus ini tidak menyebar ke khalayak umum. Di negara ini, uang bisa menyelesaikan segalanya.Levy tidak bisa marah dan terpaksa menuruti semua keinginan Davin.Melvin menikmati siksaan itu, begitu juga dengan Davin. Mereka sangat bahagia mendengar gonggongan Levy, bahkan tak segan me
Levy masih memohon bagai anjing minta belas kasih pada tuannya. Yang dia dapat bukan ampunan atau belas kasih, melainkan satu hadiah krusial dari Davin. Prak! Davin, sekali lagi, menendang kepala Levy tanpa belas kasihan. Levy tersungkur sampai tubuhnya menabrak meja. Levy tidak menyerah, dia tetap mendekati Davin meskipun rasa sakit menyelimuti tubuhnya. Melihat kesungguhan Levy untuk minta maaf dan pengampunan, Davin pun iba dan menawari pekerjaan baru pada Levy. Ekspresi Levy langsung berubah. Dia sangat bahagia mendengar hal tersebut. “Bukan berarti aku kasihan padamu, Levy, tapi aku rasa, pekerjaan ini memang cocok untukmu,” kata Davin sembari melempar lintingan tembakamu ke wajah Levy. “Merokoklah dulu, kamu pasti capek. Lima menit lagi dokter datang dan mengobati luka-lukamu.” Mereka bertiga duduk santai di atas sofa. Sebelum bersantai, Davin lebih dulu menyuruh Levy mandi karena tubuhnya sangat bau. Bukan bau busuk, tapi anyir
Levy mendengar kisah Davin dan Melvin, dia akhirnya tahu jika mereka berdua sudah akrab sejak berusia enam tahun.Melvin yang dulunya seorang yatim piatu, diangkat Tuan Besar Juta menjadi anak asuh keluarga besar Nayama. Usut punya usut, ayah kandung Melvin dulunya merupakan kepala mafia terkenal, namun terbunuh saat inspeksi besar-besaran terjadi di kota Washington.Juta yang waktu itu memimpin rapat di Beverley Hill, segera berangkat menuju Washington untuk mencari seorang bocah bernama Melvin.Tepat di bawah Yolk Bridge, Melvin diasuh oleh seorang lelaki tua mantan anggota kepolisian. Juta mendapat informasi dari mafia perempuan Skotlandia bernama Anneth, dia mengantar Juta ke Yolk Bridge.Awalnya si tua itu menolak Juta, tapi lama-kelamaan, dia akhirnya luluh dan percaya kalau Juta adalah orang baik.“Ya, kita sudah akrab sejak umur enam tahun. Jadi nggak usah kaget semisal Melvin manggil aku tanpa sebutan tuan muda. Kita tak ubahnya saud
Malam usai matahari terbenam, Claudia pulang ke rumah setelah menyelesaikan rapat penting di perusahaannya. Gerald dan Madam Sherlyn sedang adu mulut. Ann dan Kevin ketakutan, bersembunyi di balik sofa.“Lihatlah apa yang dilakukan anak kita! Dia menyia-nyiakan Davin dan lebih memilih Levy, padahal Davin yang membuat Lorena berjaya setelah terpuruk selama tiga tahun!” Gerald emosi pada Madam Sherlyn.“Apa? kamu ingin menyalahkan anak kita? Apa kamu tidak malu anak kita berpacaran dengan seorang cleaning service miskin? Mau ditaruh mana muka keluarga kita ini!”Claudia terkejut hingga menjatuhkan vas mahal itu dari tangannya. Suara pecahan vas mengheningkan suasana, setidaknya beberapa detik. Ann dan Kevin tidak kuasa melihat Claudia terus disalahkan. Mereka membela Claudia dan berdiri di belakang Madam Sherlyn.“Jadi Papa menyalahkan Claudia dan membela cleaning service bodoh itu?” Ann ikut emosi melihat papanya yang se
Dua puluh menit sebelumnya...Davin ingin menenangkan amarahnya dengan pergi ke kafe. Melvin ingin ikut, tapi Davin melarang karena Davin minta Melvin menggantikannya pergi ke bandara untuk mengantar kepergian Grace.“Loh jadwal pesawatnya bukan jam dua tadi?” tanya Melvin. “Seingatku ya, Grace bakal naik pesawat pribadi.”“Barusan kakek nelpon aku, katanya pesawat pribadi semuanya dipakai perjalanan. Satu dipakai Kakek pergi ke Birmingham, ada undangan seminar di kampus. Dua lainnya dipakai pengawal Kakek Juta, sementara satu sisanya dipakai Victor, ada janji dengan militer Tiongkok.”“Ohh, jadi Grace pergi dengan pesawat sewaan?”“Sepertinya begitu.”Melvin tidak jadi ikut Davin ke kafe. Seperti biasa, dia tetap minta Davin hati-hati karena di luaran sana banyak orang yang akan menyakiti Davin, sama seperti yang Levy lakukan tadi.“Hahaha, kamu tidak usah takut. Bukan
Entah kebetulan atau bagaimana, mobil Lambhorgini Aventador berhenti di depan garasi yang menjual mobil-mobil langka. Dia sempat berkenalan dengan pemilik garasi, lalu pergi menyusuri bundaran.“Hmm, enaknya di kafe mana...”Davin keliling sejenak, dia bingung harus santai di kafe sebelah mana. Banyak sekali kafe menarik di situ. Hari ini dia ingin duduk santai di sebuah kafe mahal, bukan warung kopi murah yang selalu menemani hari-harinya waktu masih miskin.“Dyaja Djiwa, nama yang unik, semoga tidak hanya namanya yang unik.” Davin melangkahkan kakinya menuju sebuah kafe lantai dua. Kafe itu cukup besar untuk disebut kafe. Ukurannya mungkin bisa menampung puluhan orang.Begitu dibuka, pemandangan pertama yang terlihat adalah wanita-wanita pemuas dengan pakaian minim. Davin tidak tertarik meskipun beberapa wanita cantik menawarinya bermain. Beberapa nampak acuh karena Davin hanya mengenakan celana tiga perempat dibalut kaos oblong.
Tangannya hampir saja meremas dada Claudia, tapi Claudia berhasil berontak. Dia menginjakkan sepatu hak tingginya ke kaki lelaki itu. “Joni, apa kamu sudah gila!” bentak pelayan laki-laki teman akrab pria hidung belang bernama Joni. “Diam kau, Romi, aku tidak tahan lagi melihat kemolekan tubuh wanita ini! Jangan bergerak atau kau dan rekan-rekanmu jadi pelampiasan kemarahanku!” Joni bertubuh kekar, sepertinya dia preman yang berkuasa di daerah itu. Bahkan laki-laki dengan perawakan Romi saja takut ketika Joni mengancamnya. “Bukan itu, Jon, aku teman dekatmu, aku tidak ingin kau kenapa-kenapa karena salah milih target.” Romi memasang wajah melas, dia takut yang digarap Joni adalah seorang anak miliarder. “Hmm?” “Dia anak bungsu Keluarga Latusia, aku tidak ingin hal buruk terjadi padamu.” Ternyata Romi tahu yang datang adalah Claudia. Sepertinya wajar, toh Claudia sering masuk majalah kecantikan negara. Kemolekan tubuh da
Romi mengantar Davin naik dan Davin langsung mendobrak kamar itu dengan sekali tendang. Romi langsung lari karena takut Joni marah atas perbuatannya. Pakaian Claudia sudah dilucuti, hanya tersisa daleman atas dan bawah. Joni siap meluncurkan rudalnya ke tameng Claudia, tapi Davin datang tepat waktu. “Bangsat kau! Apa kau tidak mengenalku? Aku Joni Taruna, kepala preman di daerah ini!” Joni marah dan melempar remot televisi yang ada di atas kasur. Davin berhasil menghindar dan segera menendang Joni dengan tendangan sabit memutar. Prak! Rahang Joni jadi target. Dia terpental hingga menabrak laci. Joni meringis kesakitan. “Aku tidak peduli siapa kau! Laki-laki yang melecehkan gadis polos sepertinya tidak bisa dimaafkan!” Davin loncat ke atas kasur dan menghujani Joni dengan pukulan tepat di wajah. Darah mengalir dari hidung Joni, pandangannya mulai kabur. Davin melihat Claudia yang masih ketakutan, dia lengah. Rasa iba menghancurk