Di kantor polisi, Ibra dan pamannya akhirnya bisa bebas bersyarat. Semua itu karena koneksinya yang sangat kuat di semua bidang sehingga pihak kepolisian juga menaruh hormat pada mereka berdua."Ini adalah langkah pertama menuju kebebasan, Ibra. Kita harus tetap waspada dan berhati-hati," kata sang paman menasehati."Ya, setuju Paman."Saat ini mereka berdua sedang menandatangani surat pembebasan bersyarat dengan tenang."Ya, paman. Kita harus berterima kasih pada koneksi kita yang kuat. Tidak banyak orang yang bisa keluar dari situasi semacam ini dengan begitu mudah," ucap Ibra--mengangguk.Salah satu anggota Polisi memberikan surat pernyataan kepada mereka."Berdasarkan perintah dari atas, kami melepaskan Anda berdua dengan status bebas bersyarat. Namun, ini tidak berarti penyelidikan kami berakhir."Sang paman menatap polisi tersebut dengan tersenyum ramah dengan mengangguk hormat."Kami sepenuhnya mengerti, Pak. Kami akan patuh pada semua ketentuan dan kewajiban yang ada," ucapnya
"Maaf, Mama Diana. Gilang tahu situasi ini tidak pantas, dan saya sangat menyesal telah berperan bodoh."Di perusahaan, Gilang sedang menghadapi mama mertuanya yang mengamuk. Diana merasa kecewa, tapi juga malu atas sikapnya selama ini terhadap Gilang"Menyesal? Apa yang bisa kau harapkan dengan sikapmu yang memalukan ini, Gilang? Kamu merusak reputasi keluarga dan bisnis keluargamu sendiri!" teriak Diana dengan wajah marah."Gilang, mengakui telah melakukan kesalahan besar. Tapi, ini juga bahwa situasi yang bukan keinginan Gilang."Untungnya, saat ini mereka bertiga ada di ruangan tersendiri. Dan Ryan sedang menangani masalah lainnya, bersama dengan tim eksklusif lainnya.Diana tertunduk, merasa malu. Anaknya--Saras, mengusap-usap lengannya untuk menenangkan.Reaksi Diana, sama seperti yang dialami Saras beberapa waktu yang lalu. Merasakan perasaan campur aduk, yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata."A-ku, aku eharusnya tidak mengabaikan tanda-tanda bahwa sesuatu tidak beres.
"Baiklah, Gilang pikir sudah waktunya kita pulang," ajak Gilang, yang diangguki istrinya."Ya sudah, ayo!" Diana juga setuju.Setelah mereka selesai berbincang-bincang, Gilang mengajak istri dan mama mertuanya pulang. Dia meminta dapat Ryan untuk mengatasi permasalah di kantor yang masih sedikit kacau"Mama berharap semua bisa dikendalikan. Dan maaf, Gilang, atas sikap Mama selama ini." Lagi, mama mertuanya meminta maaf."Tidak perlu minta maaf, Ma. Yang penting sekarang semuanya sudah terbuka," sahut Gilang, yang tidak ingin terus bicarakan hal yang sama.Mereka keluar ruangan, dan melihat Ryan yang sedang bekerja lebih keras untuk membuat keadaan membaik."Apakah kamu bisa melakukannya sendiri?" tanya Gilang, belum benar-benar pulang.Ryan mengangguk mengerti, bahwa ia perlu berusaha lebih keras untuk mengatasi semua masalah ini dengan tidak membiarkan situasi semakin buruk.Tangan kanannya itu sudah terbiasa situasi yang seperti sekarang, bahkan jauh lebih kacau saja pernah."Siap,
"Aku tahu, mama terlalu bahagia dengan perubahan Mas Gilang dan bagaimana cara Mas Gilang mengatasi situasi di perusahaan. T-api, kadang aku merasa sedikit terlupakan di antara semua pujian itu."Gilang tersenyum mendengar keluhan istrinya barusan. Ini baru hari pertama, bagaimana dengan hari-hari berikutnya nanti?Tapi pria itu tidak mau membuat istrinya semakin merajuk. Dia mengambil kedua tangan istrinya, membawanya ke depan dadanya sendiri."Aku mengerti perasaanmu, Saras. Aku berusaha untuk memperbaiki hubungan antara kita semua, tetapi aku juga tidak ingin kamu merasa tidak dihargai dan diabaikan. Maaf," ucap Gilang dengan atensi penuh."A-ku ... a-ku tahu kamu berusaha, Mas. Aku bangga atas prestasimu. Tapi, terkadang rasanya sulit ketika semuanya hanya berfokus padamu yang ternyata jauh dari pemikiran orang-orang."Sepertinya Gilang paham dengan maksud istrinya yang merasa terabaikan. Dia jadi merasa bersalah karena istrinya salah paham."Aku menyesal jika kamu merasa seperti
"Pekerjaan hari ini bener-bener bikin kepala pusing," keluh Ryan sambil mengemudi."Iya, bener banget. Tapi setidaknya udah beres untuk hari ini, kan?" sahut Gilang santai."Iya, senangnya pulang dan bisa santai sekarang. Kamu sudah lama kerja denganku, Ryan. Ada saran buatku nggak dalam menghadapi tekanan kerja?" tanya Gilang kemudian.Dalam keadaan santai, mereka berdua memang seperti layaknya teman. Tidak ada batasan antara atasan dan bawahan.Gilang, tidak ragu dan gengsi untuk bertanya atau meminta pendapat Ryan. Itu karena selama ini, yang bekerja di "lapangan" adalah Ryan, sedangkan Gilang sendiri hanya memantau dari rumah.Ryan tampak memikirkan jawaban yang tepat sejenak, sebelum mengatakannya sebagai saran yang sesuai dengan ekspektasi Gilang saat ini."Yap, pasti. Jadi, yang penting pertama adalah jangan sampai terlalu banyak menumpuk pekerjaan. Kalau merasa overwhelmed, lebih baik bicarakan dengan saya, Mas Gilang. Atau bisa juga pada tim untuk mencari solusi.""Oke, itu m
Mobil Gilang terus berusaha menghindari serangan dan melewati berbagai jalan tikus, tetapi upaya mereka akhirnya mencapai titik terakhir. Mereka menemukan diri mereka terjebak di persimpangan jalan buntu yang dikepung oleh mobil hitam dan motor.Cahaya lampu sorot mobil-mobil itu memancarkan atmosfer yang mencekam di sekitar mereka.Ryan memandang sekeliling dengan nafas tersengal-sengal, mencari peluang terakhir untuk menghindar. Sedangkan Gilang, menatapnya dengan wajah penuh ketegangan, seolah tahu bahwa situasi ini semakin genting."Kita harus ngapain, ini?" Ryan bertanya dengan suara bergetar.Gilang memandang sejenak jalan-jalan sempit di sekitarnya, mencoba mencari jalan keluar."Aku juga nggak tahu, Ryan. Ini situasinya semakin parah."Ciettt ...Breuumm breuumm ...Saat mereka sedang mencari solusi, mobil hitam yang paling depan tiba-tiba mendekat dengan cepat dan berhenti di depan mobil Gilang. Pintu mobil terbuka, dan beberapa orang keluar dengan sikap mengancam. Sejumlah p
Para penyerang yang tadinya begitu percaya diri sekarang mulai merasa panik. Dengan keributan yang terjadi, beberapa dari mereka bahkan mulai melarikan diri."Saya butuh backup di lokasi ini, segera!"Orang tersebut menghubungi bantuan, karena ternyata ia adalah seorang polisi. Secepatnya, polisi itu mengirimkan lokasi kejadian kepada rekannya.Saat situasi berubah, Gilang dan Ryan merasa campur aduk antara kelegaan dan kebingungan. Mereka merasakan adrenalin masih memompa dalam tubuh mereka, tetapi kali ini perasaan itu dicampuri oleh harapan akan keselamatan mereka."Ah, akhirnya. K-ita selamat, Mas Gilang!" ucap Ryan senang, meskipun akhirnya meringis karena luka pada wajah dan beberapa bagian tubuhnya."Ya, kita selamat. T-api, remuk semua ini!""Hehehe ... daripada pindah alam. Mas Gilang, mau?" sahut Ryan bercanda, dengan nyengir kuda.Polisi yang datang memberikan pertolongan kepada Gilang dan Ryan, segera menghubungi ambulans dan segera memberikan perawatan medis untuk luka-lu
Ibra dan pamannya, duduk di dalam ruangan yang gelap dan berbau rokok. Meja di depan mereka penuh dengan laporan, dokumen, dan peta. Wajah mereka terpancar rasa marah dan frustrasi, karena rencana mereka untuk mencelakakan Gilang dan Ryan tampaknya belum berhasil."Ini sungguh memalukan! Kita sudah melakukan begitu banyak langkah, tapi masih belum berhasil!" Paman meremas bungkus rokok dengan marah."Ibra sungguh menyesal dan kecewa, Paman. Aku pikir ... semuanya akan berjalan dengan lancar," gumam Ibra dengan sudut bibir tertarik ke atas."Ini bukan masalah berjalan lancar atau tidak! Kita bicara tentang reputasi dan harga diri kita di sini!' Paman menatap tajam pada Ibra.Selain laporan orang-orang yang ada di lapangan, rencana mereka untuk menyerang perusahaan dengan tekanan saham juga tidak berhasil.Bahkan, mereka sudah menggunakan rencana yang sama seperti yang dilakukan oleh Gilang waktu itu. Tapi nyatanya, hasilnya tetap nihil sehingga mereka justru kehilangan banyak uang."Se