"Aku tahu, mama terlalu bahagia dengan perubahan Mas Gilang dan bagaimana cara Mas Gilang mengatasi situasi di perusahaan. T-api, kadang aku merasa sedikit terlupakan di antara semua pujian itu."Gilang tersenyum mendengar keluhan istrinya barusan. Ini baru hari pertama, bagaimana dengan hari-hari berikutnya nanti?Tapi pria itu tidak mau membuat istrinya semakin merajuk. Dia mengambil kedua tangan istrinya, membawanya ke depan dadanya sendiri."Aku mengerti perasaanmu, Saras. Aku berusaha untuk memperbaiki hubungan antara kita semua, tetapi aku juga tidak ingin kamu merasa tidak dihargai dan diabaikan. Maaf," ucap Gilang dengan atensi penuh."A-ku ... a-ku tahu kamu berusaha, Mas. Aku bangga atas prestasimu. Tapi, terkadang rasanya sulit ketika semuanya hanya berfokus padamu yang ternyata jauh dari pemikiran orang-orang."Sepertinya Gilang paham dengan maksud istrinya yang merasa terabaikan. Dia jadi merasa bersalah karena istrinya salah paham."Aku menyesal jika kamu merasa seperti
"Pekerjaan hari ini bener-bener bikin kepala pusing," keluh Ryan sambil mengemudi."Iya, bener banget. Tapi setidaknya udah beres untuk hari ini, kan?" sahut Gilang santai."Iya, senangnya pulang dan bisa santai sekarang. Kamu sudah lama kerja denganku, Ryan. Ada saran buatku nggak dalam menghadapi tekanan kerja?" tanya Gilang kemudian.Dalam keadaan santai, mereka berdua memang seperti layaknya teman. Tidak ada batasan antara atasan dan bawahan.Gilang, tidak ragu dan gengsi untuk bertanya atau meminta pendapat Ryan. Itu karena selama ini, yang bekerja di "lapangan" adalah Ryan, sedangkan Gilang sendiri hanya memantau dari rumah.Ryan tampak memikirkan jawaban yang tepat sejenak, sebelum mengatakannya sebagai saran yang sesuai dengan ekspektasi Gilang saat ini."Yap, pasti. Jadi, yang penting pertama adalah jangan sampai terlalu banyak menumpuk pekerjaan. Kalau merasa overwhelmed, lebih baik bicarakan dengan saya, Mas Gilang. Atau bisa juga pada tim untuk mencari solusi.""Oke, itu m
Mobil Gilang terus berusaha menghindari serangan dan melewati berbagai jalan tikus, tetapi upaya mereka akhirnya mencapai titik terakhir. Mereka menemukan diri mereka terjebak di persimpangan jalan buntu yang dikepung oleh mobil hitam dan motor.Cahaya lampu sorot mobil-mobil itu memancarkan atmosfer yang mencekam di sekitar mereka.Ryan memandang sekeliling dengan nafas tersengal-sengal, mencari peluang terakhir untuk menghindar. Sedangkan Gilang, menatapnya dengan wajah penuh ketegangan, seolah tahu bahwa situasi ini semakin genting."Kita harus ngapain, ini?" Ryan bertanya dengan suara bergetar.Gilang memandang sejenak jalan-jalan sempit di sekitarnya, mencoba mencari jalan keluar."Aku juga nggak tahu, Ryan. Ini situasinya semakin parah."Ciettt ...Breuumm breuumm ...Saat mereka sedang mencari solusi, mobil hitam yang paling depan tiba-tiba mendekat dengan cepat dan berhenti di depan mobil Gilang. Pintu mobil terbuka, dan beberapa orang keluar dengan sikap mengancam. Sejumlah p
Para penyerang yang tadinya begitu percaya diri sekarang mulai merasa panik. Dengan keributan yang terjadi, beberapa dari mereka bahkan mulai melarikan diri."Saya butuh backup di lokasi ini, segera!"Orang tersebut menghubungi bantuan, karena ternyata ia adalah seorang polisi. Secepatnya, polisi itu mengirimkan lokasi kejadian kepada rekannya.Saat situasi berubah, Gilang dan Ryan merasa campur aduk antara kelegaan dan kebingungan. Mereka merasakan adrenalin masih memompa dalam tubuh mereka, tetapi kali ini perasaan itu dicampuri oleh harapan akan keselamatan mereka."Ah, akhirnya. K-ita selamat, Mas Gilang!" ucap Ryan senang, meskipun akhirnya meringis karena luka pada wajah dan beberapa bagian tubuhnya."Ya, kita selamat. T-api, remuk semua ini!""Hehehe ... daripada pindah alam. Mas Gilang, mau?" sahut Ryan bercanda, dengan nyengir kuda.Polisi yang datang memberikan pertolongan kepada Gilang dan Ryan, segera menghubungi ambulans dan segera memberikan perawatan medis untuk luka-lu
Ibra dan pamannya, duduk di dalam ruangan yang gelap dan berbau rokok. Meja di depan mereka penuh dengan laporan, dokumen, dan peta. Wajah mereka terpancar rasa marah dan frustrasi, karena rencana mereka untuk mencelakakan Gilang dan Ryan tampaknya belum berhasil."Ini sungguh memalukan! Kita sudah melakukan begitu banyak langkah, tapi masih belum berhasil!" Paman meremas bungkus rokok dengan marah."Ibra sungguh menyesal dan kecewa, Paman. Aku pikir ... semuanya akan berjalan dengan lancar," gumam Ibra dengan sudut bibir tertarik ke atas."Ini bukan masalah berjalan lancar atau tidak! Kita bicara tentang reputasi dan harga diri kita di sini!' Paman menatap tajam pada Ibra.Selain laporan orang-orang yang ada di lapangan, rencana mereka untuk menyerang perusahaan dengan tekanan saham juga tidak berhasil.Bahkan, mereka sudah menggunakan rencana yang sama seperti yang dilakukan oleh Gilang waktu itu. Tapi nyatanya, hasilnya tetap nihil sehingga mereka justru kehilangan banyak uang."Se
"Hei, Sayang. Kamu tahu nggak, mamamu kok tiba-tiba terlihat akrab banget sama Ryan?" tanya Gilang pada Saras--dengan berbisik."Aduh, Mas Gilang. Jangan khawatir. Mama emang suka gitu, kan? Hehehe ..."Meskipun memberikan jawaban yang dianggapnya tidak memojokkan dan sekiranya tidak terlihat peduli, Saras geram juga melihat kelakuan mamanya.Saras sendiri yakin, jika saat ini mamanya sedang melancarkan aksi merayu, membual dan apa saja agar "lawannya" tertarik.Meskipun Saras sendiri yakin, jika kekasih muda mamanya yang dulu-dulu tidak semua mamanya yang menggoda di awal. Tapi sepertinya, namanya semakin "mahir" dari beberapa pengalaman yang pernah ada."Ya, tapi tadi dia senyum-senyum pada Ryan terus. Aku merasa, Ryan risih.""Jangan pikirkan itu, Mas Gilang. Mama pasti nggak ada niatan macam-macam. Dia cuma orang yang ramah dan suka bergaul, tapi ... nanti aku pasti tegur mama!"Setelah berbicara dengan Saras, Gilang merasa sedikit lebih tenang. Meskipun ada perasaan tidak suka, ta
"Kami ingin membantu kalian, tetapi kami membutuhkan kerjasama kalian. Siapa yang berada di balik semua ini?" tanya Petugas Penyidik 2--memperhatikan reaksi mereka."Saya ... s-aya akan berbicara." Dimas terengah-engah karena gugup."Bang Dimas, tunggu dulu ..." Jono menggeleng cepat dengan melihat Dimas, wajahnya terlihat sangat cemas.Di dalam ruang interogasi ini, ketegangan semakin terasa. Tersangka Jono dan Dimas saling pandang, masih ragu-ragu dalam mengambil keputusan.Petugas penyidik terus memperhatikan reaksi mereka, menunggu jawaban yang mereka berikan. Ruangan yang terang benderang dengan lampu terang menghasilkan suasana ruangan semakin mencekam."Waktu yang Anda punya terbatas. Kejujuran adalah langkah yang tepat," kata Petugas Penyidik 1, memandang mereka dengan tatapan tajam."Mereka ... mereka adalah ..."Dimas kembali ragu. Pria itu tidak melanjutkan kalimatnya dengan segera, tapi melihat ke arah temannya yang kembali terlihat menggeleng.Jono menutupi wajah dengan
Dua minggu kemudian.Suasana di ruang rapat semakin tegang saat persidangan semakin mendekati dibuka. Ryan, yang sekarang memiliki dukungan penuh dari Gilang, duduk dengan teguh di satu sisi meja. Matanya dipenuhi tekad dan keyakinan, merasa lebih kuat dengan Gilang yang ada di sisinya.Ibra, duduk di sisi lain meja, mencoba untuk tetap tenang dan bersikap percaya diri, meskipun raut wajahnya menggambarkan kebingungan dan kecemasan yang dalam. Namun, dia merasa semakin tidak nyaman dengan kehadiran Gilang yang tiba-tiba menjadi ancaman terbesar rencananya.Saat persidangan dimulai, Gilang mempraktekkan pengetahuannya tentang hukum dengan percaya diri. Dia sudah memberikan wewenang kepada pengacara untuk mengajukan pertanyaan tajam kepada saksi-saksi dan menyajikan argumen yang terstruktur dengan baik. Gilang juga menggunakan pengetahuannya dalam teknologi dan analisis data untuk mengungkap kelemahan dalam bukti-bukti yang diajukan oleh Ibra."Kami hanya berusaha menjaga keselamatanmu,