"Bagaimana? Apa kau sudah membicarakan semuanya dengan Kayson? Kapan pertunangannya akan dilanjutkan?" tanya Diki kepada Alfian.Dua pria paruh baya itu baru saja selesai meeting dengan klien masing-masing dan tidak sengaja bertemu. Keduanya memutuskan untuk lanjut mengobrol membicarakan kelanjutan hubungan putra putri mereka.Alfian menghela napas panjang, menatap datar wajah sahabatnya yang duduk tepat di hadapannya."Aku masih berusaha membujuknya," jawab Alfian tenang. Dia mengambil cangkir berisi minuman miliknya lalu menyeruput kopi hangat itu secara perlahan."Apa maksudmu? Aku sudah cukup lama memberikan kau waktu, kenapa kalian masih belum memberikan kepastian? Apa kalian sedang mencoba mempermainkan aku?" geram Diki. Nampak jelas ekspresi kekesalan tersirat di wajah tuanya."Ingat Alfian, nasib perusahaanmu ada di tanganku sekarang!" ancam Diki penuh penekanan.Pria paruh baya itu langsung saja pergi tanpa berpamitan meninggalkan Alfian yang na
Annisa terdiam mendengar pengakuan Zidane baru saja. Suaminya itu berkata akan kembali ke perusahaan keluarganya dan itu berarti dia akan meninggalkan Buana Grup. Entah untuk sementara waktu atau mungkin selamanya."Apa kau serius? Lalu bagaimana dengan Buana Grup kalau kau kembali ke perusahaan keluargamu?" tanya Annisa.Zidane menghela napas panjang, tajam mata yang menyerupai elang itu menatap wajah sang istri yang nampak dipenuhi dengan kecemasan. Sepersekian detik kemudian, bibir tebalnya melengkung mengulas senyum tipis. Kemudian, dia mengulurkan tangan ke wajah Annisa dan mengusapnya dengan jempol."Ini hanya sementara, Kia. Setelah aku berhasil menyelamatkan perusahaan papa, aku akan kembali ke Buana Grup," jelasnya."Agar perusahaan lawan tidak memanfaatkan ketiadaanku di Buana Grup, kita harus merahasiakan masalah ini dari semua orang sampai aku sampai pada tujuanku," ucap Zidane lagi.Annisa terdiam, nampak ragu dengan usulan yang Zidane rencanaka
Lift berdenting, tak lama kemudian pintunya terbuka. Di depan sana ada beberapa orang yang sedang menunggu ingin naik ke lantai atas. Hal tersebut berhasil menyelamatkan Rizky dan Tiara untuk sementara waktu.Selang beberapa menit, lift tersebut sudah mengantarkan Annisa di lantai tempat ruang kerjanya berada. Sebelum dia keluar dari lift, Annisa sengaja berbalik untuk melihat Rizky dan menatapnya dengan sorot yang sulit diartikan hingga membuat nyali Rizky sedikit menciut.Annisa pergi ke ruangannya diikuti oleh Tiara, sang asisten. Begitu dia sudah berada di ruangannya, Annisa langsung mengintrogasi sekretarisnya itu dengan serius."Sejak kapan kau dekat dengan Rizky?" tanya Annisa.Tiara langsung menunduk, tak berani menatap mata Annisa. Dia sadar sudah melakukan kesalahan. Di perusahaan, para karyawan dilarang berpacaran karena bisa mengganggu kualitas pekerjaan."Maafkan aku, Nona. Aku tahu aku salah, tapi semua terjadi di luar dugaanku," ucap Tiara den
Derap langkah tegap berjalan memasuki kantor perusahaan Alfian. Kedatangannya menyita banyak perhatian dari para karyawan yang baru kali ini melihat secara langsung sosok putra tinggal dari pemilik perusahaan.Selama ini mereka hanya mendengar kabar angin bagaimana rupa sang pewaris tunggal itu. Dan ternyata wajah CEO barunya itu lebih tampan dari kabar yang mereka dengar dan gambar yang terpasang di beberapa media."Selamat pagi Tuan Kayson, selamat datang di perusahaan," sambut seorang wanita cantik yang begitu sangat familiar."Nayla? Sedang apa kau di sini?" tanya Zidane.Wanita itu tersenyum ramah, berusaha tetap bersikap tenang."Aku memang bekerja di sini. Dan mulai sekarang, aku akan menjadi sekretarismu," jelas Nayla tanpa ragu.Dia mengulurkan tangan di hadapan Zidane sambil berucap, "senang bisa bekerja sama denganmu."Zidane berdecak, dia juga memalingkan wajah ke samping dan menghela napas kasar.'Sial!' umpatnya dalam hati.Sebe
Zidane nampak kesal setelah dia mengkonfirmasi papanya tentang Nayla. Namun, saat ini dia tidak bisa melakukan apa pun. Dia tidak peduli dengan Nayla, yang Zidane pedulikan hanyalah ingin cepat-cepat menyelesaikan permasalahan perusahaan yang akan menyebabkan gulung tikar untuk selamanya.Suara getaran ponsel yang beradu dengan kaca meja berhasil menyadarkan Zidane dari lamunannya. Dia meraih ponselnya lalu tersenyum saat melihat notifikasi pesan dari istrinya.[Semangat, Suamiku. Aku mencintaimu.]Senyum itu semakin mengembang setelah membaca isi pesannya. Ah, rasanya dia jadi merindukan istrinya itu.Beberapa detik kemudian, Zidane mengerikan balasan untuk Annisa lalu segera mengirimnya.[Aku juga mencintaimu, Istriku.]Kedua alis Nayla mengernyit dalam saat tak sengaja melihat Zidane sedang tersenyum-senyum sendiri melihat ponselnya. Hal tersebut membuatnya merasa cemburu dan tidak senang."Permisi, Pak Zidane. Kau sudah ditunggu di ruang meeting
"Pak Morgan?" gumam Annisa pelan.Pria yang baru saja disebutkan namanya oleh Annisa itu tersenyum manis dan berhenti tepat di hadapannya.Sedetik kemudian, Morgan mengulurkan tangan di hadapan Annisa untuk bersalaman. "Selamat, ya. Kamu mempresentasikan semuanya dengan sangat sempurna," ucapnya.Meski ragu, akhirnya Annisa membalas jabatan tangan Morgan yang ingin memberi selamat atas keberhasilannya mendapatkan tender besar."Terima kasih," jawab Annisa singkat sembari mengulas senyum tipis.Jabatan tangan mereka terlepas. Ada jeda selama beberapa detik yang menciptakan rasa canggung di antara mereka."Kalian mau pergi ke mana setelah ini?" tanya Morgan berbasa-basi untuk mencairkan suasana. Dia melihat Annisa, beberapa detik kemudian beralih menatap Tiara yang berdiri besamoingan dengan Annisa."Kami mau cari makan siang, Nona Annisa yang traktir," jawab Tiara tanpa filter.Morgan kembali menatap Annisa, nampak tenang dan tampan. Ya, meskipun bagi Annisa, Zidane tetap pria paling
"Terima kasih atas kerja samanya. Kalau ada hal yang perlu ditanyakan, Anda bisa langsung menghubungi kontak saya," ucap Zidane kepada pria paruh baya yang baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan perusahaannya.Zidane mengulurkan tangan untuk bersalaman."Saya sangat percaya kalian pasti berhasil, itu sebabnya saya setuju dengan kerja sama ini," balas pria paruh baya itu sembari menjabat tangan dan satu tangannya lagi menepuk bahu Zidane."Kalau begitu saya duluan. Sekali lagi terima kasih," ucap Zidane yang di balas dengan anggukkan ringan oleh partner bisnisnya itu.Zidane membereskan semua dokumen-dokumen penting miliknya. Setelah itu, dia segera pergi dari sana karena ingin kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya hari ini.Langkah tegap itu terhenti tepat saat dia melewati ruang umum dalam restoran dan melihat seseorang yang dikenali ada di salah satu meja pengunjung.Kedua alisnya saling bertautan sembari menyipitkan mata menatap pemandangan tak biasa di had
Annisa mengejapkan matanya, dia terkejut dan tak menyangka suaminya akan mengatakan semua itu kepada Morgan. Dia tidak tahu apa masalah di antara mereka sehingga tiba-tiba saja mengubah suasana menjadi tegang."Zidane, kenapa kau bicara seperti itu?" ucap Annisa pelan sembari menarik lengan suaminya agar menyudahi perdebatan yang tidak jelas itu.Annisa memalingkan wajah ke arah Morgan, menatap pria itu dengan sorot yang menunjukkan tidak enak hati atas apa yang baru saja dikatakan oleh suaminya."Maafkan suamiku, dia tidak bermaksud bicara seperti itu," ucap Annisa kepada Morgan.Zidane menggertakkan giginya. Emosinya sedang tidak stabil saat ini, sehingga kata maaf yang terlontar dari mulut sang istri kepada Morgan terdengar seperti sebuah pembelaan untuk pria lain dari pada dirinya."Tidak masalah, aku sudah terbiasa dengan sikapnya yang seperti ini. Bukankah begitu, Zidane?" sahut Morgan sembari menatap Zidane dengan sorot yang sulit diartikan.Tidak terlihat tanda-tanda perdamaia