“Makanya kalau mau jadi pengusaha sukses otak harus dipakai. Ucapan harus realistis karena ini bisnis bukan janji saat kampanye.”Pertemuan hari baru berakhir dan mereka akan segera kembali ke rumah masing-masing.Namun Kevin tak lupa mendekati Irfan hanya untuk meledek orang itu.“Belajar lebih banyak lagi soal bisnis ya? Masih bau kencur ngaku CEO.”Kalimat menohok Kevin sebelum pergi dari ruangan itu membuat Irfan kesal.Sang CEO mengejarnya hanya untuk membalas Kevin dengan ancaman.“Aku akan membongkar identitas aslimu. Dan kau tahu betapa bencinya Zara karena merasa dibohongi olehmu,” ucapnya penuh penekanan.Kevin tergelak.“Kalau Zara sebenarnya sudah tahu siapa aku,” jawab Kevin bohong.Niat untuk membuat Kevin terkejut kini malah dirinya yang tercengang.“Tapi kalau kau mau membongkar identitas asliku di depan dua pendukungmu yang bau tanah itu, apa mungkin mereka tidak malah tunduk padaku setelah tahu aku konglomerat.”Kalau ini bukan tempat umum ingin sekali rasanya Irfan
“Tuan saya sudah reservasi restoran untuk anda dan Nyonya,” ucap Dimas.Kevin mengangguk, ‘terima kasih Dimas,” sahut Kevin.Keduanya masih berada di proyek dan akan segera menuju ke lokasi syuting Zara.Kata Pedro hari ini Zara banyak menangis bahkan tak konsentrasi syuting hanya karena memikirkan mengenai golongan darahnya yang tak sama dengan kedua orang tuanya.“Kita berangkat sekarang,” ajak Kevin.“Baik Tuan,” jawab Dimas.Mereka berpamitan pada kepala proyek, lalu menuju ke parkiran.Dimas membukakan pintu untuk sang atasan.Setelah memastikan Kevin duduk dengan nyaman sang asisten memutar setengah badan mobil untuk duduk di balik kemudi.Dimas menginjak pedal gas lalu melaju dengan kecepatan sedang menuju ke lokasi syuting Zara.“Tuan apa Nyonya tidak marah karena anda harus kembali malam ini juga?” Ada salah satu klien pemasok bahan baku menolak mengirim bahan baku ke Adamson Corporation sehingga stok di gudang semakin menipis.Kevin harus turun tangan langsung menyelesaikan
“Jadi dia tetap tidak mau membahas ini dengan kalian?” tanya Kevin pada bawahannya. Hari ini pemilik perusahaan kecil yang sengaja menghentikan untuk mengirim bahan bakunya ke Adamson Corporation sudah mau memenuhi undangan untuk datang. Akan tetapi tetap saja dia menolak untuk melakukan diskusi dengan tangan kanan Kevin di kantor.Pemilik bahan baku itu juga meminta harganya untuk menaikan dua kali lipat dan ingin agar bertemu langsung dengan Kevin tidak dengan yang lain.Kevin mendengus pelan lelaki tampan sejuta pesona itu sedang berdiri di samping jendela menatap ke bawah di keramaian kota West Country.Pria itu juga menatap gedung-gedung pencakar langit yang berada di sekitar perusahaan miliknya.Sebab memang gedung Adamson Group dibangun di wilayah khusus perkantoran.Jadi di sekitarnya memang padat area kantor baik perusahaan swasta maupun BUMN.“Benar Tuan, beliau tetap menolak untuk melanjutkan meeting bila bukan anda langsung yang memimpin meeting,” ucap Dimas memberi lap
“Terima kasih Tuan,” jawabnya.Sang presdir lantas duduk di kursi kebesarannya sambil menyilangkan kedua kakinya.Pria tua itu menggeram dan menarik tangannya kaku. Suara bariton sang presdir membuat nyali pria tua itu sedikit menciut.Padahal tadi dia begitu menggebu-gebu ketika berhadapan dengan Daffa, Dimas dan juga beberapa tim produksi.Sambil menghela nafas panjang pemilik bahan baku itu pun duduk di hadapan Kevin.‘Kenapa suasananya mendadak horor?’ tanyanya di dalam hati.Pria tua itu lantas mengelap keringat di dahinya meski ruang meeting itu memiliki pendingin udara yang sudah bekerja dengan maksimal.Ia baru tersadar, pria muda di depannya itu bukan sembarang orang yang mudah untuk ditaklukkan.Perusahaan yang berdiri megah di kota West country dan memiliki banyak anak cabang di seluruh dunia.Bahkan perusahaan itu seratus kali lipat lebih besar dari perusahaan pemilik bahan bahan tersebut.Tapi perusahaan Kevin sedang membutuhkan kerja samanya sekarang. Seharusnya dia b
Pria tua itu semakin ketakutan saat Kevin menerima telepon dari seseorang.“Anda sudah mengacaukan jadwal kerja saya dengan hal sepele macam ini. Anda dan anak anda harus menerima ganjarannya.”Pria tua itu berlutut di depan Kevin, tapi sang presdir memintanya untuk berdiri.Sebab apapun yang dia lakukan tak bisa meredam amarah Kevin.“Tolong jangan lakukan itu pada anak semata wayang saya, Tuan. Saya mengaku kalau saya bersalah pada anda dan bawahan anda, Tuan. Saya tidak akan memberi syarat apapun," jelasnya gugup.Kevin menoleh ke arah Dimas dan berujar tegas, "segera lakukan, Dimas!"Suara Kevin sedikit membentak Dimas hingga membuat semua yang ada di ruang meeting ketakutan.“Tuan, Anda bisa meminta apapun dari saya. Tapi tolong, jangan hancurkan karir anak saya. Ini adalah impiannya sejak kecil Tuan." Pria tua itu kembali menghiba. Ia menatap Kevin dengan pandangan memelas dan penuh permohonan.Bagaimanapun dia sudah membangunkan macan tidur. Apa jadinya jika sang anak kesayan
“Tuan, ada Nona Raras datang ingin bertemu dengan anda.”Dimas dan Kevin baru saja sampai di kantor setelah tadi sempat mengunjungi proyek.“Mau apa lagi dia datang?”“Saya tidak tahu Tuan. Katanya penting,” sahut Dimas.Kevin menghela nafas kasar. Ini salah satu yang tidak dia sukai ketika pulang ke Kotanya.Bila bukan sang Paman maka sang sepupu yang terobsesi padanya yang akan mengganggunya.Pintu ruangan Kevin terbuka padahal Dimas masih ada di dalam ruang kerja sang atasan.“Kenapa anda masuk sebelum mendapatkan izin Nona?” tanya Dimas kesal.“Memangnya kenapa? Ini kantor calon suamiku!”Dengan penuh percaya diri wanita itu mengaku sebagai calon istri sang presdir.Kevin meminta Dimas untuk keluar karena dirinya enggan berdebat.Tenaganya sudah habis berdebat dengan pria tua pemilik bahan baku itu.Dimas pun segera pergi dari ruangan bosnya.Kevin menatap Raras dengan tatapan tak terbaca, tapi wanita itu menganggap kalau Kevin sedang terpesona padanya.‘Jantungku berdebar kencan
"Mau ke mana kau Irfan?" teriak sang papa memanggil Irfan.Langkah Irfan terhenti ketika melihat sang Papa ada di ruang keluarga, dan melihatnya menuruni anak tangga menuju ke pintu keluar rumahnya."Pergiiiii …." sahutnya.Ia hanya berhenti sesaat, namun kembali melanjutkan langkahnya tanpa menoleh ke arah sepasang suami istri yang begitu menjijikkan di mata Irfan.Bagi Irfan wanita itulah yang menyebabkan sang Mama meninggal.Karena pertengkaran antara Papanya dan Mamanya terjadi, saat sang Mama mendapati Papanya berada dalam satu kamar hotel bersama wanita lain, yang merupakan mama tirinya sekarang.Sejak saat itulah sang Mama memilih untuk mengakhiri hidupnya, beliau tak sanggup dikhianati oleh suaminya.Wajar bila Irfan sangat membenci sepasang suami istri itu."Irfan berhenti, ada yang mau Papa bicarakan." Irfan yang hampir membuka pintu utama, terpaksa menghentikan langkahnya.Bila tidak ia tahu sang papa akan terus mencarinya meski ke ujung dunia.Irfan membalikan badan menol
“Ada apa ini Paman?”Kevin beru menginjakan kaki di ruang meeting kantor sang paman.Ternyata warisan kakeknya Kevin dari pihak sang mama diambang kehancuran.“Paman tidak sanggup menyelesaikan masalah hutang ini,” tutur Daniel di depan orang banyak.Para petinggi di kantornya sedang meeting karena hutang Daniel terlampau tinggi.“Silahkan duduk Tuan muda,” ucap asisten Daniel.Kevin dan Dimas mengangguk.Daniel menyodorkan berkas pada sang keponakan, dan berharap Kevin bisa membantunya kali ini.“Vin, tolonglah Paman. Kau tahu sendiri Paman sudah tak punya siapapun selain kau, Vin,” tuturnya.Kevin membuka berkas yang disodorkan sang paman, “kenapa bisa separah ini Paman?” Kedua alis Kevin saling bertautan saat membaca data tak masuk akal itu.“Logikanya kalau cara kerja paman seperti ini perusahaan Kakek pasti akan bangkrut dalam waktu beberapa bulan lagi.”Daniel tak berani menjawab, kali ini dia harus mengalah agar Kevin mau membantunya.“Makanya Paman minta tolong padamu Vin, se
Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb