"Aku akan menyenangkan hari-harimu untuk kedepannya dan seterusnya. Lihatlah, aku akan membayar semua kesedihanmu tempo lalu. Tidak aku izinkan air matamu untuk menetes lagi."Gara memeluk Mia dan akhirnya ikut tenggelam ke alam mimpi.Sementara di kamar lain.Silvia dan Farhan sudah berbaring di ranjang lebar dengan kasur yang empuk.Farhan memeluk Silvia yang sedang sibuk dengan ponselnya dari belakang."Sayang…Bagaimana kalau kita ulangi bulan madu kita disini? Kita kan tidak pernah menginap di hotel sebagus ini. Jadi anggap saja kita sedang mengulang bulan madu." Rayu Farhan.Silvia tertawa geli. "Ya ampun.. dasar miskin! Mau bulan madu di hotel saja harus numpang! Modal Dong.. ih.. Sana!" Sambil mendorong tubuh Farhan dengan kakinya."Modal kepalamu itu! Uang gaji bulanan, lemburan sampai bonus-bonusnya selalu ludes buat membayar hutangmu dan hutang ibu! Bagaimana mau ngomongin modal?" Kesal Farhan."Eh, baru bayarin hutang saja sudah mengeluh! Bagaimana kalau bayarin Apartemen s
Tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh Dinda, jika Alex akan kaget melihat dirinya memergoki jumlah nominal uang dalam buku tabungannya, lalu akan menyembunyikan buku itu ke belakang punggung.“Dinda, sini.” Alex justru tersenyum renyah kemudian menarik tangannya, lalu meletakkan buku tabungan di pangkuan Dinda dan segera memintanya untuk memeriksa.Dinda melotot sempurna, ini bukan uang sedikit! Banyak sekali! Kalau untuk membeli rumah seukuran milik Ibu di kota saja, bisa dapat sepuluh rumah! Dan itu masih sisa banyak!Dinda menoleh pada Alex yang tersenyum, kemudian kembali ke buku tabungan. Berulang kali begitu.Uang sebanyak ini? Dari mana Alex mendapatkannya? Jika dihitung, gaji selama dia bekerja saja tidak mungkin sebanyak ini.Apa dia korupsi? Dinda ingin menebak."Itu hadiah pernikahan kita, Dinda. Surprise!"Dinda terbengong, banyak pertanyaan yang tiba-tiba muncul di otaknya. Kalau Alex mempunyai uang sebanyak ini, kenapa pada saat lamaran dia hanya memberi uang satu
Sementara siang ini,Keluarga Mia telah diantar pulang oleh orang suruhan Gara.Mereka pulang dengan membawa kelegaan. Ibu lega karena baik Mia maupun Gara sudah memaafkan kesalahannya. Tapi bukan berarti hati Rita sudah merasa senang. Dia masih saja terus menyesal dengan semua kesalahannya terhadap Mia selama ini.Jika boleh meminta, dia ingin menebus kesalahannya dengan sisa umur yang dia miliki.Ketika saat tadi mereka pulang, Mia sempat menyelipkan sebuah amplop ke tangannya. Dia tidak mau, Rita terus menolak. Mengepalkan erat-erat telapak tangannya."Tidak perlu, Mia. Sungguh tidak perlu. Kalian sudah menanggung semua biaya kami selama disini. Ibu sudah sangat berterima kasih sekali.""Bu, terima saja. Ibu kan perlu buat biaya berobat Ayah juga." Saran dari Silvia. Dia sangat kesal ibunya sok-sok menolak! Padahal kan butuh?‘Hutang buk, pikirin hutang kita!’Mata Silvia melotot seolah ingin berbicara.Jika tidak gengsi, ingin rasanya dia yang mengulurkan tangannya untuk menerima
Baru saja Mia ingin bertanya, mobil sudah berhenti dan pintu mobil sudah terbuka."Ayo." Gara sudah mengulurkan tangannya.Mia menyambut dan melangkah menuruni mobil.Dia menatap beberapa pelayan pria dan wanita yang sudah berdiri menyambut mereka."Selamat datang Tuan, selamat datang Nyonya besar. Selamat atas pernikahan kalian." Mereka melempar senyuman lebar dengan tubuh membungkuk memberi hormat.Mia hanya mengulum senyum, tapi penuh kebingungan. Semua diluar bayangannya tadi.Halaman ini memang luas. Tapi ini terlalu Luas. Bagaimana mau menanam bunga? Sedang bunga-bunga sudah berjejer rapi disana. Tidak terhitung jumlahnya.Ini bukan perumahan, tapi istana!"Gara, ini,""Ayo masuk dulu." Gara sudah mengambil tangannya dan membawanya melangkah.Pintu dihadapannya sudah terbuka lebar, dengan Para Pelayan wanita dan juga Pria."Selamat datang di rumah kembali, Tuan." Seorang Pria separuh baya namun terlihat gagah dengan Jas berdiri paling depan, menyapa Gara dengan hormat.Gara hany
Dinda tersenyum puas, ketika seorang pria menyodorkan berkas dihadapan Alex. Itu adalah sertifikat tanah. Tidak tanggung-tanggung, mereka langsung membeli tanah berukuran luas dua puluh hektar dengan harga lima ratus juta.Bagaimana orang seperti Dinda tidak langsung tergiur dan meminta suaminya untuk mengiyakan harga semurah itu?Dia pernah menjadi seorang Mahasiswa, tentu saja dia tahu bagaimana harga sebuah lahan, ditambah Alex yang memang bekerja di Perusahaan Properti sudah pasti tahu pasaran harga tanah.Ketika Pihak pertama menyebutkan harga Dua Puluh Lima juta dalam satu hektar tanah, mereka langsung terbengong.Murah banget?Dinda mengedipkan matanya sambil menarik tangan Alex.Alex yang paham kode halus dari sang istri, seketika langsung mengangguk.Tanpa tawar menawar, Alex pun langsung meminta Dua puluh hektar.Uang Cash langsung diberikan Alex, kemudian tanda tangan surat menyurat.Mereka pulang dengan senyuman berkembang. Sepanjang perjalanan, Dinda memeluk pinggang sua
"Jangan terlalu banyak pikiran, Ayah. Apa pun yang Ibu dan Kak Silvia perbuat, ada Mia dan Gara yang akan terus memantau Ayah."Bodo Amat! Salah mereka sendiri. Terserah , jika mau sita, sita saja rumah ini! Biar tidur di bawah kolong jembatan. Baru nanti mereka sadar.Makan saja gengsi!Wibowo tidak mau banyak omong sekarang. Paling hanya mengangkat bahunya ketika Rita meminta pendapat."Bagaimana, Pak?""Tau ah, pusing." Wibowo pilih nyelonong untuk pergi ke kamar."Bapak! Ya ampun! Bukannya ikut mikir!"Kepala Wibowo nongol di pintu. "Dulu katanya aku disuruh diam saja. Ikut mikir juga enggak. Sekarang, ya sudah. Malas juga aku mikir. Jual saja ini rumah! Habis itu kita ngontrak!" Selesai bicara, kepala Wibowo menghilang lagi.Rita hanya mengepalkan tangannya.Silvia menghampiri ibunya."Pinjam uang pada Mia, Bu! Apa susahnya sih?"Ibu melengos. "Enggak, Silvia!""Bu, hanya Mia yang bisa menolong kita. Ibu keras kepala sekali sih? Kalau hanya uang segitu, sekarang tidak ada artiny
Pak Gan menunduk hormat kembali."Apa tidak ada yang ingin menemaniku makan?"Pak Gan langsung mendongak, menatap satu-satunya pelayan yang cepat menunduk."Pak Gan. Suruh mereka duduk dan menemani aku makan."Semua orang tercengang."Nyonya Besar! Itu lancang! Mereka bisa dipecat oleh Tuan Gara!"Mia tersenyum ke arah mereka."Ayo, temani aku. Pak Gan, duduklah. Panggil mereka."Mereka saling menoleh dan belum ada yang berani bergerak."Sebenarnya, aku hanya akan banyak makan jika ada teman. Jika suamiku ada, bisa makan berdua dengan suamiku tanpa merepotkan kalian."Mendengar itu, Pak Gan langsung menoleh pada empat Pelayan wanita itu."Kalian! Ayo kemari!"Keempatnya bergerak maju."Duduk dan temani Nyonya Besar makan! Jangan biarkan Nyonya Besar makan sedikit."Pak Gan mengingat pesan Gara, lakukan apapun untuk membuat Nyonya Besar makan dengan lahap.Sementara di kantor.Riko baru memasuki ruangan Gara. Gara langsung menoleh dan bertanya, "Ada masalah apa?""Tuan. Aku menemukan k
Hari ini Riko benar-benar pergi ke perusahaan Cabang X.Dia mulai meneliti semuanya dengan teliti. Pertama yang dilakukan Riko adalah memanggil Direktur Keuangan dan Direktur Gudang.Dia meminta data lengkap dan kemudian meneliti dengan seksama semua data.Keningnya berkerut, saat melihat data.Benar-benar ada yang tidak beres rupanya!Pasokan yang masuk, tidak sesuai dengan jumlah dana yang keluar. Sementara hasil penjualan dan sewa gedung perumahan, tidak sesuai dengan uang yang masuk.Riko menoleh pada Direktur Keuangan yang sudah mulai pucat."Apa ini?" Riko melempar berkas ke wajah Direktur Keuangan."Jelaskan! Atau Kamu ingin bermain-main dengan perusahaan?" Riko menggebrak meja, membuat direktur keuangan terkejut dan jantungnya hampir copot. Dengan tubuh gemetaran, Direktur keuangan memungut berkas dan memeriksa sejenak. Apakah ada kesalahan? Ketika menyadari sesuatu yang salah, tiba-tiba pria membelalakkan matanya. Dia langsung memeluk lututnya untuk berlutut."Maaf Tuan, maa