"Sudah pulang sejak kemarin. Kamu saja yang tidak bisa dihubungi." Mia sedikit ketus pada putranya. Tapi dia segera menoleh pada gadis yang menunduk di hadapannya itu."Oh, rupanya gadis ini yang membuatmu tidak pulang semalam?" Mia bertanya demikian, membuat Arumi semakin berdebar saja."Ma, dia..""Ajak dia masuk!" Mia semakin ketus pada Azam.Tapi dia menatap hangat pada Arumi dan tersenyum lembut. Dia tahu jika gadis ini sepertinya sangat sungkan dan tidak bersedia untuk diajak masuk oleh Azam."Nak, masuklah. Ayo." Mia yang mengajak Arumi dengan ramah."Tapi Tante, aku," Arumi ragu-ragu untuk menjawab, dia kembali menunduk."Tidak apa-apa. Ayolah masuk. Kita bisa berkenalan dan bicara di dalam. Papanya Azam tidak ada. Hanya ada tante. Ayo."Pada akhirnya, mau tidak mau Arumi mengikuti langkah Mia, dia sempat melirik Azam yang masih diam berdiri di tempat."Hus, hus.. Sana, sana!" Azam malah menggoyangkan tangannya mirip seperti orang yang sedang mengusir ayam."Azam! Apa-apaan si
Arumi cepat menggeleng. "Tante, sungguh aku tidak pantas mendapat penghormatan ini. Azam tidak akan cocok bila beristri aku. Aku ini bukan hanya gadis miskin', tapi aku tidak punya orang tua. Aku hanya akan membuat malu kalian. Sungguh Tante, tidak mengapa. Aku sudah memaafkan Azam. Tidak Tante, Azam juga belum berbuat lebih.""Tidak bisa seperti itu! Namanya sudah menyentuh anak gadis orang, ya tetap harus bertanggung jawab. Jadi kamu tidak bisa menolak.”'Ya Tuhan! Kenapa sama aja! Ibu dan anak sama sama suka memaksa!""Hem.. baiklah. Tante akan memanggil Azam dulu. Juga akan menyuruh pelayan menyiapkan kamar untukmu. Hari ini , istirahatlah dulu disini. Nanti Sore, Azam akan mengantarmu pulang. Tante juga perlu bicara pada papanya Azam dulu."Tubuh Arumi seketika melemas. Tanpa menunggu persetujuan dari gadis itu, Mia sudah pergi saja.Tidak lama dari itu, Azam muncul. Rupanya dia sudah selesai mandi dan berganti.Arumi memasang wajah cemberut. Azam tidak peduli, tidak merasa bersa
Heru tersenyum ramah pada para ibu ibu. Dengan sangat kaku karena belum terbiasa, dia melayani para pembeli yang juga mulai ada yang datang lagi."Rokok Surya, mas Heru. Ada?" Pinta seorang pria."Ada.""Berapa?""32 ribu deh kayaknya.""Oke. Satu sama korek ya?" Pria itu mengulurkan uang 100 ribu.Heru agak kebingungan untuk memberi kembalian. Untung Nita segera datang. Heru mengambil alih Gemilang, membiarkan Nita yang melayani mereka.Tapi dia tidak pergi. Melihat dengan teliti cara istrinya melayani pembeli."Udah mas? Terimakasih ya? Besok mampir lagi ya? Bensin, pulsa juga ada." Ucap Nita dengan ramah dan senyuman hangat."Token listrik juga ada ya Mbak Nita?" Ibu ibu tadi yang belum selesai belanja."Ada. Voucher juga ada. Galon isi ulang sama sayuran yang belum ada, Bu Ibu. Besok baru mas Heru urus itu. Biar ada semua kebutuhan kita.""Wah.. keren deh mbak Nita. Tokonya langsung lengkap.""Iya Bu. Insyaallah. Ini apa lagi?""Ini, itu. Itu juga."Mereka menunjuk ini itu, ada be
"Hihi, ini kan rumahmu. Jadi terserah kamu saja. Asal jangan macam-macam, atau kulaporkan pada Mamamu!" Ancam Arumi lalu menutup pintu.Azam hanya terpaku menatap pintu itu."Sebenarnya, diizinkan menginap disini tidak sih?" Dia menggaruk kepala."Inikan rumahku juga. Benar kata si Jelek. Terserah aku!" Azam melangkah kembali. Bukan untuk pulang ke rumahnya, melainkan ke kamar lain.Dia merebahkan diri di sofa sambil kedua tangan bertumpu di bawah kepalanya."Kenapa gadis itu hatinya sangat keras ya?" rupanya Azam sedang memikirkan Arumi."Bagaimana caranya menaklukkan hati si Jelek sih? Masa iya aku harus memaksanya untuk menikah denganku. Kan gak asyik nantinya." terdengar dia membuang nafas dengan kasar, kemudian bangkit.Azam memasuki kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Sesekali pria itu menatap wajahnya sendiri di cermin."Sebenarnya aku tampan. Tapi kenapa Arumi terus menolakku?"Azam memutar tubuhnya untuk meneliti."Postur sudah lumayan." Dia bergumam."Apa kare
"Tuan Al', selamat datang." Sapa Azam penuh hormat pada salah satu pengusaha muda dari keluarga Brahmana."Ah iya, Tuan muda Azam. Senang bisa bekerja sama dengan anda." Jawab Pengusaha muda yang bernama Al' itu, segera duduk saat Azam mempersilahkan."Selamat bekerja sama dengan perusahaan kami. Semoga anda bisa menjadi mitra kerja kami yang baik.""Aku akan berusaha sebaik mungkin Tuan. Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian.""Baiklah. Kalau begitu, selamat bergabung dan maaf, Papaku tidak bisa menemuimu." ucap Azam."Ah iya. Tidak apa-apa. Aku mengerti, anda adalah calon penerus Tuan Gara. Jadi tidak masalah. Diterima bekerja sama dengan kalian saja, aku sudah sangat bersyukur. Karena gosip yang ku dengar, perusahaan kalian ini paling memilih rekan bisnis." jawab Al'."Kamu benar. Ayahku memang tidak sembarang menerima orang. Sebelum anda kembali ke negeri ini, ayah dan paman Riko sudah banyak tahu tentang perusahaan anda. Ah, maksudnya dari paman angkat anda lebih tepa
Mata Azam seketika terbelalak, dia menoleh pada Al'.Pria itu pun mendekat, ikut mengintip dengan seksama."Adikku. Dia adikku!" jerit Al' histeris, ketika melihat tanda hitam yang sangat jelas di bahu Arumi. Dia langsung merengkuh tubuh Arumi.Namun Arumi mendorong Al'. " Eh, belum tentu ya, Tuan!""Sayang.. Kamu adikku. Kamu adik Bang Al'. Saudaraku satu-satunya." Ucap Al."Banyak yang punya tanda lahir seperti ini. Aku bukan adikmu." Arumi beringsut ke belakang tubuh Azam. Berlindung dari Pria yang terus ingin memeluknya itu."Arumi! Aku yakin kamu adikku. Kami sudah mencarimu sekian lama.""Tuan Al'. Mohon tenanglah. Kamu tidak bisa memaksanya. Bukan ataupun benar dia adikmu, dia tidak tahu apa yang terjadi." cegah Azam, membuat Al' berhenti. Menghela nafas berat. Kemudian mengangguk."Baiklah. Satu-satunya solusi yang tepat adalah Tes DNA. Kami harus melakukan tes DNA untuk memastikannya." ucap Al'."Aku tidak mau!" sahut Arumi."Eh, iya benar, Arumi. Benar kata Tuan Al' ini. Se
Di Kampung, Tetangga sebelah Nita.Rudi terlihat resah saat membuka tudung saji. Hari ini istrinya tidak dapat menyiapkan apa-apa untuk makan mereka. Dua anaknya tadi juga berangkat sekolah tanpa uang jajan dan tanpa sarapan.Bukan dia tidak berusaha. Tapi tahun ini di desa ini memang masih sulit. Kecuali orang-orang yang mempunyai kebun atau pekerjaan tetap di kebun orang lain.Mayoritas warga disini banyak yang mengandalkan bekerja di Pertambangan timah Ilegal. Timah merupakan bahan baku dari perunggu. Timah merupakan unsur yang relatif langka yang terkandung dalam kerak bumi, dengan kadar sekitar 2 ppm, jauh di bawah besi yang mencapai 50 ribu ppm.Ada yang khusus bekerja, ada juga yang hanya mengerimbang.(Ngerimbang timah, sebutan untuk mereka yang mencari timah yang terjatuh di bawah mesin para pekerja.)Karena kebanyakan ini adalah aktivitas ilegal, jadi rawan razia. Seperti saat ini contohnya, terjadi razia besar-besaran mengakibatkan banyak warga yang tertutup jalan mata penc
Sudah dari kemarin mereka nggak makan? Apa tidak sakit perut anak-anaknya?Tiba-tiba, Nita teringat masa sulitnya tempo dulu. Pernah tidak makan dan sering harus berpuasa. Masih beruntung kala itu Gemilang masih kecil, dan belum dapat merasakan kesedihan mereka.Tapi ini, Teh Ainun ini? Anak-anak mereka harus ikut merasakan kelaparan.Air mata Nita tak terasa jatuh, entah kenapa dia merasa sangat bersalah. Di dapur dia punya banyak makanan, kulkas penuh aneka sayuran dan lauk. Beras juga tidak pernah sampai habis, tuang lagi dari toko. Dia dapat makan dengan kenyang dan nikmat, sementara ada tetangganya sendiri yang sedang menahan kelaparan.Ainun menjadi ragu karena Nita tidak juga membalasnya. Apa mungkin tidak boleh ya?"Mbak Nita, gimana? Kalau gak boleh juga gak papa kok mbak."Nita terkejut, lalu cepat mengetik balasan."Kenapa gak ngomong dari kemari, Teh? Boleh kok, Teh. Boleh. Kesini aja. Mau ambil apa, ayo ambil saja.""Ya Allah.. Serius Mbak Nita?" Ainun rasanya tidak perca