"Satu-satunya hanyalah, antara Rehan dan Nita. Hanya mereka Mas. Kakek dan Nenek Calia dari Ayahnya juga sudah tidak ada." Ucap Dinda.Mendengar ucapan istrinya, Riko langsung mengambil keputusan."Aku akan pergi kesana menjemput mereka. Kamu kabari mereka, kalau aku akan datang karena ada suatu kepentingan. Jangan katakan apapun dulu. Aku takut akan membuat ibu Fiah syok."Dinda mengangguk.Detik itu juga Riko tidak ingin mengulur waktu lagi. Dia memeluk istrinya dengan begitu erat."Dinda. Kita akan berjuang bersama sama untuk menyelamatkan Calia dan juga menjaga calon adiknya. Jangan terlalu cemas. Aku akan meminta izin pada Ibunya Fiah untuk meminta Rehan atau Nita untuk menjadi donor untuk Calia.""Tapi kalau mereka menolak bagaimana, Mas?" Dinda menangis dengan pikiran yang sangat khawatir."Kita harus mencobanya dahulu."Dinda mengangguk."Aku akan memberi kabar Mbak Mia dan juga Mbak Silvia.""Iya. Kabari Mereka semua."Selesai bicara, Riko langsung meninggalkan rumah sakit, m
Tidak ada yang tidak bersedih memikirkan Calia untuk saat ini. Bu Rita, Mia dan juga Silvia serta Pak Wibowo. Mereka sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Dinda harus diuji sekali lagi dengan ujian seberat ini. Lebih parahnya lagi, harus di saat kehamilan Dinda yang ke-dua ujian itu kembali menyapa Dinda.Bu Rita merangkul Dinda, menggosok lembut perutnya."Kamu harus bisa tegar dan menenangkan diri Dinda. Suamimu sedang berjuang demi putrimu, kamu juga harus bisa menjaga calon bayinya yang ada di dalam perutmu ini." Ibu ingin memberi Sedikit ketenangan untuk Dinda.Dinda mengangguk pelan."Iya, Bu. Dinda hanya sangat takut. Kalau Rehan atau Nita tidak bisa menjadi donor untuk Calia, bagaimana?""Ada kami Dinda. Kami semua akan cek kecocokan Sumsum kami. Meskipun kemungkinan kecil, siapa tau ada yang cocok di antara kami bukan?" Jawab Bu Rita."Mas Gara juga sedang menemui Dokter Edward, untuk meminta Pihak Rumah sakit agar membantu mencari donor sumsum yang cocok untuk
Riko akhirnya menurut ketika Bu Marni membawanya ke kamar tempat Dinda dan Calia tempati dulu semasa di sini. Kamar dimana saat Riko pernah datang ke sini untuk pertama kalinya dulu juga sempat ia tempatinya."Istirahatlah sejenak, Nak. Kamu pasti lelah. Ibu akan siapkan makan malam." Ucap Bu Marni.Riko mengangguk. Duduk di tepian ranjang sambil memijat bahunya. Barulah saat ini, Riko merasa penat.Hampir saja Riko merebahkan diri, namun dia langsung teringat pada Dinda dan segera menghubungi istrinya untuk memberi kabar jika dia sudah sampai.Baru saja Riko menekan kontak Dinda, nomor Dinda sedang dalam panggilan lain. Kemudian dari ruangan depan, terdengar ibu dan Nita menangis sambil berbicara dengan seseorang di hp.Rupanya mereka sedang menelpon Dinda.Riko mengetik pesan singkat untuk istrinya, memberi kabar jika dia sudah sampai dan besok akan segera kembali bersama Rehan.Tak lupa memberi pesan agar Dinda jangan terlalu banyak pikiran.[Jaga Calia, dan juga calon adiknya ya s
Bukan hanya kecocokan sumsum, tetapi banyak hal lain yang harus diperiksa secara teliti.Setelah melewati Waktu yang cukup lama, Riko dan Rehan kembali ke ruangan Tunggu.Mereka belum bisa bernafas lega karena sekali lagi harus menunggu hasil dari pemeriksaan Rehan.Saat ini, Dinda dan Riko membawa Rehan masuk keruangan Calia. Dimana Caila sedang berbaring lemah dan mulai membuka matanya."Mama.." Calia langsung memanggil Dinda."Papa.." Calia menangis saat melihat Riko. Mungkin dia kangen karena dua hari ini tidak melihat papanya."Tidak apa-apa Pak, boleh kok di gendong." Saran Seorang suster.Riko langsung mengambil Calia dan menggendongnya."Cup.. cup.. sayang. Lihat, itu siapa yang datang coba? Paman Rehan..." Riko menunjuk Rehan yang kini mendekat."Calia.. Calia baik-baik saja ya?" Rehan berkata sambil meneteskan air mata. Dia cepat mengusap air matanya dan memberi ciuman pada dahi Calia."Anak pintar, tidak boleh membuat mama dan papa sedih ya? Calia pasti sembuh kok."Calia t
Kabar dari Dokter Edward langsung membuat Rehan bersemangat.Dia seketika berdiri dan menepuk dadanya dengan sombong."Sudah kukatakan, aku ini sehat wal'afiat. Terbukti, kan? Ini adalah khasiat memakan masakan Ibu setiap hari. Daun singkong dan sayur-sayuran hijau." Kelakar Rehan.Dia ingat bagaimana ibunya terus memasak sayuran hijau setiap hari. Kadang Rehan protes karena bosen."Sayuran itu membuat tubuh sehat, Rehan. Cepat dimakan! Nggak usah bawel!" Tegas Bu Marni kala itu, setiap saat Rehan protes.Jadi meskipun Bu Marni memasak daging atau ikan, sayur hijau tidak pernah ketinggalan. Lalu dia akan marah jika anak-anaknya tidak mau memakannya.Semua orang bisa tersenyum sekarang.Tanpa menunggu lagi, Dokter Edward membawa Rehan ke sebuah ruangan khusus dan Rehan diserahkan kepada dokter ahlinya untuk memulai proses pengambilan sumsum tulang belakangnya.Prosedur aspirasi sumsum tulang biasanya dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam, khususnya konsultan hematologi dan onk
Setelah transplantasi sumsum tulang, sel-sel induk baru yang memasuki tubuh akan melakukan perjalanan melalui darah ke sumsum tulang. Pada waktunya, sel-sel induk ini akan berkembang biak dan membuat sel darah baru yang sehat, yang disebut engraftment dalam tubuh Calia.Dan ini, rupanya belum akhir dari penderitaan Calia.Dokter mengatakan jika Calia masih memerlukan beberapa minggu sebelum jumlah sel darah dalam tubuh mulai kembali normal. Pada beberapa orang, mungkin malah diperlukan waktu lebih lama. Calia masih akan menjalani tes darah dan tes lain untuk memantau kondisi dan mungkin memerlukan obat untuk mengatasi komplikasi, seperti mual dan diare yang akan diderita Calia setelah proses Transplantasi.Calia masih akan tetap berada di bawah perawatan medis yang ketat. Dikhawatirkan jika Calia bisa saja mengalami infeksi atau komplikasi lain, maka dari itu, Calia masih diharuskan untuk tinggal di rumah sakit selama beberapa hari sampai dokter menyatakan jika Calia diperbolehkan unt
Bu Marni yang hanyalah seorang dari desa, dia yang pernah hidup penuh kekurangan dan juga pernah mendapatkan banyak hinaan. Tetapi dia tidak gagal dalam mendidik anak-anaknya. Meskipun dia sekarang menjadi seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya, tetapi dia bisa mendidik anak-anaknya menjadi anak yang berbakti dan penuh pengertian. Fiah, Rehan dan juga Nita. Hati mereka penuh kebaikan dan hidup mereka tidak kurang kasih sayang.Lalu pernikahan Dinda dengan Riko membuat mereka kembali mempunyai jalinan keluarga dari keluarga besar Riko.Meskipun saat Calia kritis, mereka belum bisa datang, tapi pada akhirnya ibunda Riko pun datang juga untuk memberi dukungan kepada mereka. Walaupun hanya bisa beberapa hari disana, tetapi doa tulus dari mereka pun juga membuat semangat tersendiri bagi Riko dan Dinda. Sudah lebih dari dua minggu lamanya Calia berada di rumah sakit, hari ini dokter Edward menyampaikan jika Calia sudah diperbolehkan untuk pulang.“Calia sudah diperbolehkan untuk p
(Karena beberapa pembaca meminta scan Mbak Silvia lahiran, jadi author terpaksa menulis kilas balik)—Perut Silvia sudah mulai membesar, sementara Farhan semakin hari semakin berdebar menantikan hari persalinan istrinya yang mulai dekat.Awalnya mereka sepakat untuk melakukan operasi saja untuk proses persalinannya. Tapi setelah berpikir ulang, tiba-tiba Silvia membatalkannya dan ingin melahirkan secara normal saja.Rupanya, dia dari menggosip dengan beberapa tetangga."Mbak Silvia, nanti rencananya mau Caesar atau Normal mbak, lahirannya?" Tanya satu ibu saat mereka merubungi Amang tukang sayur."Rencananya mau Cesar ini Bu, Ibu." Jawabnya sambil mengelus perutnya yang sudah membesar."Ya pasti Cesar lah ya, mbak?" Satu ibu ibu-lainnya menyela pembicaraan.Satu lainnya ikut berbicara juga. "Mbak Silvia itu sekarang kan banyak uang. Jadi pasti lah persalinannya akan di Operasi. Biar nggak perlu ngeden, nggak perlu ngerasain kontraksi sampai guling-guling. Bener banget itu Mbak Silvi
Tidak ada tetangga yang datang karena mereka sengaja, lamaran malam ini dengan sederhana saja. Tidak ada yang dibawa oleh Dodi karena memang mereka sudah berunding untuk tidak memaksakan diri dan tidak membawa apapun. Ini adalah pesan Gita, jadi Dodi datang hanya membawa ucapan niat dan cincin seberat 2 gram saja sebagai tanda pengikat antara mereka. Acara lamaran berlangsung sederhana namun penuh keseriusan dari kedua belah pihak. Pakde Gita tak banyak bicara, sebab di sini ia hanya menjadi saksi, bukan untuk dimintai pendapat. Sebelumnya, Bu Mila sudah berpesan demikian. Sebelum lamaran ini, Pakde sempat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernikahan Gita dengan Dodi. Alasannya, masa depan Dodi kurang cerah dan hanya akan membebani Gita, terlebih Gita kini sudah sukses. Pakde khawatir banyak orang berbiat buruk, lalu menjadikan alasan ingin menikahi Gita. Bu Mila menegaskan untuk tidak perlu ikut campur urusan mereka . Dodi memandang Heru dengan mata terbelalak, seperti kura
Sebagai orang tua, mereka hanya perlu menyetujui, memberi restu, dan dukungan. Meski tak suka, Pakde tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan.Mungkin ia sadar bahwa selama ini ia tak pernah membantu atau ikut memberi makan Gita dan Anisa sejak mereka lahir, lalu mereka ditinggal orang tua mereka, dan kini telah tumbuh dewasa.Acara lamaran selesai, disambung dengan obrolan ringan, basa-basi sebelum waktunya pulang.Tidak ada yang istimewa di acara malam ini, tetapi bagi Gita dan Dodi, acara ini sangat spesial dan membekas di hati. Karena malam ini, mereka resmi menjadi sepasang tunangan dan berencana menikah bulan depan. Awalnya, ketika ditanya oleh Pak De kapan mereka akan menikah, Dodi masih ragu untuk menjawab. Bukan karena ragu, tetapi dia ingin benar-benar siap. Namun, Gita yang langsung menjawab, "Rencana kami adalah bulan depan, Pak De. Setelah bulan ini habis, kami akan berunding lagi untuk menentukan hari yang tepat."Dodi tidak bisa berkomentar karena takut Gita tersinggu
Dodi menarik nafas resah. Tadinya, dia sudah cukup senang, khayalannya melambung tinggi, menikahi Gita dan hidup bahagia penuh cinta. Namun, setelah obrolan dengan ibunya, perasaannya berubah menjadi kacau.Jika nanti dia menikah, bagaimana mungkin dia bisa tinggal bersama Gita? Bagaimana dengan ibu dan dik-adiknya? Tapi jika dia mengajak Gita untuk tinggal bersamanya, tentu saja itu juga tidak mungkin. Dia tidak bisa membawa Gita untuk tinggal di pondok mereka dan mengurus keluarganya.Tiba-tiba, sebuah pesan singkat dari Gita masuk. "Dodi, sedang apa? Apa kamu sudah pulang kerja?""Iya, Gita. Aku sudah pulang dari tadi." Mulai hari ini dan seterusnya, Dodi memang sudah mau belajar untuk memanggil Gita dengan nama saja. Mereka sudah sepakat."Bisa gak nanti malam ke rumah? Ada hal yang ingin aku bicarakan."Karena Dodi juga ingin membicarakan suatu hal dengan Gita, dia pun setuju. "Iya, aku akan ke sana nanti malam."Gita tersenyum, selain memang ada sesuatu yang ingin dibicarakan se
Yang di sana menutup mulutnya dengan satu tangan menahan agar tidak tertawa keras karena saking senangnya.Ya ampun… Ternyata Dodi romantis juga ya?Akhirnya sepanjang malam ini mereka sama-sama begadang, melanjutkan chat mesra dan rencana untuk kedepannya nanti. Sampai terlupa, ketiduran tanpa sengaja. Ponsel masing-masing terjatuh dari tangan dan paginya ponsel mereka sama-sama ngedrop!Dodi merasa sangat kesal karena tidak bisa mengirimi pesan atau melihat pesan chat dari Gita. Akhirnya berangkat kerja tanpa membawa ponsel.Gita juga demikian, terpaksa pergi mengajar meninggalkan ponselnya di rumah untuk dicas.Di tempat kerja, mereka tidak konsen.Saling memikirkan satu sama lain. Andai saja tadi ponsel bisa dibawa, setidaknya bisa berkirim chat, menanyakan kabar. Lagi ngapain? Udah makan belum?Duh, kasmaran!Sayangnya semalam lupa , seharusnya sambil di cas saja. Kan tidak sampai ngedrop?Saat Dodi pulang dari kerja, di jalan melihat kecelakaan. Sebuah mobil sedan menabrak seora
Anisa mengusir mereka dengan bercanda, "Sudah, jalan sana, nanti keburu magrib."Gita dan Dodi akhirnya berangkat menggunakan motor Anisa. Mereka berboncengan, menarik perhatian orang-orang di jalan karena penampilan mereka yang berbeda dari biasanya. Beberapa mencibir, tapi banyak juga yang memuji kecocokan mereka.Sesampainya di acara, suara musik orgen tunggal menyambut. Mereka disambut oleh tim penyambut tamu, dan beberapa orang langsung mengenali mereka, "Mbak Gita sama Mas Dodi? Wah, cocok banget!”Gita dan Dodi hanya tersenyum malu mendengar godaan-godaan itu. Setelah mengambil makanan, mereka duduk bersama dan menikmati hidangan. Sesekali mereka melirik satu sama lain dan tersenyum, tapi tidak bisa fokus karena hati mereka sama-sama berdebar.Setelah makan, Dodi mengajak Gita untuk memberikan amplop kepada pasangan pengantin. "Cepat menyusul kami ya!" ucap mempelai wanita, membuat Gita semakin tersipu."Kenapa semua orang berpikir kita pacaran?" tanya Gita saat mereka kembali
Penjelasan Gita diterima, dan beberapa siswa bahkan membuka platform novel online untuk memeriksa kebenarannya. Mereka akhirnya paham bahwa kehidupan Gita dan Anisa telah berubah berkat kerja keras Gita.Sejak saat itu, tak ada lagi yang menuduh atau membicarakan Anisa dan keluarganya. Kabar tentang Gita yang menjadi penulis menyebar, dan kehidupan mereka menjadi lebih damai. Tidak ada lagi tuduhan atau hinaan dari Cindy dan teman-temannya.Hari itu, Gita merasa sangat lelah setelah seharian membersihkan rumah bersama Anisa. Malam harinya, ia mengalami sakit kepala yang parah. Anisa khawatir melihat suhu tubuh kakaknya yang sangat panas."Mbak Gita sakit, ya? Badannya panas sekali!" seru Anisa.Gita mengeluh, "Kepala Mbak sakit, tubuh juga rasanya ngilu-ngilu."Anisa segera memberi tahu Bu Mila, yang panik. "Tunggu sebentar, Anisa. Biar nenek menemui Mbak Nita.""Biar Anisa saja, Nek. Nenek tungguin Mbak Gita," ujar Anisa, langsung berlari ke rumah Nita. Mendengar kabar itu, Nita dan
"Udah, jangan dilihat terus. Besok langsung dicoba aja," goda Nita, sambil tersenyum melihat Anisa yang terus memandangi motor barunya.Anisa tertawa kecil, benar-benar tidak menyangka dirinya bisa mendapatkan motor sebagus itu. Dia menoleh pada Gita, "Mbak Gita, terima kasih ya. Pasti mahal banget."Gita tersenyum dan menepuk tangan Anisa lembut, "Yang penting kamu senang, Anisa. Harga motor ini nggak ada apa-apanya dibanding kebahagiaan kamu.""Ya ampun, Mbak Gita! I love you deh!" Anisa memeluk kakaknya dengan rasa terima kasih."Makanya, jangan bandel. Kamu nggak kerja tapi dibeliin motor sama HP baru. Semangat belajar dan bantu-bantu di rumah, ya," Bu Mila mengingatkan."Siap, Nek! Anisa makin semangat," jawab Anisa riang, disambut tawa seluruh keluarga.Heru lalu berdiri, "Maaf, aku harus pulang. Toko nggak ada yang jaga lama-lama.""Aku juga pulang, nih," kata Nita sambil mengeluarkan kado kecil dari sakunya.Heru melihat kado itu dan tertawa, "Ya ampun, kado kamu kecil banget,
Karena Anisa memang adik yang pengertian, meskipun hatinya sedikit terluka oleh ucapan kakaknya, dia tidak berani menjawab. Anisa mencoba mengerti, mungkin kakaknya sedang banyak pikiran atau lelah, jadi dia memilih untuk diam saja.Kemudian, Anisa beranjak dari kamar Gita untuk mencari neneknya, tetapi tidak menemukannya. Dia lalu pergi ke dapur dan membuka tudung saji. Ternyata tidak ada makanan apapun di meja. Bahkan di magic com pun tidak ada nasi. Anisa mendengus kesal, lalu kembali ke kamar Gita."Mbak, nenek nggak masak ya? Nenek pergi kemana?" tanya Anisa lagi.Kakaknya terlihat kesal, lalu melemparkan guling ke arah Anisa."Kamu itu manja banget sih! Kamu kan bisa masak sendiri, masak mie, ceplok telor, atau apa gitu. Nggak usah terus ngandelin nenek. Nenek lagi pergi ke rumah Bude dari tadi pagi, jadi nggak sempat masak. Kamu aja yang masak nasi, sana!” ujar kakaknya.Anisa merasa sedih melihat perubahan kakaknya yang tiba-tiba menjadi pemarah. Namun, dia tidak berani memban
“Ya Allah, ternyata ini pekerjaan Mbak Gita yang jarang diketahui orang. Pantas saja Mbak bisa membeli ini itu dan mengubah ekonomi keluarga. Aku benar-benar tidak menyangka kalau Mbak bisa sehebat ini.”Gita mengangguk kemudian tersenyum kecil sambil melanjutkan untuk memberitahu Dodi tentang aplikasi-aplikasi novel miliknya.“Mungkin beberapa orang di kampung banyak yang membicarakan aku, tapi aku tidak mau peduli. Karena mereka juga tidak tahu apa yang aku lakukan sebenarnya. Yang terpenting bagiku adalah aku mencari pekerjaan secara halal dan ini merupakan anugerah serta rezeki dari Allah yang diberikan padaku. Aku telah diberi jalan untuk bisa mengubah ekonomi keluargaku.”Dodi mendongak, "Mungkin sebagian orang membicarakan keluarga Mbak karena mereka tidak tahu yang sebenarnya. Tapi benar kata Mbak, tidak usah dipedulikan. Bukankah Mbak tidak merugikan siapa-siapa? Mbak menulis dengan ide sendiri tanpa mengganggu orang lain.""Itulah yang sering dikatakan oleh Mbak Nita. Makany