Pukul 03:30 dini hari. Mereka telah tiba di rumah sakit.Ibu ikut serta, tapi Pak Wibowo tidak diperbolehkan untuk ikut. Ibu juga sudah gercep menelpon Mia dan juga Dinda, mengabarkan jika Mbak Silvia mereka akan melahirkan.Mia belum bisa hadir karena si kembar rupanya sedang rewel seharian tadi. Sementara Dinda langsung meluncur diantar oleh suaminya. Calia ditinggal bersama Fiah di rumah.Dokter Airin sudah nampak di depan sana menyambut kedatangan mereka. Tadi saat dia terjaga, dokter Airin melihat belasan panggilan tak terjawab dari Farhan. Dokter Airin langsung memanggil balik Nomor Farhan. Setelah tau jika Silvia hendak melahirkan, Dokter Airin segera pergi ke rumah sakit.Meskipun sebenarnya ini bukan jadwalnya, tetapi Silvia adalah tanggung jawabnya. Jadi Dokter Airin yang akan menangani Proses Persalinan Silvia.Setelah Dokter memeriksa dan memastikan jika Silvia memang akan melahirkan, Silvia kemudian dimasukkan ke dalam ruangan khusus persalinan, dan Farhan diminta untuk
Anak kembar memang selalu menarik perhatian banyak orang. Kehidupan dua anak yang sudah bersama sejak masih dalam kandungan memang unik. Di mana mereka biasanya akan mengalami tahapan kehidupan yang relatif selalu sama dan berbarengan. Namun, akan berbeda cerita jika anak yang kembar adalah laki-laki dan perempuan. Pasalnya, anak kembar laki-laki dan perempuan memiliki keunikan tersendiri yang berbeda dengan anak kembar berjenis kelamin sama.Contohnya Azam dan Azura. Anak kembar milik Gara Mahendra dan Mia.Di Usia mereka yang sudah menginjak ke-lima tahun. Ada perbedaan yang mencolok dari keduanya.Azam cenderung memiliki sikap lembut dan murah senyum, Tatapannya selalu teduh. Sementara Azura, meskipun dia terlahir sebagai anak perempuan, wataknya keras dengan tatapan mata yang tajam dan tegas.Bahkan dia tidak segan-segan membanting barang jika marah, dan pernah memukul Azam hingga Azam menangis hanya karena berebut mainan.Ini cenderung sedikit aneh bagi mereka. Siapa yang menurun
"Iya sayang…" Mia menoleh pada Gara yang wajahnya langsung muram."Itu Azura. Sebentar ya?"Mau tidak mau, Gara kembali mengangguk, merelakan istrinya turun dari tempat tidur kembali."Azura. Ada apa sayang?" Tanya Mia, saat telah membuka pintu."Boneka Yemon Azura tak sengaja Jatuh dan masuk ke dalam kolong ranjang. Azura tidak bisa mengambilnya, Azam juga tidak bisa. Tolong, Mama. Tanpa Yemon, Azura tidak bisa tidur."Mia menoleh pada Gara, suaminya mengangguk tanda setuju untuk Mia kembali ke kamar anak-anak.Gara menarik nafas berat."Rupanya begini kalau sudah punya anak. Paling susah untuk mencari momen yang pas." Padahal tadinya Gara belum pernah mengeluh. Mungkin karena malam ini dia sudah sangat bersemangat.Cukup lama menunggu, dan Gara sudah hampir ketiduran, Mia akhirnya kembali.Gara langsung saja menarik tubuh Mia dengan tidak sabaran."Sepertinya tidak perlu pemanasan lagi."Mia tersenyum, dia paham suaminya sudah sangat menggebu. "Terserah kamu saja.""Anak-anak sudah
Mia merasa tidak pernah mendengar Nama Kota Kyoto. Padahal selama ini Gara sudah sering mengajaknya keliling negri ini. Bali bahkan menjadi tempat favoritnya akhir-akhir ini.Gara tertawa kecil. "Kyoto itu sebuah kota besar di Negara Jepang."Mia seketika terbelalak. "Hah! Apa, apa? Jepang? Jadi maksudmu, kita akan ke Jepang?""Memang Kenapa? Kamu tidak mau. Ayolah Mia.. sesekali kita pergi bersenang-senang kesana. Kamu pasti akan suka tempatnya."Mia terdiam sejenak. "Dengan meninggalkan anak-anak di rumah?""Hem.. kita kan mau berbulan madu yang kedua. Kalau membawa si Kembar, bulan madu kita tidak akan berjalan lancar. Lagi pula, kita bisa membawa mereka kesana kapan nanti saat mereka liburan. Hem.. Bagaimana?" Gara menoel dagu istrinya.Mia mengangguk saja. Untuk apa dia menolak? Bukankah niat Gara baik? Dia hanya ingin bersenang-senang dengan istrinya.Diluar sana banyak suami-suami yang tega bersenang-senang sendiri tanpa sang Istri dan bahkan malah pergi dengan wanita lain.Sem
Seperti biasa, pada jam pulang sekolah Mia datang bersama sang sopir untuk menjemput Azam dan Azura. Meskipun dia tidak selalu datang menjemput karena terkadang sibuk dan hanya menyuruh sang pengasuh saja yang menjemput mereka, namun siang ini kebetulan Mia yang menjemput mereka.Bu Ida berlari menghampirinya dan mengangguk dengan sopan."Selamat Siang Bu Mia. Perkenalkan saya Bu Ida. Saya wali kelas Azam dan Azura." Ucap Bu Ida mengulurkan tangannya.Mia tersenyum dan menyambut tangan Bu Ida dengan santun."Siang juga, Bu. Saya mamanya Azam dan Azura. Bagaimana, Bu? Apakah anak-anak saya bandel atau sulit diatur ya, Bu?" Tanya Mia."Oh. Sebenarnya Azam dan Azura itu tidak bandel, Bu. Mereka juga sangat cerdas. Tetapi memang ada sedikit masalah pada Azura. Bu Mia diminta Bapak kepada sekolah untuk memenuhinya untuk membahas hal ini."Mia sedikit terkejut, kemudian menoleh pada Azura dan Azam. Kedua anak itu langsung menunduk untuk menghindari tatapan mata mamanya.Mia kembali menatap
"Azura juga tidak boleh berlaku kasar pada saudara sendiri. Seperti pada Azam. Dia adalah saudara Azura, sesama saudara harus saling mengasihi seperti mama dan tante Dinda, tante Silvia juga. Kami saling menyayangi. Mama juga inginnya Azura dan Azam begitu. Sampai tua. Jika hanya masalah kecil, jangan dipermasalahkan. Bagaimana kalian bisa hidup dengan baik nanti jika mama sama papa sudah tua, kalau masalah kecil saja jadi Ribut, kan? Belum ada masalah yang besar."Azura terdiam, kemudian menoleh pada Azam yang sejak tadi memperhatikan percakapan mereka.Mungkin Azura merasa bersalah karena selama ini sudah sering kasar pada saudaranya kembarnya itu."Azam. Maafkan aku ya. Aku tidak akan mendorong atau memukulmu lagi." Azura meminta maaf. Sebenarnya sejak kejadian dia memukul Mahesa tadi, Azura sudah menyesal karena sering bersikap kasar pada Azam.Dia sedih dan tidak terima melihat Azam diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Sementara dirinya sendiri juga sering mendorong dan memu
"Iya benar. Sayang, kamu tidak sempat mengenalnya. Ibuku adalah wanita yang dingin dan kasar. Ayahku saja kalah dengannya. Tetapi dia sangat sayang dan peduli pada ayah. Jika ada masalah, ayah lebih suka diam dan menghindari, tapi ibu malah yang maju dan menyelesaikan masalah. Tidak peduli meskipun harus ribut dan bertengkar dengan orang yang membuat masalah padanya atau pada ayah. Kadang ayah sampai geleng kepala kalau melihat ibu bertengkar dengan orang atau para tetangganya. Aku masih ingat itu.”Mia ikut tertawa kecil, dia tidak menyangka jika mertua perempuannya adalah wanita dingin yang galak. Pantas saja Azura menuruni wataknya. Pantas juga, Gara begitu senang melihat Azura tumbuh, Gara sering mengatakan jika Azura mirip dengan mendiang ibunya.Malam telah menjelang.Di rumah Riko.Didepan sana terdengar suara salam dari Fiah. Dia baru saja pulang dari Toko Farhan tempatnya bekerja. Seperti biasa dia pulang bersama dengan Rendi yang masih setia mengantar jemputnya setiap hari.
Lain hal teman-teman sesama Office Girl dan Office Boy, mereka malah sangat menyukai kehadiran Fiah sebagai teman baru sesama pekerjaan."Halo anak baru. Kenalkan, namaku Santi." Seorang office girl mengajak Fiah berkenalan dengan ramah."Oh iya Kak Santi. Aku Afifah. Panggil saja Fiah.""Hem. Iya. Kamu masih saudara Pak Direktur Rendi ya? Katanya adik iparnya Pak Sekretaris juga ya? Kami dengar dari Pak Hamid." Tanya OG lainnya."Eh iya Mbak. Begitulah." Fiah tersenyum malu."Ya Ampun.. Seneng deh, kami bisa punya temen dari keluarga Bos." Mereka terlihat begitu senang. Karena jika dipikir-pikir, sangat mustahil Mereka yang hanya berstatus OB bisa dekat dengan famili bos kan? Tentu kehadiran Fiah menjadi semangat tersendiri dari para OB.Lain yang dipikirkan para Karyawan Kantor wanita."Dia saudara Pak Rendi. Tapi kok hanya bekerja sebagai Office Girl?""Eh, denger-denger cuma adik iparnya Tuan Sekretaris.""Ooh.. adik istrinya Tuan Sekretaris, kalau Pak Rendi, adik kandungnya Tuan