Seperti biasa, pada jam pulang sekolah Mia datang bersama sang sopir untuk menjemput Azam dan Azura. Meskipun dia tidak selalu datang menjemput karena terkadang sibuk dan hanya menyuruh sang pengasuh saja yang menjemput mereka, namun siang ini kebetulan Mia yang menjemput mereka.Bu Ida berlari menghampirinya dan mengangguk dengan sopan."Selamat Siang Bu Mia. Perkenalkan saya Bu Ida. Saya wali kelas Azam dan Azura." Ucap Bu Ida mengulurkan tangannya.Mia tersenyum dan menyambut tangan Bu Ida dengan santun."Siang juga, Bu. Saya mamanya Azam dan Azura. Bagaimana, Bu? Apakah anak-anak saya bandel atau sulit diatur ya, Bu?" Tanya Mia."Oh. Sebenarnya Azam dan Azura itu tidak bandel, Bu. Mereka juga sangat cerdas. Tetapi memang ada sedikit masalah pada Azura. Bu Mia diminta Bapak kepada sekolah untuk memenuhinya untuk membahas hal ini."Mia sedikit terkejut, kemudian menoleh pada Azura dan Azam. Kedua anak itu langsung menunduk untuk menghindari tatapan mata mamanya.Mia kembali menatap
"Azura juga tidak boleh berlaku kasar pada saudara sendiri. Seperti pada Azam. Dia adalah saudara Azura, sesama saudara harus saling mengasihi seperti mama dan tante Dinda, tante Silvia juga. Kami saling menyayangi. Mama juga inginnya Azura dan Azam begitu. Sampai tua. Jika hanya masalah kecil, jangan dipermasalahkan. Bagaimana kalian bisa hidup dengan baik nanti jika mama sama papa sudah tua, kalau masalah kecil saja jadi Ribut, kan? Belum ada masalah yang besar."Azura terdiam, kemudian menoleh pada Azam yang sejak tadi memperhatikan percakapan mereka.Mungkin Azura merasa bersalah karena selama ini sudah sering kasar pada saudaranya kembarnya itu."Azam. Maafkan aku ya. Aku tidak akan mendorong atau memukulmu lagi." Azura meminta maaf. Sebenarnya sejak kejadian dia memukul Mahesa tadi, Azura sudah menyesal karena sering bersikap kasar pada Azam.Dia sedih dan tidak terima melihat Azam diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Sementara dirinya sendiri juga sering mendorong dan memu
"Iya benar. Sayang, kamu tidak sempat mengenalnya. Ibuku adalah wanita yang dingin dan kasar. Ayahku saja kalah dengannya. Tetapi dia sangat sayang dan peduli pada ayah. Jika ada masalah, ayah lebih suka diam dan menghindari, tapi ibu malah yang maju dan menyelesaikan masalah. Tidak peduli meskipun harus ribut dan bertengkar dengan orang yang membuat masalah padanya atau pada ayah. Kadang ayah sampai geleng kepala kalau melihat ibu bertengkar dengan orang atau para tetangganya. Aku masih ingat itu.”Mia ikut tertawa kecil, dia tidak menyangka jika mertua perempuannya adalah wanita dingin yang galak. Pantas saja Azura menuruni wataknya. Pantas juga, Gara begitu senang melihat Azura tumbuh, Gara sering mengatakan jika Azura mirip dengan mendiang ibunya.Malam telah menjelang.Di rumah Riko.Didepan sana terdengar suara salam dari Fiah. Dia baru saja pulang dari Toko Farhan tempatnya bekerja. Seperti biasa dia pulang bersama dengan Rendi yang masih setia mengantar jemputnya setiap hari.
Lain hal teman-teman sesama Office Girl dan Office Boy, mereka malah sangat menyukai kehadiran Fiah sebagai teman baru sesama pekerjaan."Halo anak baru. Kenalkan, namaku Santi." Seorang office girl mengajak Fiah berkenalan dengan ramah."Oh iya Kak Santi. Aku Afifah. Panggil saja Fiah.""Hem. Iya. Kamu masih saudara Pak Direktur Rendi ya? Katanya adik iparnya Pak Sekretaris juga ya? Kami dengar dari Pak Hamid." Tanya OG lainnya."Eh iya Mbak. Begitulah." Fiah tersenyum malu."Ya Ampun.. Seneng deh, kami bisa punya temen dari keluarga Bos." Mereka terlihat begitu senang. Karena jika dipikir-pikir, sangat mustahil Mereka yang hanya berstatus OB bisa dekat dengan famili bos kan? Tentu kehadiran Fiah menjadi semangat tersendiri dari para OB.Lain yang dipikirkan para Karyawan Kantor wanita."Dia saudara Pak Rendi. Tapi kok hanya bekerja sebagai Office Girl?""Eh, denger-denger cuma adik iparnya Tuan Sekretaris.""Ooh.. adik istrinya Tuan Sekretaris, kalau Pak Rendi, adik kandungnya Tuan
Rendi masih menarik tangan Fiah sambil melangkah menuju ruangan karyawan wanita yang telah menyuruh Fiah tadi.Sampai di pintu ruangan Rendi berhenti dan mengedarkan pandangannya. Dia melihat ada empat wanita di dalam sana. Rendi sengaja diam dan tak menegur Mereka, dia menunggu dulu siapa diantara mereka yang akan menegur Fiah agar tau siapa yang telah menyuruh Fiah.Melihat Rendi masuk keruangan mereka, tentu saja mereka terkejut tapi langsung saling salah tingkah."Ya Ampun. Itu pak Rendi kenapa kesini? Oh my God, tampannya.." Ucap kagum Salah satu dari Mereka sampai mencubit lengan temannya karena terpesona."Siang, Pak Rendi. Tumben kemari." Satu karyawan Lainnya ada yang memberanikan diri untuk menyapa. Rendi belum menjawab, hanya berdiam menatap dingin kearah mereka.Lalu Fiah muncul di balik punggung Rendi saat Mereka sedang terpesona dan sibuk mencari perhatian."Eh ada, Fiah." Sapa Diah. Dia tidak melihat Fiah membawa apapun di tangannya. Tetapi mau bertanya Diah tentu tidak
Rendi yang tanpa sengaja juga menatap ke arah yang sama mengenali siapa wanita itu dan membalas lambaian tangan wanita itu.Wanita yang duduk bersama temannya itu berdiri dan menghampiri mereka."Hai Mas Rendi.. Lagi makan juga ya? Boleh aku ikut duduk?”"Tania. Boleh saja. Silahkan." Jawab Rendi.Sementara Fiah hanya mendongak dan tersenyum kepada Tania itu."Eh, ini adik Mas Rendi ya. Cantik ya?" Ucap Tania dengan ramah sambil tersenyum ke arah Fiah."Iya Tania. Kenalkan, adikku ini namanya Fiah. Dan Fiah, kenalkan namanya Tania. Dia teman Mas Rendi. Bukan hanya cantik, dia ini sangat ramah dan baik. Siapa tau kalian bisa jadi teman baik." Rendi memperkenalkan mereka.Fiah tersenyum. Dia cukup terkagum dengan wanita yang cantik dan berbodi seksi ini. Penampilannya sangat segar dan enak dipandang mata."Fiah, Mbak." Fiah mengulurkan tanganya."Aku Tania. Aku sudah tau namamu. Tadi pagi aku sudah melihatmu kok. Hanya saja aku bekerja dibagian keuangan, jadi ruanganku agak jauh ke dala
Tak lama kemudian mobil berhenti. Mereka turun dan masuk kedalam Gedung Perkantoran.Sejak kejadian Diah dimarahi Rendi saat jam istirahat tadi, sekarang tidak ada lagi yang berani macam macam dengan Fiah. Bahkan Pak Hamid sebagai kepala OB pun akan dengan sangat sopan jika harus menyuruh Fiah.Sore jam pulang, Rendi akan menunggu Fiah. Besok pagi mereka terlihat datang berdua lagi. Sorenya ketika Rendi belum bisa pulang cepat karena ada lemburan, Riko yang datang atau menunggu untuk mengajak Fiah pulang bersama.Beberapa kali juga mereka ada yang sempat melihat Tuan Gara Mahendra selaku pemilik atau Bos Perusahaan ini berbicara akrab dengan Fiah. Bahkan sesekali menyentuh kepala Fiah ketika berada di ruangan Gara."Kalau kerja hati-hati. Jangan ceroboh ya." Gara menyentuh kepala Fiah dengan perasaan kasih sayang. Sementara Fiah mengangguk penuh patuh."Jangan keluyuran waktu jam istirahat atau jam pulang. Pergi atau pulang bersama mas Rendi saja atau mas Riko.""Iya, Mas Gara. Fiah p
Fiah mulai tidak tahan ketika mereka memaksa Fiah untuk minum dan sekedar ikut berjoget ria."Eh sudah jangan memaksanya. Nanti kalau Rendi muncul bisa gawat." Bisik Tania pada Linda.."Justru aku ingin Rendi melihat bagaimana adik yang ia puja ini ternyata berkelakuan liar seperti kita." Balas Linda sambil berbisik juga."Kalau begitu sebaiknya kamu tarik saja dia. Bawa ke tengah." Ucap teman Tania yang satunya.Tania sebenarnya agak ragu, karena dia mengajak Fiah kemari tadi juga karena desakan temannya. Sementara Fiah mulai memikirkan cara untuk keluar dari sini karena tidak mungkin mengajak mereka pulang.Fiah berdiri. "Mbak. Toilet ada di belakang kan? Aku ke toilet sebentar ya?"Tania mendengus,padahal dia baru saja ingin mengajari Fiah berdansa."Ya sudah. Jangan lama-lama. Nanti kamu ilang."Fiah mengangguk dan segera pergi setelah bertanya pada penjaga.Sepanjang berjalan ke toilet, hati Fiah benar-benar berdebar karena mendapati pemandangan kotor. Di setiap sela pojokan ruan