Bahri, Margareth, dan Radit benar-benar terkejut mendengar kalimat itu keluar dari mulut Nugraha. Mereka tidak menyangka perubahan pria tua itu kentara terlihat jelas. Padahal dulu Nugraha tidak menyukai kehadiran Raja dan hanya terpaksa merestui hubungan Raja dengan Ayyara, tetapi kini semuanya sudah berubah. Bahkan Nugraha membela menantu rendahan itu dan berani mengusir anak dan cucu kandungnya sendiri.Bahri, Margareth, dan Radit beranggapan bahwa Raja dan Ayyara perlahan telah berhasil menjalankan rencana liciknya. Bukan tidak mungkin kalau ini terus terjadi, pasangan suami istri itu benar-benar akan menguasai harta Nugraha.“Apa yang Papa katakan? Kenapa sekarang Papa membela pria sialan itu? Bukankah dulu Papa membencinya, bahkan Papa nggak melarang saat kita mau menjodohkan Ayya dengan Marcel,” ungkit Margareth. Melihat Nugraha tampak kepikiran, dia pun segera menambahkan. “sepertinya Papa mulai terpengaruh oleh Ayya dan suaminya.”Nugraha bukan tersadar dengan ucapan Margaret
Mereka tidak lain dan tidak bukan adalah Bahri, Margareth, dan Radit. “Hebat ya kamu, kerjanya enak-enak ngabisin duit istri,” sindir Radit dengan senyuman sinis.“Bukan cuma ngabisin duit istri, dia punya rencana jahat buat merampok harta warisan keluarga Nugraha,” sambung Margareth dengan sengaja mengeraskan suaranya untuk mempermalukan Raja di tempat umum.Bahri pun ikut tampil, “Bahkan Papa mulai terhasut oleh hasutan kamu dan istrimu. Papa bahkan membenci dan mengusir kami. Puas kamu sekarang?!”Begitu mereka usai menyindir, seketika Raja menjadi fokus semua orang yang ada di kantin.Rizal menatap kasihan pada Raja. Lalu dia menoleh ke arah mereka dan berkata, “Maaf, bukannya aku ikut campur dan bukannya aku sok tahu. Walau Raja orang miskin, dia nggak mungkin memiliki niat buruk merebut harta warisan keluarga.” dia membela Raja karena sudah sering melihat keluarga Nugraha menghina dan menuduh sahabatnya itu di hadapan umum.Raja senang mendapatkan pembelaan dari Rizal. Dia tida
Rizal bertanya dengan suara sepelan mungkin supaya tidak terdengar oleh orang lain.Rizal tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi pada Raja. Lantas dia kembali berkata, “Jujur aku nggak percaya kalau kamu dapat uang sebanyak 1,1 triliun dari orang asing yang baru mengenalmu. Rasanya sangat mustahil. Kalau memang uang itu milik orang lain, lebih baik dikembalikan. Kamu jangan salah paham, aku berkata seperti ini karena aku sahabatmu.” Raja senang dengan kepedulian Rizal terhadapnya. Inilah yang dinamakan sahabat sejati–tidak hanya ada di saat bahagia, tetapi juga ada saat berada dalam situasi buruk. Bukan hanya ada, tetapi memberi nasihat Jika sahabatnya melakukan perbuatan jahat.Raja menjelaskan, “Terima kasih … tapi aku tidak berbohong. Hanya saja, kamu perlu waktu untuk mempercayainya.” Penjelasan Raja begitu mengambang, tetapi Rizal berujung mengiyakan.Selanjutnya, Raja dan Rizal berpisah menuju ruang perawatan keluarganya masing-masing.“Mas kok pulang?” Ayyara menghampiri Raja
Ruang perawatan langsung hening ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ayyara. Aura kebencian pun semakin terlihat jelas di sorot mata Bahri, Margareth, Radit. Raja, walau memasang ekspresi wajah datar, dia merasa bangga terhadap kegigihan dan tekad istrinya untuk membantu Nugraha memenangkan proyek kerja sama ini. Nugraha menatap penuh kebanggaan pada Ayyara, “Kakek tidak pernah meragukan kemampuanmu. Kamu memang wanita cerdas dan pekerja keras.” Melihat Nugraha condong menunjuk wanita itu, Margareth tak tinggal diam, “Ayya, kamu jangan kepedean. Pesaing kita pasti bukan orang sembarangan, jangan dibuat percobaan. Lebih baik percayakan sama Mas Bahri yang jelas-jelas sudah punya banyak pengalaman,” protesnya masih dengan berpura-pura berkata lembut. Sebelum ada orang yang merespon, Margareth kembali menambahkan, “Ayya, aku tahu kamu sangat percaya diri. Tapi bagaimana kalau kamu gagal?” dia berusaha menjatuhkan mental Ayyara secara halus. “Kalau gagal, bukan membantu, mala
Nugraha menghela napas dalam-dalam. Dia baru tersadar keceplosan–memberi tahu masalah perusahaannya. Padahal dia tutup rapat-rapat supaya keluarganya, terutama Ayyara tidak khawatir.Melihat Nugraha masih terdiam, Ayyara dengan tidak sabar bertanya, “Apa maksud Kakek? Perusahaan kita baik-baik saja, kan?” Ayyara berharap demikian meski tatapan Nugraha mengatakan sebaliknya. Dia pun mulai khawatir ketika melihat raut wajah Bahri tampak berkeringat dingin.Margarethh, dan Radit pun juga cemas-cemas harap. Berhubung terlanjur keceplosan, Nugraha pun berterus terang, “Iya … sebenarnya aku merahasiakan masalah ini dari kalian. Perusahaan kita diambang kebangkrutan. Jadi aku minta sama kalian untuk bekerja sama. Dukung Ayyara, Percayalah kalau dia mampu memenangkan proyek kerja sama. Tidak ada cara lain, ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan perusahaan keluarga kita.”Ayyara dengan tidak sadar telah menitikkan air mata. Ternyata dibalik senyuman Nugraha, terdapat masalah besar yang di
Semenjak keputusan itu, Ayyara mulai membuat proposal. Bahkan dia meminta izin pada Raja untuk tinggal di kantor SFM supaya dia lebih mudah mendapatkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Sang Kakek sebenarnya ingin membantu, tetapi dia melarangnya karena kakeknya masih belum sembuh total. Dia berjanji setiap pagi akan datang ke rumah sakit untuk memberikan hasil kerjanya pada Kakeknya.Ayyara tampak bersemangat mengejar proyek kerja sama karena inilah satu-satunya cara harapan menyelamatkan perusahaan SFM dari kebangkrutan. Dia bekerja dengan begitu teliti demi mengamankan kesempatan emas ini.“Sudah saatnya aku membalas jasa-jasa Kakek. Tanpa kasih sayang Kakek, mungkin sekarang aku jadi anak terlantar,” gumam Ayyara sembari tetap fokus bekerja.Raja jadi bersimpati melihat Ayyara begitu bersungguh-sungguh. Dia pun mendatangi kantor SFM untuk memberikan dorongan semangat untuk sang istri.Raja memasuki tempat bertuliskan ruangan CEO, “Apa aku mengganggumu?” tanya Raja pada Ayyara yang
“Lebih baik kalian pulang, jangan mengganggu istriku!” ucap Raja begitu tegas nan dingin.Tentu Bahri, Margareth, dan Radit terkejut bukan main melihat pria itu berani mengusir mereka.“Apa kamu bilang? Nggak salah dengar aku? Nggak sadar diri kamu? Ngaca jadi orang! Kalau kamu sadar diri, kamu yang seharusnya pergi dari sini! Kamu cuma pria miskin yang numpang hidup di keluarga Nugraha!” damprat Margareth penuh emosi.“Nenek moyang kita punya salah apaan kok bisa-bisanya di masa sekarang keluarga kita dimasuki pria asing nggak tahu diri seperti kamu,” ucap Radit tampak geram.Ayyara segera menanggapi, “Udah dong. Masalah ruangan kok malah melipir ke mana-mana. Jangan ribut lagi, biar aku dan Mas Raja pindah ke ruangan lain .”“Lah yang nyuruh kamu pindah siapa?” sambar Margareth dengan senyuman sinis. “Kami datang ke sini biar kamu pulang. Malam ini Mas Bahri yang akan menggantikanmu mengerjakan proposal proyek ini.” “Aku nggak yakin hasil kerjamu bagus. Pasti kamu asal menulis. Jad
Tidak ingin mental Ayyara jatuh, Raja pun berbisik pada sang istri, “Jangan didengarkan ucapan yang menjatuhkan semangatmu. Kamu harus pikirkan Kakek, dan aku percaya kamu pasti bisa melakukannya.”Raja memang seperti berbisik, tetapi suaranya masih terdengar oleh mereka.Kalimat sang suami memang sederhana, tetapi cukup membangkitkan kembali semangat Ayyara. Rasa takut berlebihan yang barusan dia rasakan seolah-olah sirna. Ayyara pun menatap sang suami dengan senyuman penuh semangat, “Mas, benar. Aku harus fokus mengerjakan proyek ini. Aku pasti bisa melakukan yang terbaik untuk Kakek.” Ayyara sengaja berkata dengan tidak berbisik untuk memberi tahu pada mereka bahwa dia tidak akan terpengaruh lagi dengan ucapan buruk apapun yang menjatuhkan semangatnya.Mendengar ucapan Ayyara, justru membuat mereka tertawa dengan sorot mata mengejek.“Haha aku benar-benar sakit perut mendengar ucapan konyolmu. Ayya, Ayya, mimpi apa kamu kok kepedean banget jadi orang. Lama-lama kamu jadi gila gar