Ruang perawatan langsung hening ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ayyara. Aura kebencian pun semakin terlihat jelas di sorot mata Bahri, Margareth, Radit. Raja, walau memasang ekspresi wajah datar, dia merasa bangga terhadap kegigihan dan tekad istrinya untuk membantu Nugraha memenangkan proyek kerja sama ini. Nugraha menatap penuh kebanggaan pada Ayyara, “Kakek tidak pernah meragukan kemampuanmu. Kamu memang wanita cerdas dan pekerja keras.” Melihat Nugraha condong menunjuk wanita itu, Margareth tak tinggal diam, “Ayya, kamu jangan kepedean. Pesaing kita pasti bukan orang sembarangan, jangan dibuat percobaan. Lebih baik percayakan sama Mas Bahri yang jelas-jelas sudah punya banyak pengalaman,” protesnya masih dengan berpura-pura berkata lembut. Sebelum ada orang yang merespon, Margareth kembali menambahkan, “Ayya, aku tahu kamu sangat percaya diri. Tapi bagaimana kalau kamu gagal?” dia berusaha menjatuhkan mental Ayyara secara halus. “Kalau gagal, bukan membantu, mala
Nugraha menghela napas dalam-dalam. Dia baru tersadar keceplosan–memberi tahu masalah perusahaannya. Padahal dia tutup rapat-rapat supaya keluarganya, terutama Ayyara tidak khawatir.Melihat Nugraha masih terdiam, Ayyara dengan tidak sabar bertanya, “Apa maksud Kakek? Perusahaan kita baik-baik saja, kan?” Ayyara berharap demikian meski tatapan Nugraha mengatakan sebaliknya. Dia pun mulai khawatir ketika melihat raut wajah Bahri tampak berkeringat dingin.Margarethh, dan Radit pun juga cemas-cemas harap. Berhubung terlanjur keceplosan, Nugraha pun berterus terang, “Iya … sebenarnya aku merahasiakan masalah ini dari kalian. Perusahaan kita diambang kebangkrutan. Jadi aku minta sama kalian untuk bekerja sama. Dukung Ayyara, Percayalah kalau dia mampu memenangkan proyek kerja sama. Tidak ada cara lain, ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan perusahaan keluarga kita.”Ayyara dengan tidak sadar telah menitikkan air mata. Ternyata dibalik senyuman Nugraha, terdapat masalah besar yang di
Semenjak keputusan itu, Ayyara mulai membuat proposal. Bahkan dia meminta izin pada Raja untuk tinggal di kantor SFM supaya dia lebih mudah mendapatkan dokumen-dokumen yang diperlukan. Sang Kakek sebenarnya ingin membantu, tetapi dia melarangnya karena kakeknya masih belum sembuh total. Dia berjanji setiap pagi akan datang ke rumah sakit untuk memberikan hasil kerjanya pada Kakeknya.Ayyara tampak bersemangat mengejar proyek kerja sama karena inilah satu-satunya cara harapan menyelamatkan perusahaan SFM dari kebangkrutan. Dia bekerja dengan begitu teliti demi mengamankan kesempatan emas ini.“Sudah saatnya aku membalas jasa-jasa Kakek. Tanpa kasih sayang Kakek, mungkin sekarang aku jadi anak terlantar,” gumam Ayyara sembari tetap fokus bekerja.Raja jadi bersimpati melihat Ayyara begitu bersungguh-sungguh. Dia pun mendatangi kantor SFM untuk memberikan dorongan semangat untuk sang istri.Raja memasuki tempat bertuliskan ruangan CEO, “Apa aku mengganggumu?” tanya Raja pada Ayyara yang
“Lebih baik kalian pulang, jangan mengganggu istriku!” ucap Raja begitu tegas nan dingin.Tentu Bahri, Margareth, dan Radit terkejut bukan main melihat pria itu berani mengusir mereka.“Apa kamu bilang? Nggak salah dengar aku? Nggak sadar diri kamu? Ngaca jadi orang! Kalau kamu sadar diri, kamu yang seharusnya pergi dari sini! Kamu cuma pria miskin yang numpang hidup di keluarga Nugraha!” damprat Margareth penuh emosi.“Nenek moyang kita punya salah apaan kok bisa-bisanya di masa sekarang keluarga kita dimasuki pria asing nggak tahu diri seperti kamu,” ucap Radit tampak geram.Ayyara segera menanggapi, “Udah dong. Masalah ruangan kok malah melipir ke mana-mana. Jangan ribut lagi, biar aku dan Mas Raja pindah ke ruangan lain .”“Lah yang nyuruh kamu pindah siapa?” sambar Margareth dengan senyuman sinis. “Kami datang ke sini biar kamu pulang. Malam ini Mas Bahri yang akan menggantikanmu mengerjakan proposal proyek ini.” “Aku nggak yakin hasil kerjamu bagus. Pasti kamu asal menulis. Jad
Tidak ingin mental Ayyara jatuh, Raja pun berbisik pada sang istri, “Jangan didengarkan ucapan yang menjatuhkan semangatmu. Kamu harus pikirkan Kakek, dan aku percaya kamu pasti bisa melakukannya.”Raja memang seperti berbisik, tetapi suaranya masih terdengar oleh mereka.Kalimat sang suami memang sederhana, tetapi cukup membangkitkan kembali semangat Ayyara. Rasa takut berlebihan yang barusan dia rasakan seolah-olah sirna. Ayyara pun menatap sang suami dengan senyuman penuh semangat, “Mas, benar. Aku harus fokus mengerjakan proyek ini. Aku pasti bisa melakukan yang terbaik untuk Kakek.” Ayyara sengaja berkata dengan tidak berbisik untuk memberi tahu pada mereka bahwa dia tidak akan terpengaruh lagi dengan ucapan buruk apapun yang menjatuhkan semangatnya.Mendengar ucapan Ayyara, justru membuat mereka tertawa dengan sorot mata mengejek.“Haha aku benar-benar sakit perut mendengar ucapan konyolmu. Ayya, Ayya, mimpi apa kamu kok kepedean banget jadi orang. Lama-lama kamu jadi gila gar
“Diam, kamu anak pungut!” bentak Margareth dengan melototi Ayyara. “Kamu juga aslinya nggak berhak bersuara, karena kamu cuma cucu pungut Papaku!”Kalimat itu terasa begitu menyakitkan bagi Ayyara. Air mata pun menggenang di pelupuk mata indahnya.Raja melihat ada tatapan kesedihan terpancar di mata Ayyara dan itu membuatnya marah. “Aku rasa posisi Ara di mata Kakek lebih tinggi dibanding kalian. Sekarang lihatlah, siapa yang lebih disayang dan dipercaya oleh Kakek? Istriku atau kalian?” sindir Raja dengan dingin. Kalimat selanjutnya pun segera terlontar. “Kalian terlihat sangat menyedihkan. Di mata Kakek, kalian seperti orang asing.”“Raja!” Mereka spontan berteriak.Mereka benar-benar marah mendengarnya. Ucapan Raja begitu tajam seperti mata pisau, apalagi itu seolah-olah fakta yang tak bisa dipungkiri bahwa Nugraha lebih menyayangi dan mempercayai Ayyara dibandingkan dengan anak dan cucu kandungnya sendiri.“Lancang sekali kamu, Raja! Kamu melewati batasmu! Kamu harus keluar dari k
Mereka merasakan cemas, marah, kesal, takut bercampur menjadi satu. Dan itu semua gara-gara Raja.“Apa yang harus kita katakan pada Kakek, Ma?” tanya Radit dengan nada cemas. “Bagaimana jika Kakek membuat keputusan yang merugikan kita?”“Tenang saja, aku punya cara menangani kemarahan Kakekmu,” balas Margareth datar, tetapi perlahan senyuman licik terbit di bibirnya. “aku bahkan punya cara agar Mas Bahri menggantikan posisi Ayyara. Kalian harus membantuku nanti.”“Apa rencanamu?” tanya Bahri penasaran.“Kalian lihat saja nanti,” balas Margareth penuh keyakinan.Sesampainya di rumah sakit, mereka segera berjalan menuju ruangan perawatan Nugraha. Baru saja memasuki ruangan itu, mereka melihat raut wajah pria sepuh itu tampak benar-benar murka. Mereka pun memberanikan diri mendekat dan berdiri di samping ranjang pasien. Terduduk di ranjang pasien, Nugraha bertanya dengan tatapan murka, “Apa yang kalian lakukan malam ini? Bukankah aku sudah menyuruh kalian untuk tidak mengganggu Ayya? Ta
Mendengar hal tersebut, mereka tersenyum penuh kemenangan dalam hati. Usaha mereka untuk memengaruhi Nugraha membuahkan hasil. Sebentar lagi, Nugraha pasti mengambil keputusan menggantikan posisi Ayyara dengan Bahri untuk menjadi penanggung jawab proyek ini. “Pa, aku berjanji akan melakukan yang terbaik demi keluarga kita. Aku sudah banyak belajar dari kesalahan, aku janji nggak akan berbuat kesalahan lagi,” ucap Bahri dengan penuh semangat untuk meyakinkan Nugraha. Nugraha tampak benar-benar terpengaruh. Kecemasan semakin tergambar jelas di sorot matanya, “Aku akan mendiskusikan langsung dengan Ayya besok pagi.” “Apa yang masih mau ditanyakan lagi ke Ayya, Pa? Sudah jelas Ayya pasti berbohong,” sambar Margareth. Margareth tidak akan membiarkan Nugraha melakukan hal tersebut, karena ujung-ujungnya Ayyara pasti bisa meyakinkan Nugraha bahwa wanita itu sanggup menjalankan proyek ini. Nugraha memikirkan ucapan Margareth. Dia merasa Ayyara tidak akan terbuka dengan masalahnya demi mem