“Ada, Ara. Ada yang bisa mengubah keuputusan Kakek!” ujar Raja tampak sama sekali tidak sedang bercanda. “Kakek pasti tetap menunjukmu sebagai penanggung jawab proyek ini.”Ayyara bingung melihat Raja yang berucap dengan penuh keyakinan, seolah-olah sang suami bisa memprediksi suatu peristiwa yang akan terjadi selanjutnya. Dia sebenarnya tidak percaya, tetapi dia berujung mengiyakan karena saat ini hatinya sedang kacau dan ingin segera beristirahat.“Ayo Mas pulang,” kata Ayyara sembari mematikan laptop miliknya.Raja kasihan melihat Ayyara tampak frustasi. Dia pun berpikir untuk memberikan kejutan pada istrinya malam ini juga.“Baiklah, kita pulang ke rumah baru kita,” respon Raja.Ayyara hanya membalas dengan memaksakan senyuman. Dia lalu merapikan dokumen sebelum akhirnya dia keluar dari ruangan CEO bersama sang suami.Setiba di depan perusahaan, Raja memberhentikan taksi yang kebetulan lewat. “Antarkan kami ke perumahan Comfortable Home, Pak,” kata Raja setelah duduk di belakang
“Apa?!” pekik Ayyara saking terkejutnya, tetapi di detik berikutnya dia malah rertawa awkward. “Bapak sebelas dua belas dengan suami saya, terkadang humornya terlalu tinggi, hehe.”“Tapi itulah kenyataannya, Nyonya,” respon Jamal, dan seketika Ayyara dengan reflek membuka mulutnya.Melihat sang istri menangkup kedua pipi cantiknya, Raja berkata, “Ara tidak sedang bermimpi. Rumah ini sekarang milik kita berdua.”Ayyara bergatian menatap Raja dan Jamal, “Kalian tidak bekerja sama ngeprank aku, 'kan?” tanyanya masih tidak percaya.“Tidak, Ara,” jawab Raja. Dia lalu menggandeng tangan istrinya menuju pintu rumah. “Ayo kita masuk.”Ayyara yang masih belum percaya, dia pun menurut. Namun, keterkejutannya belum berhenti ketika pintu rumah terbuka setelah Raja menggunakan sidik jari dan identifikasi wajah.“Nanti Ara bisa mengatur kuncinya,” ucap Raja.Ayyara tak merespon, dia mematung di tempat. Dia masih menganggap semua ini hanyalah mimpi.Di titik ini seorang karyawan datang mendekat dan
‘Siapa Mas Raja sebenarnya?’ pikir Ayyara dengan membayangkan sang suami yang begitu misterius. ‘Kenapa Mas Raja tahu banyak hal? Kenapa dia tahu sebelum orang lain tahu?’Melihat Ayyara yang tampak melamun, Nugraha bertanya, “Ayya?” “Ya, Kek.” Ayya langsung menatap Nughraha. “Ayya senang mendengarnya. Ayya berjanji akan berusaha keras untuk mendapatkan proyek kerja sama ini,” katanya dengan senyuman kecil. “Tugas Kakek cuma perlu mengoreksi pekerjaan Ayya. Kakek harus fokus dengan kesehatan Kakek.”“Terima kasih, Kakek tidak pernah meragukanmu. Kakek percaya kamu bisa melakukannya.”Di titik ini, Bahri, Margareth, dan Radit masuk ke dalam ruangan. Tentu saja ekspresi wajah Nugraha berubah seketika melihat kedatangan mereka.Bahri, Margareth, dan Radit pun keheranan melihat tatapan kemarahan Nugraha tertuju ke arah mereka. Namun, Margareth mengulas senyuman palsu dan menyapa, “Selamat pagi, Pa, Ayya …” “Tidak perlu basa-basi lagi. Aku sudah muak melihat wajah kalian!” bentak Nugrah
“Kamu, aku pecat!” jawab Nugraha tegas dengan tatapan serius. Dia sama sekali tidak sedang bercanda. “Kontrakmu aku putus sampai kamu, anakmu, dan istrimu memperbaiki sikap!”Wajah mereka tampak semakin memucat. Mereka awalnya mengira Nugraha hanya mencabut semua fasilitas yang mereka gunakan saat ini, tetapi keputusan Nugraha jauh lebih buruk. Dipecat dari perusahaan, berarti tidak ada pemasukan. Jika hal itu terjadi, mereka tidak ada bedanya seperti orang asing yang menumpang di keluarga Nugraha. Dalam hal ini, Bahri yang terlihat paling cemas, seolah-olah kehilangan posisi wakil CEO di perusahaan SFM adalah sebuah mala petaka.Margareth masih berusaha membujuk Nugraha, “Pa, Mas Bahri keluarga Papa loh. Masak Papa membuat keputusan seperti ini sih? Baiklah, Papa boleh saja mengambil semua fasilitas yang Papa berikan pada kami, tapi jangan memecat Mas Bahri dari perusahaan.”Nugraha menghiraukan ucapan Margareth, “Silahkan pergi sebelum aku menambahkan hukuman untuk kalian!” ancamny
“Aku datang ke sini karena aku tinggal di sini,” ungkap Ayyara. “Mas Raja sudah membeli rumah di perumahan ini.”Tidak ada yang bersuara selama beberapa detik, sebelum akhirnya mereka tertawa terbahak-bahak.“Kamu kira kami mudah dibodohi? Haha bilang saja mau ke rumah selingkuhanmu,” tuding Margareth.Radit tertawa renyah, “Aku akan menelpon Kakek dan suamimu biar kamu tahu rasa! “Riwayatmu sekarang sudah tamat, Ayya! Kakek dan suamimu pasti membencimu!”Saat Radit merogoh ponselnya, di saat bersamaan seorang security muncul dari arah dalam gerbang. “Bu Ayyara?” sapa security itu, semua orang pun menoleh. Mereka terkejut melihat security itu menunjukkan sikap hormat pada Ayyara, tetapi mereka malah semakin tersenyum menyeringai karena mengira security itu disuruh seorang pria untuk menyambut kedatangan Ayyara. “Selingkuhanmu tuh udah nyuruh security buat menjemputmu,” sindir Margareth dengan senyuman sinis.“Cukup Tante, cukup!” tanggap Ayyara mulai emosi. “Lebih baik kalian pulan
“Hajar mereka! Jangan kasih ampun, dan seret mereka ke penjara!” titah Jamal begitu murka. “Pak, kami mohon jangan apa-apakan kami,” pinta Margareth dengan wajah semelas-melasnya sembari melangkah mundur bersama Bahri dan Radit. Tubuh mereka bergemetar dengan wajah berkeringat dingin melihat 3 orang security melangkah maju dengan wajah bringas. “Tunggu!” seru Ayyara, seketika 3 security itu menghentikan langkahnya, dan Semua orang pun menoleh ke arahnya. Ayyara menatap pada Jamal, “Saya mohon jangan apa-apakan mereka. Bagaimana pun mereka adalah keluargaku,” pintanya. “Tapi, Nyonya–” “Saya mohon biarkan mereka pergi.” Ayyara menyela ucapan Jamal. “jangan membalas perbuatan jahat seseorang dengan kejahatan.” Jamal sebenarnya ingin memberi mereka pelajaran, tetapi dia terpaksa mengikuti perintah Ayyara. Dia pun tambah kagum dengan kepribadian wanita itu yang mau memaafkan orang yang telah berbuat kejam. “Baik, Nyonya,” ucap Jamal. Dia lalu memberikan perintah pada 3 security itu
Bahri terkesiap mendengar sindiran Raja. Wajahnya mulai memerah karena mengira suami Ayyara itu mengetahui rahasia perselingkuhannya.Namun, Bahri cepat bersikap setenang mungkin, “Apa maskudmu? Mengada-ngada kamu, mana mungkin aku menyembunyikan rahasia dari kekuargaku,” ucapnya sembari tangan kirinya menggaruk-garuk hidung.“Benar begitukah, Paman?” tanya Raja.Walau pertanyaan itu santai, tetapi sudah cukup membuat gerakan tubuh Bahri tampak gelisah, wajahnya pun mulai berkeringat dingin.“Raja, apa-apaan kamu?” kesal Margareth. “Ngacok, kamu! Jangan menuduh suamiku semba ….” dia mendadak berhenti berucap, dan perlahan satu sudut bibirnya terangkat. “oh jadi kamu cuma ngalihin isu? Kamu sengaja menuduh suamiku biar perselingkuhan istrimu terlupakan? Benar dugaanku, ternyata kamu sendiri yang menjual istrimu ke —”“Tante!” suara keras Raja memotong ucapan Margareth. “Haruskah aku menjahit atau merobek mulut Tante?!” Tatapan Raja tampak mengerikan. Dia benar-benar murka, sudah cukup
“Nggak mungkin!” pekik mereka hampir bersamaan sembari menggelengkan kepala.Ayyara dan Jamal tersenyum puas melihat perubahan raut wajah mereka yang tampak memerah.“Bagaimana? Kalian sudah percaya?” tanya Ayyara. “sudah aku bilang dari awal, aku datang ke sini karena rumahku di sini, bukan berselingkuh seperti apa yang kalian tuduhkan,” imbuhnya kemudian meluapkan kekesalannya.Margareth mendongak, “Oke, baiklah. Kamu nggak berselingkuh, tapi aku nggak percaya sama sekali kalau suamimu bisa beli rumah ini,” sinisnya. Lalu dia menatap tajam pada Raja. “Ngerampok dari mana lagi uang, kamu? Kemarin kamu ngerampok uang buat beli kalung, sekarang kamu ngerampok buat beli rumah mewah. Ngaku, kamu! Pria miskin kayak kamu nggak mungkin bisa punya banyak uang dalam sekejap!” cecarnya.“Oh atau jangan-jangan selama ini kamu pakai pesugihan dengan menumbalkan banyak nyawa?” tuding Bahri.Margareth dan Radit setuju dengan tebakan Bahri.“Kok aku baru kepikiran ke sana, ya. Pantas saja nggak ada
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton
“Kurang ajar!” pekik Jamal tanpa dia sadari belum memutus sambungan telepon. “Anda mau mati, hah?!” Tentu saja di seberang sana Ayyara yang mendengarnya seketika berteriak, “Kakek?! Siapa kalian?!” Jamal kaget dan baru menyadari kecerobohannya, tetapi karena terlanjur dia pun berterus terang, “Kakekmu akan mati di tanganku!” Usai mengatakan itu, Jamal seketika memutus sambungan telepon sepihak. Dia lalu menatap Nugraha dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak sekedar berbual! Malam ini anda harus mati!” Nugraha malah membalasnya dengan cengiran lebar. Dia sama sekali tidak terlihat takut. Dia tahu setelah ini Ayyara akan meminta bantuan Anton untuk melacak keberadaannya, entah itu dirinya dalam keadaan selamat ataupun mati. “Kamu ingin membunuhku? Silahkan. Tapi nyawa dibayar nyawa. Aku mati, kalian juga pasti akan mati! Cucuku punya hubungan dekat dengan Pak Anton,” ucap Nugraha. Situasinya kini berubah, justru sekarang Jamal dan teman-temannya yang terlihat panik-sepaniknya. “
“Kali ini kamu menang. Tapi ilmu wing chungku akan mematahkan tulangmu!” seru pria itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Melihat Raja hanya terdiam, pria itu mulai maju menyerangnya. “Kamu tidak akan bisa menahan gempuran pukulanku!” Raja menangkis serangan demi serangan yang mengandalkan teknik kecepatan tangan. Awalnya dia kewalahan, tetapi akhirnya dia dapat mengimbanginya. Raja yang tak ingin bermain-main, ketika ada kesempatan dia langsung menyarangkan pukulan di dada lawannya hingga terpental ke belakang. Para penjahat lagi-lagi dibuat terkejut. Mereka berulang kali menggeleng-geleng tak percaya melihat Raja juga memiliki ilmu whing chung. Bahkan pergerakannya lebih cepat dan gesit. “Tidak masuk akal,” gumam pimpinan penjahat tanpa disadari. Sementara, Ayyara berhasil membuka pintu mobil dan mengambil ponselnya. Dia lalu cepat menjauh dan berdiri di tempat asalnya agar mereka tidak curiga. Secara diam-diam, dia pun mengirim pesan kepada Anton untuk meminta bantuan. “B
Ancaman pria itu tampak tidak main-main, membuat Ayyara yang mendengarnya semakin mengkhawatirkan keselamatan Raja. Dia berulang kali menarik tangan sang suami untuk cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil. Namun, suamimya malah merespon dengan segurat senyuman sembari menggelengkan kepalanya. “Kalau lari, mereka justru akan menembak kita,” bisik Raja. Ayyara baru menyadari kebodohannya. Dia pun akhirnya menatap tajam kepada para penjahat. “Pergi! Jangan sakiti suamiku!” Teriaknya, walaupun keringat dingin mulai membasahi dahi. Teriakan Ayyara mulai menarik perhatian beberapa orang. Namun, pimpinan penajahat itu dengan mudah mengatasinya. Dia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sekitar sana, “Maaf menganggu. Kami hanya berakting buat film pendek.” Benar saja, semua orang percaya dan hanya berlalu lalang tanpa curiga lagi. Selepas itu, pimpinan penjahat kembali menatap Ayyara, “Gampang sih. Kalau suamimu tidak ingin disakiti, ikutlah dengan kami,” ucapnya sambil sesekal