Gertakan Raja berhasil membuat nyali Agung semakin menciut, apalagi dia sama sekali tidak terlihat sedang bercanda.Melihat Agung masih belum melaksanakan perintahnya, Raja mengambil sejumlah uang di kantong kresek hitam dan melemparkannya pada pria itu.“Aku tambah 500 ribu asal Bapak menampar wajah semua karyawan Bapak sampai merah lebam,” seru Raja dengan begitu serius.Justru Agung tampak bersemangat, dia pun menoleh dan memanggil semua karyawannya, “Cepat ke sini kalau kalian nggak mau dipecat!”Awalnya semua karyawan mengelengkan kepala pertanda menolak, tetapi mendengar kata pemecatan, mereka terpaksa mendekat dan harus merelakan wajahnya menjadi santapan sang Bos.PLAK! PLAK! PLAK!Dengan mengerahkan seluruh kekuatannya, Agung mulai menampar karyawannya satu per satu hingga wajahnya merah lebam.Melihat Agung semakin membabi buta menampar semua pelayan itu, Raja menghentikannya, “Cukup!”Namun, Agung justru tak menghentikannya karena berharap dia mendapat uang tambahan lagi da
Agung terkesiap, kalimat itu bak peluru yang menghunjam jantungnya, sangat menyakitkan. Namun, dia tak berdaya sama sekali dan memilih tetap menjalankan hukumannya. Yang terpenting sebentar lagi dia akan mendapatkan uang puluhan juta. Bahkan sembari lari di tempat, dia sekilas tersenyum karena sejujurnya total dari semua menu yang ada di kafenya hanyalah sekitar 20 juta-an saja. Namun, tidak semudah itu. Di titik ini saja napasnya mulai terengah-engah, padahal kurang dari 50 kali lari di tempat. Bahkan semangatnya mulai kendor dan memperlambat gerakannya.“Jangan curang!” bentak Anton. “lari bukan malah jalan di tempat!”“Baik, Pak.” Agung spontan mempercepat gerakannya kembali.Hingga sekitar 2 menit kemudian, akhirnya Agung mengaku nyerah, “Aku nggak kuat lagi, kakiku rasanya mau patah,” ucapnya hampir tidak terdengar jelas karena napasnya terengah-engah seirama dengan jantungnya yang berdetak kencang.“Terima kasih, usaha Bapak untuk menghiburku cukup berkesan,” ucap Raja dengan w
Ucapan Raja sebenarnya hanyalah sebuah sindiran, tetapi mereka mengartikan ucapan itu sebagai sebuah ancaman untuk merebut harta warisan dari keluarga Nugraha.“Ternyata, Kamu!” Bahri menunjuk Raja dengan raut wajah merah padam. Dia lalu mencengkeram kerah baju pria itu dengan tatapan mata melotot. “Bagsat! Kurang ajar! Jadi itu alasanmu masuk ke keluarga kami, hah?!” dampratnya sembari mendorong pria itu. “Sial! Rupanya dari dulu kamu dan Ayya berencana merebut harta warisan dari kami!”Margareth tak kalah emosinya. Bahkan wanita itu mendekat dan melayangkan sebuah tamparan pada Raja, “Bajingan kamu!”Raja menahan tangan Margareth di udara dan menghempaskannya dengan pelan. Kemudian, dia melangkah begitu saja memasuki rumah sakit.“Mau kemana kamu, hah?!”“Berhenti, Sampah!”“Dasar penjahat! Jangan harap kamu merebut harta warisan dari kami!”Bahri, Radit, dan Margareth bergantian berteriak. Namun, Raja menghiraukannya dan tetap membawa langkahnya menuju ke dalam.Tak lama kemudian,
Bahri, Margareth, dan Radit benar-benar terkejut mendengar kalimat itu keluar dari mulut Nugraha. Mereka tidak menyangka perubahan pria tua itu kentara terlihat jelas. Padahal dulu Nugraha tidak menyukai kehadiran Raja dan hanya terpaksa merestui hubungan Raja dengan Ayyara, tetapi kini semuanya sudah berubah. Bahkan Nugraha membela menantu rendahan itu dan berani mengusir anak dan cucu kandungnya sendiri.Bahri, Margareth, dan Radit beranggapan bahwa Raja dan Ayyara perlahan telah berhasil menjalankan rencana liciknya. Bukan tidak mungkin kalau ini terus terjadi, pasangan suami istri itu benar-benar akan menguasai harta Nugraha.“Apa yang Papa katakan? Kenapa sekarang Papa membela pria sialan itu? Bukankah dulu Papa membencinya, bahkan Papa nggak melarang saat kita mau menjodohkan Ayya dengan Marcel,” ungkit Margareth. Melihat Nugraha tampak kepikiran, dia pun segera menambahkan. “sepertinya Papa mulai terpengaruh oleh Ayya dan suaminya.”Nugraha bukan tersadar dengan ucapan Margaret
Mereka tidak lain dan tidak bukan adalah Bahri, Margareth, dan Radit. “Hebat ya kamu, kerjanya enak-enak ngabisin duit istri,” sindir Radit dengan senyuman sinis.“Bukan cuma ngabisin duit istri, dia punya rencana jahat buat merampok harta warisan keluarga Nugraha,” sambung Margareth dengan sengaja mengeraskan suaranya untuk mempermalukan Raja di tempat umum.Bahri pun ikut tampil, “Bahkan Papa mulai terhasut oleh hasutan kamu dan istrimu. Papa bahkan membenci dan mengusir kami. Puas kamu sekarang?!”Begitu mereka usai menyindir, seketika Raja menjadi fokus semua orang yang ada di kantin.Rizal menatap kasihan pada Raja. Lalu dia menoleh ke arah mereka dan berkata, “Maaf, bukannya aku ikut campur dan bukannya aku sok tahu. Walau Raja orang miskin, dia nggak mungkin memiliki niat buruk merebut harta warisan keluarga.” dia membela Raja karena sudah sering melihat keluarga Nugraha menghina dan menuduh sahabatnya itu di hadapan umum.Raja senang mendapatkan pembelaan dari Rizal. Dia tida
Rizal bertanya dengan suara sepelan mungkin supaya tidak terdengar oleh orang lain.Rizal tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi pada Raja. Lantas dia kembali berkata, “Jujur aku nggak percaya kalau kamu dapat uang sebanyak 1,1 triliun dari orang asing yang baru mengenalmu. Rasanya sangat mustahil. Kalau memang uang itu milik orang lain, lebih baik dikembalikan. Kamu jangan salah paham, aku berkata seperti ini karena aku sahabatmu.” Raja senang dengan kepedulian Rizal terhadapnya. Inilah yang dinamakan sahabat sejati–tidak hanya ada di saat bahagia, tetapi juga ada saat berada dalam situasi buruk. Bukan hanya ada, tetapi memberi nasihat Jika sahabatnya melakukan perbuatan jahat.Raja menjelaskan, “Terima kasih … tapi aku tidak berbohong. Hanya saja, kamu perlu waktu untuk mempercayainya.” Penjelasan Raja begitu mengambang, tetapi Rizal berujung mengiyakan.Selanjutnya, Raja dan Rizal berpisah menuju ruang perawatan keluarganya masing-masing.“Mas kok pulang?” Ayyara menghampiri Raja
Ruang perawatan langsung hening ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ayyara. Aura kebencian pun semakin terlihat jelas di sorot mata Bahri, Margareth, Radit. Raja, walau memasang ekspresi wajah datar, dia merasa bangga terhadap kegigihan dan tekad istrinya untuk membantu Nugraha memenangkan proyek kerja sama ini. Nugraha menatap penuh kebanggaan pada Ayyara, “Kakek tidak pernah meragukan kemampuanmu. Kamu memang wanita cerdas dan pekerja keras.” Melihat Nugraha condong menunjuk wanita itu, Margareth tak tinggal diam, “Ayya, kamu jangan kepedean. Pesaing kita pasti bukan orang sembarangan, jangan dibuat percobaan. Lebih baik percayakan sama Mas Bahri yang jelas-jelas sudah punya banyak pengalaman,” protesnya masih dengan berpura-pura berkata lembut. Sebelum ada orang yang merespon, Margareth kembali menambahkan, “Ayya, aku tahu kamu sangat percaya diri. Tapi bagaimana kalau kamu gagal?” dia berusaha menjatuhkan mental Ayyara secara halus. “Kalau gagal, bukan membantu, mala
Nugraha menghela napas dalam-dalam. Dia baru tersadar keceplosan–memberi tahu masalah perusahaannya. Padahal dia tutup rapat-rapat supaya keluarganya, terutama Ayyara tidak khawatir.Melihat Nugraha masih terdiam, Ayyara dengan tidak sabar bertanya, “Apa maksud Kakek? Perusahaan kita baik-baik saja, kan?” Ayyara berharap demikian meski tatapan Nugraha mengatakan sebaliknya. Dia pun mulai khawatir ketika melihat raut wajah Bahri tampak berkeringat dingin.Margarethh, dan Radit pun juga cemas-cemas harap. Berhubung terlanjur keceplosan, Nugraha pun berterus terang, “Iya … sebenarnya aku merahasiakan masalah ini dari kalian. Perusahaan kita diambang kebangkrutan. Jadi aku minta sama kalian untuk bekerja sama. Dukung Ayyara, Percayalah kalau dia mampu memenangkan proyek kerja sama. Tidak ada cara lain, ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan perusahaan keluarga kita.”Ayyara dengan tidak sadar telah menitikkan air mata. Ternyata dibalik senyuman Nugraha, terdapat masalah besar yang di