“Ada tugas penting untukmu,” ucap Raja. “Panggil Nugraha sekarang juga.”“Baik, Pak Raja.” “Dengarkan aku …” Raja mulai menjelaskan apa yang harus dilakukan Anton saat bertemu dengan Nugraha.Setelah mendengarkan penjelasan atasannya, Anton pun mengambil ponsel miliknya untuk menghubungi Nugraha.***Di salah satu ruangan perusahaan SFM, Nugraha mengadakan rapat dadakan dengan karyawan berkepentingan.“Walau perusahaan SMF maju pesat, kita harus membuat terobosan baru ….” Kalimatnya terjeda kala ponsel di sampingnya berdering.Mendapati nama Anton di layar ponselnya, Nugraha pun langsung mengangkat telepon itu,“Pak Nugraha?” sapa Anton dari seberang telepon.“Ya, Pak Anton?”“Aku minta Pak Nugraha datang ke Prince Group sekarang juga.” Suara Anton terdengar begitu serius.“Baik, Pak. Saya akan langsung ke sana,” jawab Nugraha, lalu sambungan telepon terputus.“Rapat ditunda besok pagi,” kata Nugraha sembari mengedarkan pandangan ke semua orang yang duduk di meja rapat. “kembalilah k
“Ya!” jawab Anton.Nugraha menghela napas pelan sembari menunduk. Anton mendengus dengan senyuman miring, “Baguslah kalau Bapak sadar.”“Saya bisa jelaskan,” ucap Nugraha sembari mengangkat kepalanya. “Saya menghukum Margareth, karena dia memang pantas mendapatkannya. Aku terpaksa mengusirnya dari rumah, menghukumnya tidur di kandang sapi, dan memasukkannya ke penjara karena kejahatannya sudah tidak termaafkan,” jelasnya dengan nada suara yang begitu serius.Anton memicingkan matanya, “Apa maksudmu? Aku–”“Maaf, boleh saya menyela,” potong Nugraha. “saya akan menjadi manusia laknat jika saya melindungi anak saya yang tak henti-hentinya berbuat kejahatan. Berulang kali cucu saya, Ayyara hampir celaka gara-gara Margareth.” dia sejenak mengatur napas, dan melanjutkan kalimatnya. “apakah tindakan saya dianggap kesalahan besar dan aib oleh Prince Group? Saya harap Pak Anton pikirkan lagi keputusannya.”Anton lagi-lagi menatap Nugraha dengan wajah dinginnya, “Sadarkah dengan ucapan Bapak?”
“Siapa kamu, Raja?” tanya Nugraha. “Kenapa kamu bisa seenaknya berada di kamar pribadi direktur?”“Duduklah dulu, Kek,” pinta Raja.Nugraha mendaratkan tubuhnya di kursi, tatapannya masih terfokus kepada Raja. Ada sejumlah pertanyaan yang menyeruak hatinya. Siapa Raja sebenarnya? Apakah Raja yang menyelidiki kasus 20 tahun silam dan memberitahunya kepada Anton?“Aku mendengar perusahaan SFM semakin maju pesat. Selamat, Kek,” ucap Raja.Nugraha malah merespon dengan sebuah pertanyaan, “Ada apa ini, Raja? Apa yang sebenarnya terjadi?” dia mencari kebenaran, karena apa yang dilihatnya masih bagaikan mimpi.“Apa maksudnya, Kek?” Raja pura-pura tidak mengerti.“Ada hubungan apa kamu dengan semua ini?” tanya Nugraha. Dia juga menoleh ke arah Anton, seolah-olah meminta penjelasan.“Jelas sekali ada hubungannya,” sahut Anton sembari melirik ke arah Raja. “sebelum aku meminta Bapak datang ke sini, aku terlebih dahulu mengintrogasi Raja. dan ternyata dia tidak tahu sama sekali dengan masalah in
“Bolehkah aku tarik gajiku duluan?” tanya Shinta dengan senyuman canggung. “aku sedang butuh uang buat keperluan keluarga.”Ayyara yang sudah mengenal lama Shinta, dia bisa merasakan kalau temannya itu sedang berbohong.“Kamu punya masalah di luar sana? Ayo cerita sama aku,” bujuk Ayyara.“Ya, itu. Masalahku butuh uang, hehe,” jawab Shinta dengan senyuman meyakinkan, walaupun raut wajahnya berkata lain.“Benaran cuma butuh uang?” tanya Ayyara memastikan.“Beneran kok. Jadi boleh 'kan aku tarik gajiku duluan?” Shinta berbalik bertanya.Ayyara sebenarnya tidak mempercayai ucapan Shinta, tetapi dia berujung menanggapi, “Emangnya kamu butuh berapa?”“Aku butuh 7 juta,” jawab Shinta.“Oh gitu,” respon Ayyara sembari melepas tangan Shinta, lalu merogoh ponsel dari tas kecilnya. “berapa nomor rekeningmu? Aku ambilkan dari uang pribadiku.”“Ya ampun, makasih banget Ayya.” Shinta tampak senang. “gantinya ambil dari gajiku ya nanti.” dia lalu membacakan nomor rekeningnya.Saat berhasil melakuka
“Dibeli berapa sama si Om-Om?” sindir si sopir.“Maksudnya?” Shinta tidak mengerti.“Udah jangan malu. Aku sering ke sini nganterin penumpang,” jawab si sopir sembari melihat Shinta dari kaca spion. “baru pertama ya?”Shinta masih belum mengerti maksud dari si sopir. Lantas dia pun menanggapi, “Iya, aku baru pertama datang ke sini.”Si sopir terus memperhatikan Shinta dari kaca spion, “Lumayan juga.”Jika sebelum ini diperhatikan dengan tatapan mesum seperti itu, Shinta pasti akan merasa risih. Namun, saat ini di pikirannya diselimuti rasa takut, membuatnya sama sekali tak memperhatikan tatapan mata nakal si sopir.“Dapat bayaran berapa?” tanya si sopir sekali lagi, tampak penasaran karena belum mendapat jawaban dari Shinta. “kalau perawan biasanya bayarannya tinggi. Ya, 'kan?”Mata Shinta melebar, barulah dia mengerti maksud si sopir, “Jaga omongan Bapak! Aku bukan seorang pelacur.”Si sopir malah tertawa terbahak-bahak, “Halah jangan bohong. Semua orang tahu di hotel ini tempat esek
“Bajingan!” seru pria tampan itu.“Raja?” Lirih Shinta sambil bangkit dari posisi terlentang.Shinta turun dari tempat tidur dan langsung memeluk Raja sambil menangis sejadi-jadinya.“Dia mau memperkosaku, Raja. Aku takut,” gumam Shinta.“Tenanglah,” balas Raja sambil mencoba melepaskan tangan Shinta yang melingkar di tubuhnya, tetapi tangan wanita itu semakin erat.Ayyara yang baru masuk seketika membelalakkan mata melihat suaminya dipeluk oleh Shinta. Namun, dia membiarkan karena tahu kondisi psikis sahabatnya itu, meskipun jantungnya berdebar merasa cemburu.“Shinta, kamu baik-baik saja, 'kan?” tanya Ayyara sembari berjalan mendekat.Mendengar itu, Shinta melepaskan pelukannya. “Ayya.” Shinta menghampiri Ayyara, dan mereka pun saling berpelukan. “Aku takut, Ayya. Dia hampir merenggut kesucianku.” “Sekarang kamu nggak–”Baru saja Ayyara bersuara, suara lantang pria itu menggema, “Bajingan! Siapa kalian!”Pria itu bangkit dengan wajah merah padam, “Siapa kalian, hah?!” tanyanya sek
“Berry! Aku akan melaporkanmu ke polisi!” teriak Shinta penuh kemarahan. Berry mengusap wajahnya yang memerah akibat tamparan. Dia lalu menatap Shinta sambil mendengus miring, “Shinta, kamu jangan lebay. Aku ngga salah apa-apa. Kalaupun aku dipenjara, kamu yang bakalan rugi.” “Nggak!” tegas Shinta. “aku nggak peduli lagi! Aku nggak sudi punya Kakak kayak kamu!” “Kamu nggak ngerti ya maksudku?” Berry melemparkan senyuman miring. “Biar aku kasih tahu. Kalau aku dipenjara, orang-orang yang aku hutangi akan mencarimu. Mungkin hari ini kamu bisa selamat dari cengkraman singa, tapi gimana di kemudian hari?” Berry sengaja menakut-nakuti Shinta, karena tujuan yang sebenarnya adalah memaksa Ayyara secara tidak langsung untuk membayar hutang-hutangnya. Dia tahu Ayyara tidak akan membiarkan hal buruk terjadi kepada sahabat akrabnya. “Kamu benar-benar manusia biadap, Berry!” Teriak Shinta penuh emosi. “kenapa manusia kayak kamu dilahirkan ke dunia?!” Berry menanggapinya dengan santai, “Maka
“Sesuai laporan. Seret dia ke kantor polisi!” jawab Ayyara.“Apa?!” pekik Berry dengan mata melebar, tetapi di detik berikutnya dia tertawa awkward. “pasti kamu bikin surprise buat aku.”Ayyara menunjukkan wajah girang, “Ya, benar sekali. Surprisenya berupa hukuman penjara bertahun-tahun. Aku harap kamu menyukainya, Berry.”Berry terdiam seketika. Dia lalu menatap Ayyara dengan mata melotot, “jangan bercanda, Ayya. Kamu nggak mau 'kan hal buruk terjadi sama Shinta? Ingat, Ayya! Aku nggak main-main!” nadanya penuh penekanan.Berry yang bodoh tak menyadari kalau ucapannya adalah sebuah kalimat ancaman. Tentu saja dua orang polisi itu yang mendengarnya tidak punya keraguan untuk menyeret pria itu ke kantor polisi.“Apa-apaan ini?!” Berry terkejut kala dua orang polisi itu tiba-tiba mencengkeram dan memborgol tangannya “Lepaskan aku! Aku nggak bersalah!”“Anda kami tangkap. Dan anda bisa menjelaskan di kantor polisi,” tegas polisi itu. Nyali Berry menciut. Keringat dingin mulai membasahi