“Bajingan!” seru pria tampan itu.“Raja?” Lirih Shinta sambil bangkit dari posisi terlentang.Shinta turun dari tempat tidur dan langsung memeluk Raja sambil menangis sejadi-jadinya.“Dia mau memperkosaku, Raja. Aku takut,” gumam Shinta.“Tenanglah,” balas Raja sambil mencoba melepaskan tangan Shinta yang melingkar di tubuhnya, tetapi tangan wanita itu semakin erat.Ayyara yang baru masuk seketika membelalakkan mata melihat suaminya dipeluk oleh Shinta. Namun, dia membiarkan karena tahu kondisi psikis sahabatnya itu, meskipun jantungnya berdebar merasa cemburu.“Shinta, kamu baik-baik saja, 'kan?” tanya Ayyara sembari berjalan mendekat.Mendengar itu, Shinta melepaskan pelukannya. “Ayya.” Shinta menghampiri Ayyara, dan mereka pun saling berpelukan. “Aku takut, Ayya. Dia hampir merenggut kesucianku.” “Sekarang kamu nggak–”Baru saja Ayyara bersuara, suara lantang pria itu menggema, “Bajingan! Siapa kalian!”Pria itu bangkit dengan wajah merah padam, “Siapa kalian, hah?!” tanyanya sek
“Berry! Aku akan melaporkanmu ke polisi!” teriak Shinta penuh kemarahan. Berry mengusap wajahnya yang memerah akibat tamparan. Dia lalu menatap Shinta sambil mendengus miring, “Shinta, kamu jangan lebay. Aku ngga salah apa-apa. Kalaupun aku dipenjara, kamu yang bakalan rugi.” “Nggak!” tegas Shinta. “aku nggak peduli lagi! Aku nggak sudi punya Kakak kayak kamu!” “Kamu nggak ngerti ya maksudku?” Berry melemparkan senyuman miring. “Biar aku kasih tahu. Kalau aku dipenjara, orang-orang yang aku hutangi akan mencarimu. Mungkin hari ini kamu bisa selamat dari cengkraman singa, tapi gimana di kemudian hari?” Berry sengaja menakut-nakuti Shinta, karena tujuan yang sebenarnya adalah memaksa Ayyara secara tidak langsung untuk membayar hutang-hutangnya. Dia tahu Ayyara tidak akan membiarkan hal buruk terjadi kepada sahabat akrabnya. “Kamu benar-benar manusia biadap, Berry!” Teriak Shinta penuh emosi. “kenapa manusia kayak kamu dilahirkan ke dunia?!” Berry menanggapinya dengan santai, “Maka
“Sesuai laporan. Seret dia ke kantor polisi!” jawab Ayyara.“Apa?!” pekik Berry dengan mata melebar, tetapi di detik berikutnya dia tertawa awkward. “pasti kamu bikin surprise buat aku.”Ayyara menunjukkan wajah girang, “Ya, benar sekali. Surprisenya berupa hukuman penjara bertahun-tahun. Aku harap kamu menyukainya, Berry.”Berry terdiam seketika. Dia lalu menatap Ayyara dengan mata melotot, “jangan bercanda, Ayya. Kamu nggak mau 'kan hal buruk terjadi sama Shinta? Ingat, Ayya! Aku nggak main-main!” nadanya penuh penekanan.Berry yang bodoh tak menyadari kalau ucapannya adalah sebuah kalimat ancaman. Tentu saja dua orang polisi itu yang mendengarnya tidak punya keraguan untuk menyeret pria itu ke kantor polisi.“Apa-apaan ini?!” Berry terkejut kala dua orang polisi itu tiba-tiba mencengkeram dan memborgol tangannya “Lepaskan aku! Aku nggak bersalah!”“Anda kami tangkap. Dan anda bisa menjelaskan di kantor polisi,” tegas polisi itu. Nyali Berry menciut. Keringat dingin mulai membasahi
“I love you, Raja,” gumam Shinta. “kamu milikku.”Namun, Shinta cepat-cepat menggelengkan kepala saat menyadari kegilaannya.“Oh, Shinta. Kamu pikir apaan sih,” gumamnya sambil mengusap wajahnya. “Raja suaminya sahabat akrabmu.”Anehnya, pandangan Shinta perlahan kembali fokus ke arah Raja.“Tapi nggak ada salahnya berandai-andai, 'kan?” tanyanya, lalu kepalanya mengangguk. “Iya, boleh. Aku cuma berandai-andai, bukan merusak rumah tangga sahabatku.”Shinta kembali membayangkan sosok pria itu adalah suaminya, tetapi pikirannya itu langsung sirna kala melihat Raja dan Ayyara berjalan menuju ke arah mobil.Raja masuk di kursi kemudi, sedangkan Ayyara memilik duduk di kursi belakang untuk menemani Shinta.“Maaf, sudah menunggu lama. Hehe,” ucap Ayyara.Shinta mengangguk pelan, “Nggak apa-apa.”Raja melajukan mobil ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, dia hanya fokus menyetir sambil mendengarkan Ayyara dan Shinta berbincang-bincang tentang masalah yang menimpa keluarga Shinta.Dua puluh m
“Aku ingin istrimu,” ucap Bagas. Aura istimewa seketika keluar dari dalam diri Raja. Namun, dia tak langsung menghukum pria itu, karena di sekitar sana banyak orang yang berjaga-jaga dengan senjata api. Bagas merasa gentar, tetapi di detik berikutnya dia mengulas senyuman miring. Tentu saja dia tak boleh terimindasi, karena situasi saat ini ada dalam kendalinya. “Aku suka mata elangmu. Tajam dan mengerikan. Tapi sayangnya elang salah masuk kandang,” sindir Bagas dengan senyuman mengejek. “Bukankah kemarin kamu berani mengancam dan menyentuhku? Kok sekarang cuma berani melototiku saja?” Tiba-tiba Bagas tertawa sekeras-kerasnya. Wajahnya begitu semringah, “Apa sekarang kamu mengenal siapa Bagas? Makanya jangan sok-sok-an berani melawanku!” Namun, raut wajah Bagas berubah kesal karena mata tajam Raja masih tertuju ke arahnya. “Sebaiknya jaga matamu sebelum aku terpaksa mengeluarkan bola matamu itu!” ancam Bagas penuh penekanan. Bagas menatap Raja dengan mata melotot, tetapi anehnya
“Aku ingin bersenang-senang dengan nyawamu!” seru Raja sambil mendorong tubuh Bagas hingga terduduk di sofa. “Ra-ja. Ki-ta bisa bicarakan ini baik-baik,” ucap Bagas mencoba kembali bernegosiasi. Raja duduk menghadap Bagas. Dia memainkan pistol di tangan untuk menakut-nakuti pria itu. “Ada wasiat terakhir yang anda ingin sampaikan?” tanya Raja sambil mengulurkan pistol ke depan. Bagas beringsut mundur, tubuhnya semakin gemetar saat tertahan oleh pinggiran sofa. “Ka-mu bisa meminta apa-pun asal jangan bunuh aku.” Bagas memohon dengan wajah ketakutan. “uang, mobil, berlian, semuanya aku berikan.” Rahang Raja mengetat, “Anda mencoba menyogokku? Sayangnya aku bukan pria yang gila harta.” Tentu saja Bagas semakin panik. Dia tampak berpikir keras mencari cara lain untuk menggagalkan niat Raja yang ingin membunuhnya. “ja-jadi apa maumu?” tanya Bagas–gugup. “se-semua keinginanmu pasti aku kabulkan.” “Harusnya anda berpikir dua kali sebelum berniat ingin menyentuh istriku,” Raja menurun
“Sepertinya kita lanjut ke permainan lainnya!” ucap Raja. “Apa yang akan kamu lakukan? Aku sudah tersiksa,” protes Bagas. Raja mengambil air mineral botol 600 ml dan menyodorkan kepada Bagas, “Minumlah sampai habis.” Bagas menerimanya dengan harapan ini adalah permainan gila terakhir yang diterimanya. Selagi pria itu meneguk air, Raja tiba-tiba bertanya, “Apakah anda punya seorang anak?” Bagas mengangguk cepat, “Aku punya dua orang anak perempuan.” “Apa yang kamu lakukan jika ada orang yang mengaku terang-terangan ingin melecehkan anakmu?” tanya Raja. “Aku akan pasti membunuhnya saat itu juga.” Bagas menjawab jujur. “Aku juga akan melakukan hal yang sama,” sahut Raja sambil memainkan pistol di tangan. Mata Bagas membulat, ternyata pertanyaan Raja adalah sindiran untuknya. Bagas pun segera menurunkan tubuhnya dan berlutut di hadapan Raja, “Aku sungguh sangat menyesal. Aku–” “Naik, permainan kita belum selesai,” potong Raja sambil mengarahkan pistolnya ke wajah Bagas. Bag
Suara Ayyara menyadarkan Raja dari lamunan, “Mas?”“Tunggu sebentar. Aku dalam perjalanan,” jawab Raja, lalu memutus sambungan telepon usai mendapat jawaban dari Ayyara.Raja bergerak cepat. Dia menghubungi Anton untuk menangkal hal buruk yang tidak diinginkan. Di dering ke tiga teleponnya terangkat, “Halo, Pak Raja,” sapa Anton dari seberang sana.Tanpa basa-basi Raja mengutarakan keinginannya. “Ada tugas untukmu. Sekarang Kakek meminta istriku untuk menemuinya. Kamu pastikan kalau dia tidak akan menceritakan masalah itu kepada istriku.”“Baik, Pak Raja.”“Pastikan Kakek tidak curiga,” pesan Raja.“Baik, Pak. Aku mengerti.” Raja memutus sambungan telepon, lalu menghidupkan mesin mobil dan melajukan menuju rumah sakit umum.Setiba di rumah sakit, Raja menghentikan mobil di samping Ayyara yang sudah menunggunya di pinggir jalan.Ayyara masuk dan duduk di samping Raja. Dia langsung mendekatkan wajahnya untuk mencium pipi sang suami.“Ke rumah Kakek dulu ya, Mas,” pinta Ayyara yang dib
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton
“Kurang ajar!” pekik Jamal tanpa dia sadari belum memutus sambungan telepon. “Anda mau mati, hah?!” Tentu saja di seberang sana Ayyara yang mendengarnya seketika berteriak, “Kakek?! Siapa kalian?!” Jamal kaget dan baru menyadari kecerobohannya, tetapi karena terlanjur dia pun berterus terang, “Kakekmu akan mati di tanganku!” Usai mengatakan itu, Jamal seketika memutus sambungan telepon sepihak. Dia lalu menatap Nugraha dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak sekedar berbual! Malam ini anda harus mati!” Nugraha malah membalasnya dengan cengiran lebar. Dia sama sekali tidak terlihat takut. Dia tahu setelah ini Ayyara akan meminta bantuan Anton untuk melacak keberadaannya, entah itu dirinya dalam keadaan selamat ataupun mati. “Kamu ingin membunuhku? Silahkan. Tapi nyawa dibayar nyawa. Aku mati, kalian juga pasti akan mati! Cucuku punya hubungan dekat dengan Pak Anton,” ucap Nugraha. Situasinya kini berubah, justru sekarang Jamal dan teman-temannya yang terlihat panik-sepaniknya. “
“Kali ini kamu menang. Tapi ilmu wing chungku akan mematahkan tulangmu!” seru pria itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Melihat Raja hanya terdiam, pria itu mulai maju menyerangnya. “Kamu tidak akan bisa menahan gempuran pukulanku!” Raja menangkis serangan demi serangan yang mengandalkan teknik kecepatan tangan. Awalnya dia kewalahan, tetapi akhirnya dia dapat mengimbanginya. Raja yang tak ingin bermain-main, ketika ada kesempatan dia langsung menyarangkan pukulan di dada lawannya hingga terpental ke belakang. Para penjahat lagi-lagi dibuat terkejut. Mereka berulang kali menggeleng-geleng tak percaya melihat Raja juga memiliki ilmu whing chung. Bahkan pergerakannya lebih cepat dan gesit. “Tidak masuk akal,” gumam pimpinan penjahat tanpa disadari. Sementara, Ayyara berhasil membuka pintu mobil dan mengambil ponselnya. Dia lalu cepat menjauh dan berdiri di tempat asalnya agar mereka tidak curiga. Secara diam-diam, dia pun mengirim pesan kepada Anton untuk meminta bantuan. “B
Ancaman pria itu tampak tidak main-main, membuat Ayyara yang mendengarnya semakin mengkhawatirkan keselamatan Raja. Dia berulang kali menarik tangan sang suami untuk cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil. Namun, suamimya malah merespon dengan segurat senyuman sembari menggelengkan kepalanya. “Kalau lari, mereka justru akan menembak kita,” bisik Raja. Ayyara baru menyadari kebodohannya. Dia pun akhirnya menatap tajam kepada para penjahat. “Pergi! Jangan sakiti suamiku!” Teriaknya, walaupun keringat dingin mulai membasahi dahi. Teriakan Ayyara mulai menarik perhatian beberapa orang. Namun, pimpinan penajahat itu dengan mudah mengatasinya. Dia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sekitar sana, “Maaf menganggu. Kami hanya berakting buat film pendek.” Benar saja, semua orang percaya dan hanya berlalu lalang tanpa curiga lagi. Selepas itu, pimpinan penjahat kembali menatap Ayyara, “Gampang sih. Kalau suamimu tidak ingin disakiti, ikutlah dengan kami,” ucapnya sambil sesekal