“Tunggu, Ayya!” panggil seorang pria.Raja dan Ayyara menatap pria yang berjalan mendekat ke arahnya. Pria itu adalah Berry.“Tadi aku ke kantor Jaya Kosmetik, tapi kamu nggak ada di sana. Kata security, kamu pergi ke sini,” ucap Berry dengan melebarkan senyuman.Kening Ayyara berkerut, “Ada apa kamu mencariku?” kentara dia tidak begitu senang dengan kehadiran pria itu.Berry tersenyum canggung, “Jadi begini, kemarin aku ngirim surat lamaran pekerjaan ke Jaya Kosmetik di bagian keuangan.”Ayyara sekilas tersenyum kecut. Dia tahu isi kepala Berry.“Oh … terus?” tanya Ayyara ketus.Berry berdehem pelan, lalu dengan cepat bibirnya mengulas senyum lebar, “Ya, boleh dong kasih aku satu slot.”“Maksudmu?” tanya Ayyara pura-pura tidak mengerti.“Maksudku, terima aku sebagai karyawan Jaya Kosmetik. Kita 'kan teman,” jawab Berry sembari menyengir lebar.Ayyara mulai memasang wajah seriusnya, “Berry, maaf aku nggak bisa. Kamu harus tetap mengikuti proses rekrutmen.”Untuk sesat Berry mengedarka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha penuh selidik.Ayyara yang berdiri di samping Raja hanya terdiam, tahu cepat atau lambat Kakek tua itu akan mengetahui jati diri suaminya.Dengan polosnya, Raja menjawab, “Aku Raja.”“Dan siapa mereka?” tanya Nugraha mengintrogasi. “Oh mereka orang-orangnya Pak Anton,” jawab Raja tenang. Nugraha mengernyit mendengar jawaban dari Raja. Tentu dia tidak percaya begitu saja. Bukan hanya sekali, melainkan berulangkali menantunya itu menunjukkan kemampuan luar biasa yang mustahil dimiliki oleh seorang pria sederhana.“Maksudmu?” tanya Nugraha.“Setelah Pak Anton mengetahui istriku membangun ulang perusahaan ini, Pak Anton menugaskan beberapa orang untuk berjaga-jaga,” jawab Raja dengan ekspresi setenang mungkin sembari mempertahankan kontak mata dengan Nugraha.Ayyara menyunggingkan senyuman. Dia lalu menambahkan penjelasan suaminya, “Benar, Kek. Padahal sebelumnya kami sudah menolak bantuan dari Pak Anton.” dia tertawa kecil agar tidak terlihat seperti orang y
“Pak Banara, Pak ….” ucap Alexander. “Kesehatan Pak Banara semakin menurun. Akhir-akhir ini beliau sering tidak sadarkan diri.”“Dia akan baik-baik saja.” Hanya itu tanggapan Raja karena setelahnya dia langsung memutus sambungan telepon.Raja menghembus napas pelan. Sebenarnya dia mengkhawatirkan Banara, tetapi entah mengapa dia masih belum bisa berdamai dengan Ayahnya.“Raja, di mana Ayyara berada?” Suara itu memecahkan keheningan Raja.Raja memiringkan kepalanya, mendapati Berry yang melangkah ke arahnya. Awalnya dia menghiraukan dan hendak pergi dari sana, tetapi pria itu berlari dan menghadangnya.“Budek kamu ya?!” bentak Berry. “Di mana Ayyara? Aku ingin bertemu dengannya.”Raja yang tahu niat buruk Berry, lantas hanya menanggapi, “Aku tidak tahu.”“Jangan bohong kamu!” Berry terlihat sangat kesal. “Cepat katakan, di mana Ayyara sekarang? ini penting sekali, aku harus bertemu dengannya.”Jawaban singkat datar keluar dari bibir Raja, “Bukan urusanku.”Berry yang tersulut emosi lan
“Aku adalah pendiri Dira Group,” kata Raja tampak begitu serius. “Aku telah mengakuisisi perusahaan ini.”Tidak ada yang bersuara selama beberapa detik, sebelum akhirnya semua orang di sekitar sana tertawa terbahak-bahak.Raja memang terlihat tidak sedang bercanda. Namun, siapa yang akan mempercayai ucapan seorang pria yang terkenal sebagai suami tak berguna itu? Dilihat dari penampilannya saja, tidak ada brand besar dan mewah yang melekat di tubuhnya.“Perutku sakit mendengarnya. Kamu pendiri Dira Group? Mabuk kamu, ya? Bangun woi! Khayalanmu ketinggian! Jangankan membeli perusahaan, 100 ribu pun aku yakin kamu nggak punya,” ucap Berry sembari menahan tawanya.“Bukan mabuk lagi tuh orang. Tanda-tandanya mau gila,” timpal pria lainnya.Ada sebagian orang yang tertawa bernada hinaan, dan ada juga sebagian yang menatap kasihan pada Raja. Mereka menduga pria itu sudah frustasi menggapai cita-citanya yang tak kunjung terwujud.“Cukup main-mainnya, Raja!” raung Marcel emosi, membuat semua
“Security! Keluarkan brengsek ini dari sini sekarang juga! Cepat!” titah Ayyara.Marcel menatap Ayyara dengan tatapan tajam. Untuk kesekian kalinya wanita itu berani mengusirnya dari perusahaan Jaya Kosmetik.“Kamu melakukan kesalahan besar, Ayya!” teriak Marcel dengan wajah marahnya melototi Ayyara.“Sepertinya anda tidak bisa diajak bicara baik-baik. Jangan salahkan jika kami bertindak tidak sopan terhadap anda!” ancam Ayyara.Tanpa menunggu respon dari Marcel, 2 orang security langsung meringsek maju mencengkeram pundaknya.“Lepaskan tangan kalian! Aku bisa pergi sendiri dari sini!” Suasana hati Marcel sangat kesal dengan perlakuan ini.Setelah 2 orang security itu melepaskannya, Marcel menatap Ayyara dengan senyuman penuh arti, “Ayya! Aku akan melupakan perlakuan burukmu jika kamu mau bekerja sama denganku. Ayo kita pergi temui pendiri Dira Group.”Ayyara membalas tawaran Marcel dengan melemparkan tatapan dingin. Dia sudah muak melihat pria brengsek itu masih terlalu angkuh.Karen
“Kami sekarang membawa mereka ke rumah sakit,” ucapnya. “Selama mereka ada di kandang sapi, mereka seperti orang gila. Mereka tampak frustasi dan beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Tadi pagi anak buahku melapor kalau mereka tidak sadarkan diri.”Raja yang mendengarnya sama sekali tidak prihatin. Itu adalah hukuman untuk semua kejahatan yang mereka lakukan.Berbanding terbalik apa yang dirasakan oleh Ayyara yang turut mendengarkannya. Dia merasa prihatin dengan keadaan Margareth dan Radit. Sebesar apapun kejahatan yang mereka lakukan, mereka tetaplah keluarga besar Nugraha.“Tetap jalankan tugasmu. Bawa mereka kembali ke kandang sapi setelah mereka sadarkan diri,” ucap Raja terdengar dingin lalu memutus sambungan telepon. Takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan, Ayyara berkata, “Menurut Ara sebaiknya mereka dipindahkan ke penjara saja. Hukuman yang lebih wajar dan manusiawi.” dia berharap Raja sedikit berbelas kasih.“Mereka sendiri yang memilih. Kecuali mereka berubah pi
“Tidak ada yang salah! Semua data ini 100 persen benar!” ucap Ayyara begitu serius sembari tangan kanannya mengangkat kertas itu. “kalau tidak ada kepentingan lain, silahkan anda keluar!”Nugraha yang duduk di samping Ayyara, mengamati setiap gerak-gerik Berry, berjaga-jaga takut pria itu bermain tangan.“Sialan! Ini nggak mungkin! Pasti ada kecurangan dalam proses seleksi!” protes Berry dengan suara beratnya. “Nggak ada orang yang lebih baik dariku!” kalimatnya menggema di ruangan aula.Ayyara memasang wajah dinginnya, mengingat awalnya dia ingin langsung mengeliminasi Berry lantaran lamaran pria itu memang tidak sesuai dengan riwayat pendidikannya. Namun, sang suami menyarankan agar pria itu diberikan kesempatan untuk membuktikan kesombongannya terlebih dahulu.“Oh Ya? Apa anda merasa dicurangi? Anda ingin melihat hasil ujian anda? Nilai anda bahkan paling terendah dari kandidat lainnya. Itu membuktikan bahwa anda tidak kompeten dan quality di bidangnya,” ucap Ayyara.“Kamu pasti b
[Sekali lagi kamu menghubungiku, aku akan membunuhmu!] Balas Raja dengan raut wajah begitu kesal. Alexander membalas pesan itu, “Jika nyawa saya bisa memperbaiki hubungan Pak Raja dengan Pak Banara, maka saya siap dibunuh. Tolong Pak, temui Pak Banara sebelum semuanya terlambat.” Raja yang kesal langsung memasukkan ponselnya tanpa membalas pesan itu. Dia lalu melanjutkan langkahnya menuju ruangan aula. “Mas lihat Kakek, nggak?” tanya Ayyara pada Raja yang melangkah menghampirinya. “Tidak,” jawab Raja. “Oh itu Kakek,” ucap Ayyara kala mendapati Nugraha juga baru masuk ke ruangan. “Kakek sudah tahu nggak kabar Tante dan Radit? Mereka sekarang masuk rumah sakit,” ungkap Ayyara. “Sudah tahu.” Nugraha merespon dengang ekspresi biasa-biasa saja. Tidak terlihat rasa khawatir sedikit pun di raut Wajahnya. Ayyara menerbitkan senyuman kecil, “Kita bareng-bareng pergi ke sana ya, Kek.” . “Tidak perlu.” Lagi-lagi ekspresi Nugraha tidak menunjukkan rasa prihatin sama sekali. Ayyara terd