“Aku adalah pendiri Dira Group,” kata Raja tampak begitu serius. “Aku telah mengakuisisi perusahaan ini.”Tidak ada yang bersuara selama beberapa detik, sebelum akhirnya semua orang di sekitar sana tertawa terbahak-bahak.Raja memang terlihat tidak sedang bercanda. Namun, siapa yang akan mempercayai ucapan seorang pria yang terkenal sebagai suami tak berguna itu? Dilihat dari penampilannya saja, tidak ada brand besar dan mewah yang melekat di tubuhnya.“Perutku sakit mendengarnya. Kamu pendiri Dira Group? Mabuk kamu, ya? Bangun woi! Khayalanmu ketinggian! Jangankan membeli perusahaan, 100 ribu pun aku yakin kamu nggak punya,” ucap Berry sembari menahan tawanya.“Bukan mabuk lagi tuh orang. Tanda-tandanya mau gila,” timpal pria lainnya.Ada sebagian orang yang tertawa bernada hinaan, dan ada juga sebagian yang menatap kasihan pada Raja. Mereka menduga pria itu sudah frustasi menggapai cita-citanya yang tak kunjung terwujud.“Cukup main-mainnya, Raja!” raung Marcel emosi, membuat semua
“Security! Keluarkan brengsek ini dari sini sekarang juga! Cepat!” titah Ayyara.Marcel menatap Ayyara dengan tatapan tajam. Untuk kesekian kalinya wanita itu berani mengusirnya dari perusahaan Jaya Kosmetik.“Kamu melakukan kesalahan besar, Ayya!” teriak Marcel dengan wajah marahnya melototi Ayyara.“Sepertinya anda tidak bisa diajak bicara baik-baik. Jangan salahkan jika kami bertindak tidak sopan terhadap anda!” ancam Ayyara.Tanpa menunggu respon dari Marcel, 2 orang security langsung meringsek maju mencengkeram pundaknya.“Lepaskan tangan kalian! Aku bisa pergi sendiri dari sini!” Suasana hati Marcel sangat kesal dengan perlakuan ini.Setelah 2 orang security itu melepaskannya, Marcel menatap Ayyara dengan senyuman penuh arti, “Ayya! Aku akan melupakan perlakuan burukmu jika kamu mau bekerja sama denganku. Ayo kita pergi temui pendiri Dira Group.”Ayyara membalas tawaran Marcel dengan melemparkan tatapan dingin. Dia sudah muak melihat pria brengsek itu masih terlalu angkuh.Karen
“Kami sekarang membawa mereka ke rumah sakit,” ucapnya. “Selama mereka ada di kandang sapi, mereka seperti orang gila. Mereka tampak frustasi dan beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Tadi pagi anak buahku melapor kalau mereka tidak sadarkan diri.”Raja yang mendengarnya sama sekali tidak prihatin. Itu adalah hukuman untuk semua kejahatan yang mereka lakukan.Berbanding terbalik apa yang dirasakan oleh Ayyara yang turut mendengarkannya. Dia merasa prihatin dengan keadaan Margareth dan Radit. Sebesar apapun kejahatan yang mereka lakukan, mereka tetaplah keluarga besar Nugraha.“Tetap jalankan tugasmu. Bawa mereka kembali ke kandang sapi setelah mereka sadarkan diri,” ucap Raja terdengar dingin lalu memutus sambungan telepon. Takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan, Ayyara berkata, “Menurut Ara sebaiknya mereka dipindahkan ke penjara saja. Hukuman yang lebih wajar dan manusiawi.” dia berharap Raja sedikit berbelas kasih.“Mereka sendiri yang memilih. Kecuali mereka berubah pi
“Tidak ada yang salah! Semua data ini 100 persen benar!” ucap Ayyara begitu serius sembari tangan kanannya mengangkat kertas itu. “kalau tidak ada kepentingan lain, silahkan anda keluar!”Nugraha yang duduk di samping Ayyara, mengamati setiap gerak-gerik Berry, berjaga-jaga takut pria itu bermain tangan.“Sialan! Ini nggak mungkin! Pasti ada kecurangan dalam proses seleksi!” protes Berry dengan suara beratnya. “Nggak ada orang yang lebih baik dariku!” kalimatnya menggema di ruangan aula.Ayyara memasang wajah dinginnya, mengingat awalnya dia ingin langsung mengeliminasi Berry lantaran lamaran pria itu memang tidak sesuai dengan riwayat pendidikannya. Namun, sang suami menyarankan agar pria itu diberikan kesempatan untuk membuktikan kesombongannya terlebih dahulu.“Oh Ya? Apa anda merasa dicurangi? Anda ingin melihat hasil ujian anda? Nilai anda bahkan paling terendah dari kandidat lainnya. Itu membuktikan bahwa anda tidak kompeten dan quality di bidangnya,” ucap Ayyara.“Kamu pasti b
[Sekali lagi kamu menghubungiku, aku akan membunuhmu!] Balas Raja dengan raut wajah begitu kesal. Alexander membalas pesan itu, “Jika nyawa saya bisa memperbaiki hubungan Pak Raja dengan Pak Banara, maka saya siap dibunuh. Tolong Pak, temui Pak Banara sebelum semuanya terlambat.” Raja yang kesal langsung memasukkan ponselnya tanpa membalas pesan itu. Dia lalu melanjutkan langkahnya menuju ruangan aula. “Mas lihat Kakek, nggak?” tanya Ayyara pada Raja yang melangkah menghampirinya. “Tidak,” jawab Raja. “Oh itu Kakek,” ucap Ayyara kala mendapati Nugraha juga baru masuk ke ruangan. “Kakek sudah tahu nggak kabar Tante dan Radit? Mereka sekarang masuk rumah sakit,” ungkap Ayyara. “Sudah tahu.” Nugraha merespon dengang ekspresi biasa-biasa saja. Tidak terlihat rasa khawatir sedikit pun di raut Wajahnya. Ayyara menerbitkan senyuman kecil, “Kita bareng-bareng pergi ke sana ya, Kek.” . “Tidak perlu.” Lagi-lagi ekspresi Nugraha tidak menunjukkan rasa prihatin sama sekali. Ayyara terd
“Kami datang untuk menjual kalung ini,” ucap Ayyara. “tapi alangkah baiknya kita bicarakan di ruangan tertutup.”Leli sedikit terkejut mendengarnya. Dia yakin Ayyara sudah bosan dan ingin mencari model terbaru. Namun, setahunya orang yang punya kekayaan melimpah biasanya tidak akan menjual perhiasan yang tergolong langka, melainkan disimpan sebagai koleksi.“Baik, Bu. Silahkan ikuti saya ke dalam,” ucap Leli.Raja dan Ayyara mengikuti langkah Leli yang membawanya masuk ke sebuah ruangan tertutup.“Silahkan duduk, Pak, Bu,” ucap Leli sembari menunjuk sofa dengan tangan jempolnya.“Terima kasih,” balas Ayyara sembari mendaratkan tubuhnya di sofa, duduk bersebelahan dengan sang suami.Sementara Leli duduk di sofa yang berhadapan dengan mereka, di tengahnya di batasi oleh sebuah meja kaca.“Jadi, bagaimana? Kira-kira berapa harga kalung ini jika dijual?” tanya Ayyara sembari meletakkan sebuah kotak giwang berisi kalung bernama the heart of queen itu di meja.“Apakah Bu Ayya benar-benar i
“Kamu memata-mataiku?,” gumam Raja, kesal melihat Marcel dan 5 anak buahnya tengah berdiri menunggunya di luar. Raja merogoh ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan kepada seseorang. [Kirimkan beberapa orang ke sini.] dia lalu mengirimkan alamatnya.Setelah mengirim pesan, Raja melangkah keluar. Semula, dia mencoba acuh tak acuh saja, mengedikkan bahu dan bermaksud melewati mereka. Namun, Marcel mencegatnya.“Santai, jangan buru-buru,” ucap Marcel dengan senyuman sinis. “disuruh istrinya ngambil uang, ya? Haha suami kok jadi babu istrinya sendiri. Nggak malu, kamu?” senyumnya berganti tawa penuh ejekan. “Ups lupa aku. Kamu 'kan memang nggak punya malu, nggak punya harga diri. Peranmu bisanya cuma jadi Bapak rumah tangga.”Lima anak buah Marcel pun ikut menertawakan Raja.Raja meresponnya dengan melangkah pergi, membuat Marcel dan anak buahnya kesal dan langsung kembali mencegatnya.“Hei curut!” Kali ini raut wajah Marcel memerah. “sekarang kamu harus mengikuti semua perintahku. Kalau
“Sepertinya kamu memang tidak mengenalku, Marcel!” seru Raja sekilas menampakkan aura istimewanya, sebelum kembali memasang wajah datarnya.Marcel malah tertawa terbahak-bahak, “Bagun, Woi! Okelah tadi kamu berani karena kamu dibeking 7 orang bodyguard. Tali sekarang siapa yang akan melindungimu? Mau ngadu ke Anton? Haha.” Pria itu tampak begitu meremehkan Raja, lalu tangan kirinya menunjuk ke arah belakang. “Lihat tuh! mau adu mekanik dengan anak buahku yang berjumlah 20 orang?” Namun, tawa Marcel mendadak berhenti kala menyadari sesuatu, “Tunggu dulu, ngapain kalian ke sini?” Marcel berpikir sesaat, tidak mungkin mereka bisa membeli hunian di perumahan mewah yang berharga milyaran rupiah, kecuali …“jangan-jangan pendiri Dira Group membelikan rumah buat kalian?” tanya Marcel penasaran.Ayyara membalasnya dengan tatapan dingin, “Kalau iya, kenapa? Lagian anda tidak perlu kepo dengan urusan rumah tangga kami? Paham?”Marcel kesal bukan main mendapatkan jawaban seperti itu.Sebelum p
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton
“Kurang ajar!” pekik Jamal tanpa dia sadari belum memutus sambungan telepon. “Anda mau mati, hah?!” Tentu saja di seberang sana Ayyara yang mendengarnya seketika berteriak, “Kakek?! Siapa kalian?!” Jamal kaget dan baru menyadari kecerobohannya, tetapi karena terlanjur dia pun berterus terang, “Kakekmu akan mati di tanganku!” Usai mengatakan itu, Jamal seketika memutus sambungan telepon sepihak. Dia lalu menatap Nugraha dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak sekedar berbual! Malam ini anda harus mati!” Nugraha malah membalasnya dengan cengiran lebar. Dia sama sekali tidak terlihat takut. Dia tahu setelah ini Ayyara akan meminta bantuan Anton untuk melacak keberadaannya, entah itu dirinya dalam keadaan selamat ataupun mati. “Kamu ingin membunuhku? Silahkan. Tapi nyawa dibayar nyawa. Aku mati, kalian juga pasti akan mati! Cucuku punya hubungan dekat dengan Pak Anton,” ucap Nugraha. Situasinya kini berubah, justru sekarang Jamal dan teman-temannya yang terlihat panik-sepaniknya. “
“Kali ini kamu menang. Tapi ilmu wing chungku akan mematahkan tulangmu!” seru pria itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Melihat Raja hanya terdiam, pria itu mulai maju menyerangnya. “Kamu tidak akan bisa menahan gempuran pukulanku!” Raja menangkis serangan demi serangan yang mengandalkan teknik kecepatan tangan. Awalnya dia kewalahan, tetapi akhirnya dia dapat mengimbanginya. Raja yang tak ingin bermain-main, ketika ada kesempatan dia langsung menyarangkan pukulan di dada lawannya hingga terpental ke belakang. Para penjahat lagi-lagi dibuat terkejut. Mereka berulang kali menggeleng-geleng tak percaya melihat Raja juga memiliki ilmu whing chung. Bahkan pergerakannya lebih cepat dan gesit. “Tidak masuk akal,” gumam pimpinan penjahat tanpa disadari. Sementara, Ayyara berhasil membuka pintu mobil dan mengambil ponselnya. Dia lalu cepat menjauh dan berdiri di tempat asalnya agar mereka tidak curiga. Secara diam-diam, dia pun mengirim pesan kepada Anton untuk meminta bantuan. “B
Ancaman pria itu tampak tidak main-main, membuat Ayyara yang mendengarnya semakin mengkhawatirkan keselamatan Raja. Dia berulang kali menarik tangan sang suami untuk cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil. Namun, suamimya malah merespon dengan segurat senyuman sembari menggelengkan kepalanya. “Kalau lari, mereka justru akan menembak kita,” bisik Raja. Ayyara baru menyadari kebodohannya. Dia pun akhirnya menatap tajam kepada para penjahat. “Pergi! Jangan sakiti suamiku!” Teriaknya, walaupun keringat dingin mulai membasahi dahi. Teriakan Ayyara mulai menarik perhatian beberapa orang. Namun, pimpinan penajahat itu dengan mudah mengatasinya. Dia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sekitar sana, “Maaf menganggu. Kami hanya berakting buat film pendek.” Benar saja, semua orang percaya dan hanya berlalu lalang tanpa curiga lagi. Selepas itu, pimpinan penjahat kembali menatap Ayyara, “Gampang sih. Kalau suamimu tidak ingin disakiti, ikutlah dengan kami,” ucapnya sambil sesekal