“Jambret! Tolong.” Ayyara berteriak sembari sebelah tangannya menahan tangan pengendara itu. “Tolong … tolong.”Beruntungnya teriakan Ayyara menarik perhatian banyak orang, membuat aksi penjambret itu gagal total dan melarikan motornya sekencang-kencangnya.Beberapa orang mengejar sang penjambret, sedangkan yang lainnya menghampiri Ayyara yang tengah kesakitan.“Mbak baik-baik saja?” tanya salah satu dari mereka.Ayyara tak langsung menjawab. Dia masih mengusap lehernya yang terasa tercekik. “Aku baik-baik saja,” jawab Ayyara beberapa detik kemudian.***Raja pergi ke sebuah showroom kendaraan roda empat. Dia ingin membelikan sebuah mobil untuk sang istri. Dia sudah lama ingin membelikan mobil untuk Ayyara untuk memudahkan aktivitas sehari-hari.Setelah masuk ke dalam, kehadiran Raja sudah pasti menjadi pusat perhatian. Sebab orang-orang di sana berpenampilan begitu rapi dan elegan, sementara penampilannya sangat sederhana. Bahkan beberapa orang mulai terang-terangan mencibirnya,
“Bukan hanya mobil, aku bahkan bisa membeli harga dirimu!” seru Raja begitu dingin. “Berapa harga yang pantas aku keluarkan untuk membeli harga dirimu?” Ucapan itu memancing amarah pemilik showroom, “Bangsat! Apa yang kamu bilang barusan, hah?!” bentaknya. Si security juga sangat emosi, “Pengemis sialan!” dia berjalan dan mengayunkan pentungan ke arah Raja. “Mati kamu!” Bukan pentungan yang menemui sasaran, justru kaki Raja yang bersarang di perut si security itu terlebih dahulu hingga terpental jatuh tak tertahan. Semua orang terkejut. Mereka mulai ketakutan dan menganggap Raja bukan hanya seorang pengemis, melainkan juga seorang preman jalanan. “Panggil polisi saja, Pak,” ucap si security sembari memegangi perutnya yang terasa sakit. Akan tetapi, sebelum Dirul menanggapi, Raja terlebih dahulu berkata, “Aku menantangmu. Jika aku tak mampu membeli harga dirimu, aku siap menjadi karyawanmu seumur hidup tanpa dibayar, tanpa dikasih makan.” Soal tantangan, Raja teringat pada Agung
“Apa itu?” tanya Dirul penasaran. Perlahan sudut bibirnya terangkat. “Jangan coba mengelabuhiku. Kamu pikir aku nggak tau kalau kartu yang kamu pegang adalah kartu mainan.” dia lalu ketawa keras. Disaat semua orang tertawa, ada satu orang wanita berjalan mendekat dan mengamati lekat-lekat kartu black card yang dipegang Raja.“Kartu ini bukanlah sembarang kartu. Kartu ini sangat langka dan bukan sembarangan orang yang memilikinya, karena saldo di dalamnya tak terbatas,” ucap wanita itu menebak.Raja melihat hanya wanita itu yang bisa mengenali kartu black card miliknya.“kamu benar sekali,” tanggap Raja.“Tapi bagaimana bisa?” Wanita itu masih ragu. Rasanya tidak mungkin penampilan Raja yang terlihat sederhana memiliki kartu ajaib itu.Selain wanita itu, semua orang jelas-jelas tidak mempercayainya. Bahkan mereka menertawakan Raja dengan sorot mata mengejek.“Hei Nona cantik …” panggil Dirul dengan gaya genitnya. “Jadi maksudmu dia adalah orang terkaya di dunia?” dia tertawa geli. “Ka
Raja sebenarnya malas mendengar nama Banara, tetapi hatinya tidak bisa berbohong kalau dirinya mengkhawatirkan sang Ayah, apalagi suara Alexander terdengar sendu.“Jangan bicara setengah-setengah, Alex,” kata Raja dingin.“Kesehatan Pak Banara semakin menurun. Saya mohon temui Ayah Bapak sebelum semuanya terlambat.”Bukan menjawab, Raja malah langsung mematikan sambungan telepon.“Apa Pak Alex ngasih kabar tentang Ayah?” tanya Ayyara–yakin.“Bukan,” ketus Raja sembari melangkah masuk ke dalam mobil.Ayyara tahu kalau Raja berbohong, tetapi dia tak berani bertanya lagi. ‘aku harus segera menemui Pak Alex,’ batinnya.Di sepanjang perjalanan hanya ada keheningan. Ayyara melihat jelas kalau Raja seperti sedang memikirkan Banara, ‘Kenapa Mas begitu membenci Ayahmu sendiri, Mas?’ tanyanya dalam hati.Raja mengemudikan mobilnya menuju Stars Mall, pusat belanja terlengkap. Setiba di sana, barulah Raja berbicara.“Kiranya kado apa yang cocok untuk anaknya Anton?” tanya Raja.“Umur anaknya Pak
“Jangan bersikap kurang ajar pada istriku!” Raja memperingatkan dengan tatapan begitu dingin.“Diam, kamu!” Berry justru membalas dengan menatap tajam pada Raja. “Aku lebih dulu mengenal Ayya, tapi kamu merebutnya dariku! Pria miskin kayak kamu nggak pantas menjadi suami Ayya!”“Berry!”“Kak!”Ayyara dan Shinta bersamaan menggertak Berry. “Kak, kenapa sikap Kakak kayak gini sih?” Shinta tampak begitu kecewa. Dia lalu menatap Raja dan Ayyara dengan raut wajah bersalah. “aku minta maaf atas nama Kakakku.”“Apaan sih kamu, buat apa minta maaf. Aku nggak bersalah,” tanggap Berry dengan angkuhnya. Ayyara yang sedari tadi diam karena menghormati teman lamanya, tetapi kini tidak lagi. Ayyara meraih tangan suaminya dengan erat, “Dengar aku baik-baik, Berry. Kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang. Dan aku merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia bisa menjadi istrinya Mas Raja!” dia berkata begitu serius. “tolong jaga sikapmu!”Tanpa mendengar tanggapan pria itu, Ayyara menggandeng
“Jangan sebut namanya lagi!” tegas Raja. Melihat ucapan Raja yang tak bisa dibantah, Ayyara pun perlahan masuk ke dalam mobil. Dia sekilas menghembus napas pelan, baru kali ini sang suami menatapnya begitu dingin. Setelah sang istri masuk, Raja menoleh tajam pada Alexander, “Jangan temui aku lagi!”Ucapan Raja sama sekali tidak terlihat bercanda. Tidak ada yang bisa dilakukan Alexander selain menuruti perintah Raja, “Baiklah.” dia berbalik pergi, tetapi dalam benaknya dia menemukan cara untuk membujuk sang pewaris. ‘Cuma Bu Ayya yang bisa melakukan tugas ini.’***Keesokannya, Ayyara menerima pesan dadakan kalau waktu reuni teman sekampus dirubah di siang hari. Setelah menerima pesan dadakan itu, dia segera menghubungi sang suami, “Mas ada di mana?”“Kantor Prince Group,” jawab Raja dari seberang telepon.“Mas, acara reuni kampusku dimajukan jam 12 siang di Hotel Berlian. Mas bisa temani Ara, nggak?” tanya Ayyara.“Bisa. Ara berangkat duluan, nanti aku menyusul. Masih ada hal yang
“Kamu?” ucap wanita itu. Dia lalu turun dari mobil dan menghampiri Raja. “oh kamu kerja di sini?” “Maaf, anda siapa?” tanya Raja. Wanita itu tersenyum sinis. Dia lalu memberikan kunci mobilnya pada Raja, “Aku buru-buru, parkirkan mobilku.” “Maaf, aku–” “Nggak usah banyak bacot. Nih imbalan buat kamu,” potong wanita itu sembari melemparkan uang 50 ribu ke wajah Raja. Dipandang dingin oleh Raja, wanita itu malah melotot. “Apa?! Kurang?! Aku laporkan atasanmu, mau?!” Raja menjatuhkan kunci mobil milik wanita itu, “Jaga sikap anda.” Usai mengatakan demikian, dia langsung berbalik pergi meninggalkan wanita itu yang tampak kesal. Wanita itu menyerahkan kunci mobilnya pada seseorang yang memakai seragam security. Dia lalu mengejar Raja yang berjalan masuk ke dalam. “Ngapain kamu masuk, hah? Mau mencuri kamu?” tuduh wanita itu. Raja tak menjawab dan terus melangkahkan kakinya, membuat wanita itu kesal dan berteriak, “Pencuri, pencuri!” Tentu saja teriakan wanita itu mengundang bebe
Bukan Raja yang terkena pukulan, justru perut Berry yang merasakan sebuah hantaman kepalan tangan.Semua orang terkejut dan berbondong-bondong menyuarakan kalimat sampah terhadap Raja.“Apa-apa-an kamu! Binatang kamu!”“Dasar pria miskin! Memang kamu punya duit? Buat bayarin rumah sakit kalau terjadi apa-apa dengan Berry?”Ayyara yang kesal pun membela sang suami, “Berry yang mulai duluan. Suamiku membela diri. Dia memang pantas mendapatkan pukulan suamiku.”Begitu dengan Shinta. Dia menyalahkan Berry dalam hal ini, “Beruntung Kakak cuma dipukul. Sikap Kakak sudah melampaui batas, lebih baik Kakak pulang sekarang.”Namun, Berry justru semakin menampakkan wajah arogannya. Sembari menahan sakit di perut, dia malah melanjutkan ejekannya pada Raja.“Apa yang kamu punya? Tidak ada! Bahkan kamu datang ke sini buat makan gratis, bukan?”Shinta menatap kecewa pada Berry, “Kak? Kakak stres ya? Please doang Kak, jangan kek gini. Kakak minta maaf sama Ayya dan suaminya, sekarang!”Berry menerbit