“Jangan sebut namanya lagi!” tegas Raja. Melihat ucapan Raja yang tak bisa dibantah, Ayyara pun perlahan masuk ke dalam mobil. Dia sekilas menghembus napas pelan, baru kali ini sang suami menatapnya begitu dingin. Setelah sang istri masuk, Raja menoleh tajam pada Alexander, “Jangan temui aku lagi!”Ucapan Raja sama sekali tidak terlihat bercanda. Tidak ada yang bisa dilakukan Alexander selain menuruti perintah Raja, “Baiklah.” dia berbalik pergi, tetapi dalam benaknya dia menemukan cara untuk membujuk sang pewaris. ‘Cuma Bu Ayya yang bisa melakukan tugas ini.’***Keesokannya, Ayyara menerima pesan dadakan kalau waktu reuni teman sekampus dirubah di siang hari. Setelah menerima pesan dadakan itu, dia segera menghubungi sang suami, “Mas ada di mana?”“Kantor Prince Group,” jawab Raja dari seberang telepon.“Mas, acara reuni kampusku dimajukan jam 12 siang di Hotel Berlian. Mas bisa temani Ara, nggak?” tanya Ayyara.“Bisa. Ara berangkat duluan, nanti aku menyusul. Masih ada hal yang
“Kamu?” ucap wanita itu. Dia lalu turun dari mobil dan menghampiri Raja. “oh kamu kerja di sini?” “Maaf, anda siapa?” tanya Raja. Wanita itu tersenyum sinis. Dia lalu memberikan kunci mobilnya pada Raja, “Aku buru-buru, parkirkan mobilku.” “Maaf, aku–” “Nggak usah banyak bacot. Nih imbalan buat kamu,” potong wanita itu sembari melemparkan uang 50 ribu ke wajah Raja. Dipandang dingin oleh Raja, wanita itu malah melotot. “Apa?! Kurang?! Aku laporkan atasanmu, mau?!” Raja menjatuhkan kunci mobil milik wanita itu, “Jaga sikap anda.” Usai mengatakan demikian, dia langsung berbalik pergi meninggalkan wanita itu yang tampak kesal. Wanita itu menyerahkan kunci mobilnya pada seseorang yang memakai seragam security. Dia lalu mengejar Raja yang berjalan masuk ke dalam. “Ngapain kamu masuk, hah? Mau mencuri kamu?” tuduh wanita itu. Raja tak menjawab dan terus melangkahkan kakinya, membuat wanita itu kesal dan berteriak, “Pencuri, pencuri!” Tentu saja teriakan wanita itu mengundang bebe
Bukan Raja yang terkena pukulan, justru perut Berry yang merasakan sebuah hantaman kepalan tangan.Semua orang terkejut dan berbondong-bondong menyuarakan kalimat sampah terhadap Raja.“Apa-apa-an kamu! Binatang kamu!”“Dasar pria miskin! Memang kamu punya duit? Buat bayarin rumah sakit kalau terjadi apa-apa dengan Berry?”Ayyara yang kesal pun membela sang suami, “Berry yang mulai duluan. Suamiku membela diri. Dia memang pantas mendapatkan pukulan suamiku.”Begitu dengan Shinta. Dia menyalahkan Berry dalam hal ini, “Beruntung Kakak cuma dipukul. Sikap Kakak sudah melampaui batas, lebih baik Kakak pulang sekarang.”Namun, Berry justru semakin menampakkan wajah arogannya. Sembari menahan sakit di perut, dia malah melanjutkan ejekannya pada Raja.“Apa yang kamu punya? Tidak ada! Bahkan kamu datang ke sini buat makan gratis, bukan?”Shinta menatap kecewa pada Berry, “Kak? Kakak stres ya? Please doang Kak, jangan kek gini. Kakak minta maaf sama Ayya dan suaminya, sekarang!”Berry menerbit
Ayyara yang terlanjur kecewa pun menjawab pertanyaan itu, “Maksud suamiku, kalian membawa dampak buruk bagi kesehatanku.” Berry tampak benar-benar marah mendengarnya. Amarahnya bukan ditujukan pada Ayyara, melainkan terhadap Raja.Namun, belum sempat Berry meluapkan amarahnya, Ayyara berkata mendahului, “Aku kecewa, sangat kecewa. Tadinya aku datang ke acara reuni buat menghormati pertemanan kita. Tapi sayang, bukan ramah tamah yang aku dapatkan, melainkan hinaan kalian.”“Ayya kamu salah paham. Kami bukan menghinamu, tapi–”“Menghina suamiku sama saja menghinaku!” Ayyara menyela ucapan Berry. “Aku pulang duluan. Kalian tenang saja, aku nyumbang 10 juta buat biaya acara reuni ini.” dia sudah muak dengan sikap teman-temannya. Saat Raja dan Ayyara berbalik pergi, Berry melangkah lebih cepat dan menghadangnya.“Sudahlah, Ayya. Jangan bohongi perasaanmu sendiri. Jujur saja kalau kamu tertekan punya suami kere macam dia,” ucap Berry sembari melirik tajam pada Raja. Dia lalu menatap penuh
“Maaf, Pak. Saldo di ATM yang Bapak berikan tidak cukup,” ucap karyawan itu dengan sopan. “mungkin Bapak punya ATM lain untuk menambahkan biaya kekurangannya?”SpontaN saja Berry membelalak. Dia terkejut bukan main. Begitu pun dengan semua orang yang tak percaya.“Bercanda kamu, ya? Kerja yang becus dong, saldo di ATM-ku ada uang sekitar 115 juta. Mengada-ngada kamu. Coba cek lagi sana.” Berry memarahi karyawan itu.Di titik ini seorang manajer hotel datang. Tentu saja Berry langsung mengadu, “Pak, gimana karyawan Bapak ini? Kerjanya dari tadi gak profesional banget. Sudah lelet, bodoh lagi. Mendingan pecat saja. Bisa-bisanya Bapak punya karyawan kayak gitu.”Manajer hotel itu hanya tersenyum. Dia lalu menanggapi, “Karyawan saya sudah berkerja profesional. Memang di ATM Bapak ada uang 115 juta. Tapi itu tidak cukup membayar pengeluaran Bapak yang menghabiskan 230 juta setelah dipotong diskon. Jadi kalau Bapak punya ATM lain, Bapak bisa menggabungkannya untuk melakukan proses pembayar
“Boleh, asal kamu minta maaf dan cium kaki suamiku,” ucap Ayyara begitu serius. “Mau atau nggak? Nggak maksa sih aku, tersersh kamu gimana enaknya.”Berry menahan emosi mendengarnya, tetapi bagaimana pun juga dia harus mendapatkan pinjaman untuk menyelamatkan dirinya dari masalah.“Tapi itu nggak mungkin. Mustahil bagiku mencium kaki orang rendahan kayak suamimu. Jadi–”“Hanya itu syaratnya!” Suara tegas Ayyara menyela ucapan Berry. “Pilihannya 2. Iya atau nggak?”Berry tak punya pilihan lagi setelah manajer hotel juga memberi ultimatum, “Saya kasih waktu 10 menit untuk Bapak menyelesaikan pembayaran. Kalau tidak, kami terpaksa menghubungi polisi.”Berry terpaksa melakukannya. Dia menghadap Raja, “Maafkan aku.” sungguh dia merasa harga dirinya telah jatuh kala itu juga.“Apakah dengan cara itu kamu meminta maaf?” tegur Ayyara. “Tatap mata suamiku dan minta maaf dengan tulus.”Berry merasa kesal, tetapi dia tidak bisa berbuat banyak. Dia lantas menatap Raja dan kembali meminta maaf, “A
“Kalian tahu apa yang aku inginkan?” ucap pria gendut itu dengan mata berkilat penuh minat. “buluku berdiri saat melihat wajahnya. Aku ingin sekali memilikinya.”Bahri, Margareth, dan Radit kompak tertawa awkward dengan harapan permintaan itu hanyalah bercanda karena mustahil mewujudkannya. Mereka gagal total menjodohkan Ayyara dengan pria muda nan tampan seperti Marcel, apalagi dengan pria gendut dan tua bangka seperti hakim ketua itu.“Baiklah, terserah kalian saja.” Pria gendut itu mengalihkan perhatiannya ke makanan yang ada di atas meja. “kalau nggak bisa, aku pun nggak bisa membantu kalian.”Mereka pun sadar kalau permintaan pria gendut itu sangatlah serius dan tidak bisa ditawar lagi.Margareth mencoba tersenyum senormal mungkin, “Begini, Pak. Dia sudah bersuami. Dan dia orangnya sangat setia sama suaminya, nggak bisa digoda dengan apapun.”Pria gendut itu tampak menikmati makanan ringan, “Aku nggak peduli. Aku cuma mau dia sebagai bayarannya.” dia lalu mencondongkan tubuhnya.
“Jaga mata anda!” seru Raja. “Jaga mata anda!” dia mengulang kalimat yang sama.Pandangan semua orang langsung tertuju ke arah Raja. Mereka tidak mengerti mengapa tiba-tiba pria itu berani berkata demikan pada seorang hakim ketua.Hakim ketua itu pun pura-pura bertanya, “Maaf, saudara. Apa maksud saudara?”Raja tak menjawab, tetapi tatapan dinginnya masih mengarah pada sang hakim ketua.Hakim ketua itu malah tersenyum, “Sepertinya saudara sangat emosional. Saudara tenang saja, saya akan memutuskan masalah ini seadil-adilnya.”Setelah itu, hakim ketua itu melanjutkan sidang, “Baiklah, setelah kami mempelajari kasus ini dengan beberapa bukti dan argumen dari pihak terkait. Kami memutuskan ….”Suara hakim ketua terjeda, Nugraha bersiap-siap menerima keputusan sidang. Dia yakin Radit dan kedua orang tuanya diputuskan terlibat dalam masalah ini.Bahri, Margareth, dan Radit pun berusaha bersikap sesantai mungkin. Mereka yakin hakim ketua itu tidak ingkar janji.“Kami memutuskan bahwa Ulva d
Usai berkata demikian, Raja pergi begitu saja. Dia memutuskan pulang ke rumah besar Nugraha. “Sudah cukup mereka bermain-main dengan keluargaku. Waktunya sudah tiba. Aku akan menghukum semua musuh-musuhku,” gumam Raja sembari melangkahkan kakinya. Dua puluh menit kemudian, Raja tiba di rumah besar Nugraha. Dia menghampiri sang Kakek dan Ayyara yang menunggunya di ruang tengah. “Mas?” Mengerti tatapan sang istri yang mencemaskannya, Raja pun menanggapi, “Aku baik-baik saja, tidak ada luka sedikitpun di tubuhku.” Sementara, Nugraha masih mematung di tempat. Dia masih belum menyangka bahwa menantunya itu adalah putra Banara Darmendhara. “Aku sudah menyuruh Anton untuk menghukum semua orang yang berani mengganggu kebahagiaan kita, termasuk Shinta dan Kakaknya,” ucap Raja. Lalu menoleh ke arah Nugraha. “juga Marcel dan Ferdi.” Nugraha yang tidak mengerti pun bertanya, “Maksudnya?” “Sepuluh menit yang lalu Prince Group telah memutus kontrak kerja sama dengan perusahaan WNE Group.
“Malam ini juga Bagas harus menghadapiku!” seru Raja. “Aku juga akan menghukumnya!” sahut Nugraha yang tak kalah murkanya. Ayyara yang bediri di tengah-tengah mereka pun berkata, “Kakek belum sembuh total. Biarkan Mas Raja yang menanganinya.” “Tidak. Kakek mau ikut. Aku–” “Ara benar. Sebaiknya Kakek tidak perlu ikut,” potong Raja. “serahkan semua urusan ini kepadaku.” “Baiklah.” Nugraha berujung mengalah. Raja menoleh ke arah Anton, “Apakah kamu sudah merekamnya?” Anton mengangguk cepat, “Sudah, Pak.” “Kirimkan rekamannya kepadaku,” pinta Raja. *** Bagas mengetahui kalau Jamal dan teman-temannya tertangkap dan diadili. Namun, saat ini dia sama sekali tidak panik. Dia sudah memiliki rencana untuk mengantisipasinya. Bahkan di saat ini dia bermain dengan wanita jalang di sebuah kamar. Tanpa Bagas sadari, di luar sana Raja dan orang-orangnya berhasil melumpuhkan semua anak buahnya yang ditugaskan untuk menjaganya. BRAK! Bagas dan wanita jalangnya spontan menoleh ke arah pintu
“Berlatih menembak,” ucap Anton. Tubuh Jamal semakin begetar hebat, “Saya mohon, Pak. Jangan jadikan saya kelinci percobaan.” Jamal tampak begitu panik melihat tangan Anton mulai terangkat dan mengarahkan pistol ke arah apel yang berada di atasnya, “Saya akan jujur. Saya akan mengatakan siapa yang telah menyuruh saya.” Sudut bibir Anton terangkat, memang ini adalah rencananya untuk memaksa Jamal mengakui segalanya. “Saya janji,” ulang Jamal mencoba meyakinkan Anton. Jamal tak punya pilihan lain. Dia tidak bisa terus-menerus mempertahankan pendiriannya jika tidak ingin nyawanya yang melayang. “Penawaran yang sangat menarik. Tapi jika sekali saja kamu berbohong, aku tidak segan-segan membunuhmu!” seru Anton sambil menempelkan moncong pistol tepat di dahi Jamal. “bukan apel lagi, tapi peluruku akan menembus kepalamu!” “Ba-ik, Pak. Saya akan jujur.” Suara Jamal nyaris tak terdengar karena diselimuti rasa takut yang membesar. “Cepat katakan, Jamal! Jangan bertele-tele!” geram Anton.
“Halo, Pak Raja … Saya sudah berhasil menjalankan tugas dari Pak Raja,” ucap Anton di seberang telepon. Nugraha yang mendengarnya pun merasa terheran-heran. Raja yang sedari tadi mengintip di balik pintu, dia pun masuk kembali dan menghampiri Nugraha. “Lakukan sesuai rencana, Anton,” ucap Raja yang sudah berdiri di samping Nugraha. “Baik, Pak,” jawab Anton, dan setelahnya telepon terputus. Nugraha yang kebingungan pun menatap Raja dengan ekspresi yang begitu serius, “Siapa kamu?” “Aku suami Ayyara, menantu Kakek,” jawab Raja. “Jawab yang jujur. Siapa kamu sebenarnya?” tanya Nugraha. “Aku Raja Elvano Darmendhara. Putra Banara Darmendhara,” jawab Raja serius. “Kamu jangan bercanda.” Raut wajah Nugraha memerah. “Mas Raja nggak bohong, Kek,” sahut Ayyara yang muncul dari luar dan berjalan mendekat. “Mas Raja adalah putra Ayah Banara Darmendhara, pemilik Darmendhara Group.” Nugraha tercengang mendengarnya, tetapi dia masih menganggap Raja dan Ayyara telah berbohong. “Candaan ka
“Siapa kamu?” tanya Nugraha.Ayyara merasa heran dengan pertanyaan Nugraha, karena pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja. Dia takut sang Kakek lupa ingatan.“Apa Kakek saya baik-baik saja?” tanya Ayyara kepada si perawat yang sudah berdiri di sampingnya.Si perawat itu menatap Nugraha dengan senyuman ramah, “Maaf, Pak. Nama Bapak siapa?”“Nugraha.”“Dan mereka siapa?” Perawat itu menunjuk ke arah pasangan suami-istri.“Ayyara dan Raja, menantuku,” jawab Nugraha.Ayyara tersenyum, merasa tidak ada masalah dengan ingatan Nugraha. Sementara, perawat itu memeriksa keadaan sang Kakek secara keseluruhan.“Kepala Bapak terluka. Jadi jangan banyak bergerak dulu,” ucap perawat itu setelah selesai melakukan pemeriksaan.“Terima kasih,” balas Nugraha, dan perawat itu pergi dari ruangan setelah berpamitan.Usai kepergian si perawat, Nugraha menatap Raja yang berdiri di samping Ayyara.“Raja? Jujurlah kepada Kakek. Kenapa kamu bersama dengan Pak Anton waktu menyelamatkanku?” tanya Nugraha.“
Raja dan Anton segera masuk ke mobil. Hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit, mereka sudah sampai di sebuah aprtemen, tempat Nugraha dibawa.Raja langsung turun dari mobil, diikuti Anton dan anak buahnya.Sementara, di dalam apartemen Jamal dan teman-temannya tampak terlihat panik bukan main. Pasalnya mereka tahu kalau orang-orangnya Nugraha sedang menuju ke tempatnya.Tak ingin celaka, mereka pun menggunakan Nugraha sebagai tameng untuk menyelamatkan diri.BRAK!Sontak semua mata menoleh ke arah pintu yang di dobrak. Jamal pun langsung menempelkan pistol ke pelipis Nugraha yang terikat tak sadarkan diri di kursi.Raja yang melihat wajah Nugraha yang dipenuhi darah, seketika aura mengerikan begitu kental menguar dari dirinya.“Jangan berani mendekat! Atau kalian akan melihat Nugraha mati di tanganku!” ancam Jamal penuh mengintimidasi, walau dia sendiri sebenarnya agak gentar menghadapi Raja dan anton beserta anak buahnya.“Kamu telah melakukan kesalahan besar, Jamal!” seru Anton
“Kurang ajar!” pekik Jamal tanpa dia sadari belum memutus sambungan telepon. “Anda mau mati, hah?!” Tentu saja di seberang sana Ayyara yang mendengarnya seketika berteriak, “Kakek?! Siapa kalian?!” Jamal kaget dan baru menyadari kecerobohannya, tetapi karena terlanjur dia pun berterus terang, “Kakekmu akan mati di tanganku!” Usai mengatakan itu, Jamal seketika memutus sambungan telepon sepihak. Dia lalu menatap Nugraha dengan tatapan penuh amarah. “Aku tidak sekedar berbual! Malam ini anda harus mati!” Nugraha malah membalasnya dengan cengiran lebar. Dia sama sekali tidak terlihat takut. Dia tahu setelah ini Ayyara akan meminta bantuan Anton untuk melacak keberadaannya, entah itu dirinya dalam keadaan selamat ataupun mati. “Kamu ingin membunuhku? Silahkan. Tapi nyawa dibayar nyawa. Aku mati, kalian juga pasti akan mati! Cucuku punya hubungan dekat dengan Pak Anton,” ucap Nugraha. Situasinya kini berubah, justru sekarang Jamal dan teman-temannya yang terlihat panik-sepaniknya. “
“Kali ini kamu menang. Tapi ilmu wing chungku akan mematahkan tulangmu!” seru pria itu sambil menggerak-gerakkan tangannya. Melihat Raja hanya terdiam, pria itu mulai maju menyerangnya. “Kamu tidak akan bisa menahan gempuran pukulanku!” Raja menangkis serangan demi serangan yang mengandalkan teknik kecepatan tangan. Awalnya dia kewalahan, tetapi akhirnya dia dapat mengimbanginya. Raja yang tak ingin bermain-main, ketika ada kesempatan dia langsung menyarangkan pukulan di dada lawannya hingga terpental ke belakang. Para penjahat lagi-lagi dibuat terkejut. Mereka berulang kali menggeleng-geleng tak percaya melihat Raja juga memiliki ilmu whing chung. Bahkan pergerakannya lebih cepat dan gesit. “Tidak masuk akal,” gumam pimpinan penjahat tanpa disadari. Sementara, Ayyara berhasil membuka pintu mobil dan mengambil ponselnya. Dia lalu cepat menjauh dan berdiri di tempat asalnya agar mereka tidak curiga. Secara diam-diam, dia pun mengirim pesan kepada Anton untuk meminta bantuan. “B
Ancaman pria itu tampak tidak main-main, membuat Ayyara yang mendengarnya semakin mengkhawatirkan keselamatan Raja. Dia berulang kali menarik tangan sang suami untuk cepat-cepat berlari masuk ke dalam mobil. Namun, suamimya malah merespon dengan segurat senyuman sembari menggelengkan kepalanya. “Kalau lari, mereka justru akan menembak kita,” bisik Raja. Ayyara baru menyadari kebodohannya. Dia pun akhirnya menatap tajam kepada para penjahat. “Pergi! Jangan sakiti suamiku!” Teriaknya, walaupun keringat dingin mulai membasahi dahi. Teriakan Ayyara mulai menarik perhatian beberapa orang. Namun, pimpinan penajahat itu dengan mudah mengatasinya. Dia tersenyum kepada orang-orang yang berada di sekitar sana, “Maaf menganggu. Kami hanya berakting buat film pendek.” Benar saja, semua orang percaya dan hanya berlalu lalang tanpa curiga lagi. Selepas itu, pimpinan penjahat kembali menatap Ayyara, “Gampang sih. Kalau suamimu tidak ingin disakiti, ikutlah dengan kami,” ucapnya sambil sesekal