"Aku juga belum bisa memastikannya, lebih baik kalian pulang dulu ke Racoon, bawahanku sedang menyelidikinya," balas Tuan Arthur. Terlihat kesedihan di wajah Kenny, ekspresi itu membuat ketiga pria yang ada didekatnya merasa heran. Entah apa yang tengah Kenny rasakan. "Kenapa kau bersedih? Tenanglah, siapapun itu pasti kami akan mendapatkannya," ucap Tuan Arthur. "Bukan begitu, Kek. Aku hanya sedih jika harus meninggalkan kalian. Maafkan aku yang belum bisa mebemani kalian tinggal di sini," balas Kenny dengan wajah tertunduk. Tuan Jacob terkekeh, begitupun dengan Tuan Arthur. "Aku pikir kenapa, kami tak masalah, asal kau dan Austin tak melupakan kami," ucap Tuan Jacob. "Aku pasti akan merindukan kalian," balas Kenny. "Habiskan makananmu," perintah Tuan Arthur. Semuanya melanjutkan makan dalam diam, sesekali Kenny melirik ke arah suaminya. Terlihat Austin sedang serius dengan makanannya, bahkan pria itu makan dengan lahap. Kenny dan Austin akhirnya kembali ke Racoon City, Kenny
"Ya, aku yakin. Aku ingin memberikan pelajaran pada Mommy jika sesuatu tak harus diukur dengan materi," balas Kenny. Austin tak banyak bicara lagi, ia terus mengemudikan mobilnya menuju kantor AK Fashion. Peter dan para desainer sudah mulai memenuhi ruang rapat, mereka semua cemas karena desain yang seharusnya menjadi produk utama dicuri. Austin dan Kenny sudah tiba di kantor, dan langsung menuju ruang rapat. Terlihat para pegawai dengan antusias menyambut kedatangan Austin. "Akhirnya kau datang juga," ucap Peter lega saat Austin memasuki ruangan. "Berapa desain yang telah dicuri?" tanya Austin. "Tiga, dan ketiga desain itu adalah desain utama kita untuk peluncuran edisi bulan depan," balas Peter. "Apa kau sudah dapat pelakunya?" "Laura Prigel, wanita yang kau selamatkan dari sekapan pamanmu," balas Peter yakin. Karena Laura menghilang setelah desain itu dicuri. Terlebih lagi Peter mendapati pergerakan Laura yang mengacu pada Robert, sudah bisa dipastikan jika Laura bekerja sa
"Sudah aku duga, sekarang kau ada di mana?" tanya Austin. "Aku sekarang berada di kantor polisi, aku sudah memohon pada Hery tapi ia bersikeras dengan keinginannya.""Kau pulanglah, nanti aku urus. Kemungkinan besok aku pulang," balas Austin. 'Semoga saja aku yang memenangkan pemilihan itu,' sambungnya dalam hati. "Baiklah, kau hati-hati di sana." Sambungan telpon tertutup, tanpa Austin sadari Tuan Arthur sudah tak ada di tempatnya lagi. Austin langsung ke ruang kerja kakeknya, dan mencari data para pemegang saham. Tak boleh ada waktu yang terbuang sia-sia, ia masih sayang dengan nyawanya. "Semoga mereka mau memihakku," batin Austin saat sudah menemukan data para pemegang saham Jacob Company. Pria itu membawa berkas bersamanya, mendatangi satu persatu para pemegang saham. Mobil melintas diiringi oleh para pengawal Arthur, sepanjang perjalanan ia merasa cemas. Belum lagi dengan Julie yang berada di dalam penjara."Maaf, Mom. Bukan aku tak ingin membebaskanmu sekarang, tapi ada hal
"Kakek! Jadi kau pemilik saham terbesar itu?" tanya Austin terkejut. Keterkejutan Austin membuat tubuh Robert bergetar, ia mentap Austin dan Tuan Arthur bergantian. Pria paruh baya itu menggelengkan kepalanya, tak percaya dengan kenyataan yang kini dihadapi. Tuan Arthur mendapatkan saham Jacob dari perjanjiannya dulu dengan Robert. Tuan Jacob yang sudah mengetahuinya langsung mempercayakan sahamnya pada Tuan Arthur. Ia tak mungkin mengurusi perusahaan dengan kondisinya, terlebih Austin tak mau memimpin perusahaan setelah ia mengusir Robert. "Ya, aku pemilik saham terbesar di sini. Bahkan saham Jacob sudah beralih padaku," balas Tuan Arthur sambil tersenyum pada Austin. "K-kakek?" ucap Robert dengan tubuh bergetar. Tuan Arthur mendekat dengan memberikan tatapan tajamnya pada Robert. "Ya, aku kakeknya. Dan aku tak akan membiarkan cucuku meminum racun pemberianmu. Enak saja kau ingin merampas nyawanya setelah lama aku tak menemukannya." "B-bagaimana bisa?" Tuan Arthur menyunggingka
"Mana menantuku yang kaya raya itu?" tanya Julie saat sudah sadarkan diri. Wanita itu langsung mencari keberadaan Austin di kediaman Thomson. Austin dan yang lainnya sedang berada di ruang keluarga, tentu saja Austin mendengar suara teriakan Julie yang menggema di mansion itu. "Lihatlah anakmu, dia sangat antusias sekali mencari menantunya," ucap Tuan Thomson pada istrinya. Nyonya Thomson mengembuskan napasnya lelah. Ia menatap Tuan Jacob dan juga Tuan Arthur. " Maafkan perbuatan putriku pada cucu kalian, kami pun tak tahu harus bersikap bagaimana dengan sifatnya," ucap Nyonya Thomson sambil menundukkan pandangannya. Wanita tua itu merasa sedih dengan sikap yang Julie miliki, ia tak tahu harus meletakkan wajahnya di mana pada Tuan Jacob dan Tuan Arthur. Julie semakin mendekat, bahkan langkahnya terskesan terburu-buru. Sorot matanya berbinar bahagia melihat menantu yang status sosialnya tak pernah ia bayangkan. "Kenapa kau tak bilang jika kau adalah pewaris Jacob dan Arthur Compan
"Minggir kau!" Tuan Arthur sudah gelap mata, ia tak peduli dengan permohonan Nyonya Thomson. Kakinya melangkah lebih dekat, menyingkirkan Nyonya Thomson yang menghalangi tubuh Julie. Seketika Julie membeku melihat kemarahan dari Tuan Arthur, matanya membola dengan keterkejutannya. Tuan Arthur mencengkeram wajah Julie dengan memberikan hawa panas yang luar biasa. "Argh!...." teriak Julie saat merasakan kulitnya melepuh akibat hawa panas yang disalurkan dari telapak tangan Tuan Arthur. "Cukup, Kek." Austin menarik lengan Tuan Arthur yang kini masih memberikan kesakitan pada Ibu mertuanya. Kenny dan yang lainya terkejut melihat sikap kejam Tuan Arthur. Wanita itu tak tega melihat rintihan memilukan yang Julie teriakkan. Wajah Julie terbakar sebagian, darah mulai membasahi tangan Tuan Arthur. Permintaan Austin masih didengar, ia melepaskan cengkeramannya pada wajah Julie. "Aku akan memaafkanmu, semoga luka di wajahmu bisa membuatmu ingat siapa pria yang telah kau hina. Bersikaplah s
"Semua keturunan Arthur akan mati termasuk anak yang ada di dalam kandungan." Austin mengambil kertas yang dijatuhkan Kenny dan membacanya dengan suara lantang. Sontak Tuan Arthur dan Tuan Jacob terkejut saat mendengarnya, lebih terkejutnya lagi drone itu masuk begitu saja padahal kedua tetua sudah memberikan keamanan ketat di mansion itu. Austin langsung meraih tubuh Kenny yang kini bergetar hebat, ia memeluknya, memberikan ketenangan pada sang istri. "A-apakah itu benar? Apakah kita semua akan mati?" tanya Kenny dengan suara bergetar. "Tidak, tidak akan ada yang bisa menyentuh kita. Kau tenang saja, lebih baik kalian ke kamar, biar aku yang mencari tahu siapa yang mengirim drone ini ke sini," balas Tuan Arthur sambil meremas drone yang kini ada di cenkeramannya. "Tenanglah, ada kami di sini, kau dan anak kita akan baik-baik saja," timpal Austin sambil mengelus punggung istrinya. Kenny menganggukkan kepalanya, ia mengikuti langkah Austin menuju kamar. Dalam langkah itu terdapa
"Baik, Tuan," balas pengawal Arthur. Para wartawan berhamburan, mencari tempat berlindung dari tembakan yang terus mengarah ke arah mereka. Entah siapa pelaku yang ada di balik penembakan itu, yang pasti hanya ada satu orang yang terus memuntahkan peluru dari jarak jauh. "Tuan, ada sniper di gedung seberang." tunjuk pengawal Arthur saat melihat satu sniper tengah membidik Austin yang masih berada di ruangan itu.Tuan Arthur memokuskan penglihaatannya, lalu menunjuk dengan satu jari ke arah sniper itu. Bagai laser yang mematikan, garis cahaya biru meluncur mengarah ke tubuh sniper. Bidikan Tuan Arthur tepat mengenai kening sniper tersebut. Para hadirin dan para reporter terperangah dengan kekuatan Tuan Arthur yang diperlihatkan di hadapan publik. Sayangnya tak ada satupun reporter yang merekam aksi tuan Arthur, semua tertegun tanpa bergerak layaknya patung. "Ambil jasadnya, dan bawa padaku," perintah Tuan Arthur. Austin pun tak kalah takjub dengan kekuatan yang dimiliki kakeknya.