"Kakek! Jadi kau pemilik saham terbesar itu?" tanya Austin terkejut. Keterkejutan Austin membuat tubuh Robert bergetar, ia mentap Austin dan Tuan Arthur bergantian. Pria paruh baya itu menggelengkan kepalanya, tak percaya dengan kenyataan yang kini dihadapi. Tuan Arthur mendapatkan saham Jacob dari perjanjiannya dulu dengan Robert. Tuan Jacob yang sudah mengetahuinya langsung mempercayakan sahamnya pada Tuan Arthur. Ia tak mungkin mengurusi perusahaan dengan kondisinya, terlebih Austin tak mau memimpin perusahaan setelah ia mengusir Robert. "Ya, aku pemilik saham terbesar di sini. Bahkan saham Jacob sudah beralih padaku," balas Tuan Arthur sambil tersenyum pada Austin. "K-kakek?" ucap Robert dengan tubuh bergetar. Tuan Arthur mendekat dengan memberikan tatapan tajamnya pada Robert. "Ya, aku kakeknya. Dan aku tak akan membiarkan cucuku meminum racun pemberianmu. Enak saja kau ingin merampas nyawanya setelah lama aku tak menemukannya." "B-bagaimana bisa?" Tuan Arthur menyunggingka
"Mana menantuku yang kaya raya itu?" tanya Julie saat sudah sadarkan diri. Wanita itu langsung mencari keberadaan Austin di kediaman Thomson. Austin dan yang lainnya sedang berada di ruang keluarga, tentu saja Austin mendengar suara teriakan Julie yang menggema di mansion itu. "Lihatlah anakmu, dia sangat antusias sekali mencari menantunya," ucap Tuan Thomson pada istrinya. Nyonya Thomson mengembuskan napasnya lelah. Ia menatap Tuan Jacob dan juga Tuan Arthur. " Maafkan perbuatan putriku pada cucu kalian, kami pun tak tahu harus bersikap bagaimana dengan sifatnya," ucap Nyonya Thomson sambil menundukkan pandangannya. Wanita tua itu merasa sedih dengan sikap yang Julie miliki, ia tak tahu harus meletakkan wajahnya di mana pada Tuan Jacob dan Tuan Arthur. Julie semakin mendekat, bahkan langkahnya terskesan terburu-buru. Sorot matanya berbinar bahagia melihat menantu yang status sosialnya tak pernah ia bayangkan. "Kenapa kau tak bilang jika kau adalah pewaris Jacob dan Arthur Compan
"Minggir kau!" Tuan Arthur sudah gelap mata, ia tak peduli dengan permohonan Nyonya Thomson. Kakinya melangkah lebih dekat, menyingkirkan Nyonya Thomson yang menghalangi tubuh Julie. Seketika Julie membeku melihat kemarahan dari Tuan Arthur, matanya membola dengan keterkejutannya. Tuan Arthur mencengkeram wajah Julie dengan memberikan hawa panas yang luar biasa. "Argh!...." teriak Julie saat merasakan kulitnya melepuh akibat hawa panas yang disalurkan dari telapak tangan Tuan Arthur. "Cukup, Kek." Austin menarik lengan Tuan Arthur yang kini masih memberikan kesakitan pada Ibu mertuanya. Kenny dan yang lainya terkejut melihat sikap kejam Tuan Arthur. Wanita itu tak tega melihat rintihan memilukan yang Julie teriakkan. Wajah Julie terbakar sebagian, darah mulai membasahi tangan Tuan Arthur. Permintaan Austin masih didengar, ia melepaskan cengkeramannya pada wajah Julie. "Aku akan memaafkanmu, semoga luka di wajahmu bisa membuatmu ingat siapa pria yang telah kau hina. Bersikaplah s
"Semua keturunan Arthur akan mati termasuk anak yang ada di dalam kandungan." Austin mengambil kertas yang dijatuhkan Kenny dan membacanya dengan suara lantang. Sontak Tuan Arthur dan Tuan Jacob terkejut saat mendengarnya, lebih terkejutnya lagi drone itu masuk begitu saja padahal kedua tetua sudah memberikan keamanan ketat di mansion itu. Austin langsung meraih tubuh Kenny yang kini bergetar hebat, ia memeluknya, memberikan ketenangan pada sang istri. "A-apakah itu benar? Apakah kita semua akan mati?" tanya Kenny dengan suara bergetar. "Tidak, tidak akan ada yang bisa menyentuh kita. Kau tenang saja, lebih baik kalian ke kamar, biar aku yang mencari tahu siapa yang mengirim drone ini ke sini," balas Tuan Arthur sambil meremas drone yang kini ada di cenkeramannya. "Tenanglah, ada kami di sini, kau dan anak kita akan baik-baik saja," timpal Austin sambil mengelus punggung istrinya. Kenny menganggukkan kepalanya, ia mengikuti langkah Austin menuju kamar. Dalam langkah itu terdapa
"Baik, Tuan," balas pengawal Arthur. Para wartawan berhamburan, mencari tempat berlindung dari tembakan yang terus mengarah ke arah mereka. Entah siapa pelaku yang ada di balik penembakan itu, yang pasti hanya ada satu orang yang terus memuntahkan peluru dari jarak jauh. "Tuan, ada sniper di gedung seberang." tunjuk pengawal Arthur saat melihat satu sniper tengah membidik Austin yang masih berada di ruangan itu.Tuan Arthur memokuskan penglihaatannya, lalu menunjuk dengan satu jari ke arah sniper itu. Bagai laser yang mematikan, garis cahaya biru meluncur mengarah ke tubuh sniper. Bidikan Tuan Arthur tepat mengenai kening sniper tersebut. Para hadirin dan para reporter terperangah dengan kekuatan Tuan Arthur yang diperlihatkan di hadapan publik. Sayangnya tak ada satupun reporter yang merekam aksi tuan Arthur, semua tertegun tanpa bergerak layaknya patung. "Ambil jasadnya, dan bawa padaku," perintah Tuan Arthur. Austin pun tak kalah takjub dengan kekuatan yang dimiliki kakeknya.
"Tak usah kau pikirkan, lebih baik kau kembali ke perusahaan. Hari ini ada pertemuan dengan klien baru, kita akan bekerjasama dengan mereka," ucap Tuan Arthur. "Baiklah, aku titip Kenny," balas Austin. Austin kembali ke perusahaan, tuan Arthur memberikan pengawalan ketat di mansion juga pada Austin, cucu kesayangannya. Pria muda itu kembali ke perusahaan hendak menghadiri rapat pertemuan dengan klien baru yang akan bekerjasama dengannya. Sampai saat ini Tuan Arthur tak memberitahu siapa klien itu, bahkan pria tua itu hanya mengetahui namanya saja, tidak dengan wajah klien yang akan ditemui Austin. Klien misterius yang selama ini tak pernah menunjukkan wajahnya di hadapan publik, kekayaan yang dimilikinya hampir setara dengan kekayaan Tuan Arthur. "Apakah Tuan Palmer sudah datang?" tanya Austin pada Peter. Peter yang bertugas menjadi asisten pribadi sudah memegang semua jadwal pekerjaan yang akan Austin lakukan. Bahkan Peter sendiri yang berkomunikasi pada asisten klien mereka. "
"Daddy!... aku sangat merindukanmu... apakah kau tak merindukanku?" tanya Aurel sambil berlari ke arah Austin. Lea hanya menatap anaknya saja, tak mengentikan langka kecilnya. Wanita itu sengaja datang karena sang anak terus merengek meminta untuk bertemu Austin. Terlebih ia tahu jika hari ini Austin berada di perusahaannya. "Ya... aku merindukanmu," balas Austin dengan wajah datar. Ia ingin menolak kedatangan anak kecil itu, tapi hati tak sanggup menyakiti seorang anak yang tak tahu menahu permasalahan orang dewasa. Austin hanya ingin menjauh agar Kenny tak berpikir buruk pada hubungannya dan Lea. Tanpa mereka sadari, Kenny yang merasa bosan sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Wanita itu sangat mencemaskan suaminya, bahkan ia meminta Tuan Arthur untuk mengantarnya. Tentu Tuan Arthur tak menolak permintaan Ibu hamil itu. "Maaf Nyonya, anda tidak diperbolehkan masuk," ucap karyawan yang duduk di depan ruangan Austin. Kenny mengerenyitkan keningnya, ia hanya berjalan sendir
"Seperti yang kalian lihat, hanya kekuatan otot biasa," balas Tuan Palmer. Austin tak percaya dengan perkataan Tuan Palmer, ia merasa Tuan Palmer memiliki kekuatan yang sangat luar biasa di tubuhnya. Tak sembarang orang yang mampu menghentikan mobil begitu saja, bahkan hanya dengan satu tangan. "Sekali lagi aku berterima kasih padamu," ucap Austin lagi. "Tunggu!... Kalian akan datang ke pesta ulang tahun adikku kan? Aku akan sangat berterima kasih jika kalian berkenan datang ke Gotham malam ini," tanya Tian Palmer. Madripoor City dan Gotham City hanya berjarak beberapa ratus kilometer saja. Kedua kota itu bertetanggaan, bahkan bisa ditempuh dengan menggunakan mobil. "Baiklah, akan aku usahakan datang malam ini," balas Austin. Pria itu berniat tak akan datang ke acara pesta yang menurutnya tak penting, tapi aksi Tuan Palmer membuatnya merasa berhutang budi. Kenny yang ada di samping Austin hanya mendengarkan saja. Ia menundukkan tubuhnya pada tuan Palmer saat Austin membawanya m