"Tak usah kau pikirkan, lebih baik kau kembali ke perusahaan. Hari ini ada pertemuan dengan klien baru, kita akan bekerjasama dengan mereka," ucap Tuan Arthur. "Baiklah, aku titip Kenny," balas Austin. Austin kembali ke perusahaan, tuan Arthur memberikan pengawalan ketat di mansion juga pada Austin, cucu kesayangannya. Pria muda itu kembali ke perusahaan hendak menghadiri rapat pertemuan dengan klien baru yang akan bekerjasama dengannya. Sampai saat ini Tuan Arthur tak memberitahu siapa klien itu, bahkan pria tua itu hanya mengetahui namanya saja, tidak dengan wajah klien yang akan ditemui Austin. Klien misterius yang selama ini tak pernah menunjukkan wajahnya di hadapan publik, kekayaan yang dimilikinya hampir setara dengan kekayaan Tuan Arthur. "Apakah Tuan Palmer sudah datang?" tanya Austin pada Peter. Peter yang bertugas menjadi asisten pribadi sudah memegang semua jadwal pekerjaan yang akan Austin lakukan. Bahkan Peter sendiri yang berkomunikasi pada asisten klien mereka. "
"Daddy!... aku sangat merindukanmu... apakah kau tak merindukanku?" tanya Aurel sambil berlari ke arah Austin. Lea hanya menatap anaknya saja, tak mengentikan langka kecilnya. Wanita itu sengaja datang karena sang anak terus merengek meminta untuk bertemu Austin. Terlebih ia tahu jika hari ini Austin berada di perusahaannya. "Ya... aku merindukanmu," balas Austin dengan wajah datar. Ia ingin menolak kedatangan anak kecil itu, tapi hati tak sanggup menyakiti seorang anak yang tak tahu menahu permasalahan orang dewasa. Austin hanya ingin menjauh agar Kenny tak berpikir buruk pada hubungannya dan Lea. Tanpa mereka sadari, Kenny yang merasa bosan sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Wanita itu sangat mencemaskan suaminya, bahkan ia meminta Tuan Arthur untuk mengantarnya. Tentu Tuan Arthur tak menolak permintaan Ibu hamil itu. "Maaf Nyonya, anda tidak diperbolehkan masuk," ucap karyawan yang duduk di depan ruangan Austin. Kenny mengerenyitkan keningnya, ia hanya berjalan sendir
"Seperti yang kalian lihat, hanya kekuatan otot biasa," balas Tuan Palmer. Austin tak percaya dengan perkataan Tuan Palmer, ia merasa Tuan Palmer memiliki kekuatan yang sangat luar biasa di tubuhnya. Tak sembarang orang yang mampu menghentikan mobil begitu saja, bahkan hanya dengan satu tangan. "Sekali lagi aku berterima kasih padamu," ucap Austin lagi. "Tunggu!... Kalian akan datang ke pesta ulang tahun adikku kan? Aku akan sangat berterima kasih jika kalian berkenan datang ke Gotham malam ini," tanya Tian Palmer. Madripoor City dan Gotham City hanya berjarak beberapa ratus kilometer saja. Kedua kota itu bertetanggaan, bahkan bisa ditempuh dengan menggunakan mobil. "Baiklah, akan aku usahakan datang malam ini," balas Austin. Pria itu berniat tak akan datang ke acara pesta yang menurutnya tak penting, tapi aksi Tuan Palmer membuatnya merasa berhutang budi. Kenny yang ada di samping Austin hanya mendengarkan saja. Ia menundukkan tubuhnya pada tuan Palmer saat Austin membawanya m
"Apa yang terjadi?" tanya Austin saat melihat wajah kesal Kenny. "Apakah kau tak ingin mengklarifikasi siapa diriku di hadapan mereka? Mereka menganggapku simpananmu," tanya Kenny dengan wajah kesal. Austin mengembuskan napasnya, entah kesialan apa yang ia dapatkan, hingga Lea dan anaknya menghadiri acara ulang tahun adik Tuan Palmer. Terlihat Lea sedang berbincang dengan tamu lainya, bahkan tak sedikit tamu wanita menatap sinis ke arah Kenny. Keributan di kantor tadi membuat banyak karyawan yang berasumsi dengan pemikirannya sendiri. Bahkan tak sedikit dari mereka yang bergosip, dan memberikan berita tak akurat pada wartawan. "Selamat datang, Tuan Arthob. Senang melihatmu di sini," sapa salah satu tamu pria dengan pakaian perlente. "Ya... terima kasih," balas Austin. "Siapa wanita cantik di sebelah anda? Bolehkan kita berkenalan?" tanya pria itu mengulurkan tangannya pada Kenny. "Dia istriku!" timpal Austin menarik pinggang Kenny ke arahnya. "Istri? Bukankah dia istri dan ana
"Pembangunan hotelmu mengalami kekacauan, aku akan ke sana, kau tunggulah di sini," ucap Austin saat Kenny keluar dari kamar mandi.Kenny mengerenyitkan kening dan menghentikan pergerakan tangan yang sedang mengeringkan rambutnya. "Apa yang terjadi? Kekacauan apa?" tanya Kenny penasaran."Pembangunan gedung B mengalami kegagalan, Tuan Jack baru saja menelponku. Aku akan ke sana membantu para korban yang tertimbun.""Aku ikut!" ucapnya cepat."Tidak! Kau tunggu di sini. Di sana bahaya," tolak Austin.Mau tak mau Kenny mematuhi larangan sang suami, Austin hanya ingin Kenny dan anak yang ada di dalam kandungan sang istri baik-baik saja. Austin menarik pinggang Kenny dan mengecup keningnya sebelum meninggalkan Royal Gold hotel.Austin menuju pembangunan hotel Thomson dengan mobil yang telah disediakan hotel, bahkan ia mengemudikan mobil itu sendiri. Sepanjang perjalanan tak hentinya ia memantau perkembangan di lokasi memalui ponsel yang terhubung dengan Tuan Jack.Tak membutuhkan waktu la
"Tak ada hal lain yang bisa kita lakukan, aku akan menggunakan kekuatanku saat kita mendarat nanti," balas Austin.Tanpa memberi aba-aba, Austin langsung terjun ke bawah bersama dengan tubuh sang istri dipelukannya. Kenny terus berteriak saat tubuh berada di udara sambil memejamkan mata. Tangannya pun tak kalah erat membalas pelukan sang suami, ketakutan kian menguasai hatinya."Buka matamu, nikmati pemandangan ini," ucap Austin saat sang istri diliputi kecemasan yang sangat luar biasa. "Kau gila! Aku takut!" balas Kenny dengan berteriak.Austin menyunggingkan senyumnya, ia berhasil menekan gravitasi dengan kekuatan angin yang ia miliki. Saat ini Austin memilih mendarat di salah satu batang pohon besar di hutan itu. Pohon tertinggi yang dapat melihat keindahan kota Madripoor dari atas ketinggian."Bukalah matamu, aku akan menjagamu," pinta Austin lagi.Kenny memberanikan diri membuka matanya, ia tercengang saat diri sudah berada di atas batang pohon besar yang mampu menopang tubuh me
"Apakah kita akan mati di sini?" gumam Kenny takut."Tidak akan, kau tetap berada di dekatku," pinta Austin.Austin menajamkan penglihatnya di dalam goa yang penerangannya sangat minim. Lalu ia mengangkat telapak tangan dan mengeluarkan api untuk membantunya melihat sekitar. Matanya membola takjub saat melihat puluhan singa duduk dengan rapi begitu api telah menyala. Bahkan singa yang mengejarnya pun tak berkutik, hanya duduk sambil memandangi Austin."A-apa yang terjadi?" tanya kenny tak percaya dengan penglihatannya.Padahal belum lama ini para singa mengaum, menunjukkan taring dan menganggap mereka mangsa. Tak berbeda jauh dengan Austin, Kenny pun merasa bingung dengan situasi yang kini dihadapinya. Austin memberanikan diri mendekati singa bertubuh besar, masih dengan api yang menyala di tangannya. Singa pertubuh besar itupun bangkit dari posisinya, ia bejalan perlahan mengahampiri Austin dan Kenny yang kian mendekat. Tanpa diduga singa besar itu bersikap manja di bawah kaki Austi
"Sekte mereka sudah hancur karena peperangan, kemudian mereka yang selamat membentuk satu organisasi bernama Perneco. Tapi organisasi itupun sudah dilumpuhkan oleh Tuan Arthur karena membahayakan keselamatan dunia. Bahkan desa kami sempat mendapat pembataian dari organisasi itu, beruntung Tuan Arthur mau membantu kami," balas Tuan Aldrik. "Ternyata organisasi yang sama seperti yang Kakek ceritakan, apakah masih ada keturunan dari organisasi itu yang masih hidup?" tanya Austin. "Sepertinya tidak ada karena Tuan Arthur dan aku sendiri yang membinasakan semua keturunan mereka agar tak menjadi ancaman di masa depan," balas Tuan Aldrik yakin. "Semoga saja, aku jadi penasaran siapa dalang di balik kecelakaan kami. Jika bukan organisasi Perneco, maka siapa yang menaruh dendam pada kami?" gumam Austin masih bisa didengar Tuan Aldrik. "Apakah kalian sedang mengalami kesulitan? Kami bisa membantu jika diperlukan," ucap Tuan Aldrik. "Tidak ada, mungkin hanya kebetulan saja ada yang tak meny
"Semoga dia sudah tiada, aku ingin hidup dengan damai bersamamu dan juga putra kita," ucap Kenny penuh harap. Kenny membiarkan suaminya untuk beristirahat, sedangkan ia menunggu dengan tenang di dalam ruangan itu. Edward mulai membantu para pengawal untuk merapikan kota. Begitu juga dengan Tuan Arthur dan Peter. Meski kerusakan terlalu parah di Madripoor city, tapi mereka bisa mengendalikannya. Belum lagi kekayaan Nick yang sudah terendus oleh Tuan Arthur dan juga Peter. Keduanya mengambil alih semua perusahaan juga aset, lalu menjualnya atas persetujuan pemerintah setempat. Selama ini Nick dan juga putranya bersembunyi di perbatasan kota dengan penyamaran. Bahkan perusahaan besar atas nama Palmer bisa berdiri dengan megah tanpa terendus oleh Tuan Arthur dan pengawalnya. Keduanya menjadikan kekayaan Nick untuk memperbaiki kota, memberikan santunan pada para keluarga yang terluka juga berduka. Membangun kembali tata kota yang telah dihancurkan oleh Nick Perneco. "Pantas saja dia bi
"Tenanglah sayang, suamimu pasti akan selamat. Tuhan pasti akan membantunya," ucap Julie. Julie meraih tubuh anaknya dan menuntunnya ke bangku panjang di depan ruang tindakan. Kenny masih saja menangis dan terisak di dalam dekapan sang Ibu. Membuat Tuan Edward pun merasakan kesedihannya. Hingga tak berselang waktu lama Nyonya Aldrik keluar dengan tersenyum. Ia menghampiri Kenny dan memeluknya. "Tenanglah sayang, suamimu baik-baik saja. Dia hanya pingsan karena energinya terkuras habis. Lebih baik kita bawa suamimu ke ruang rawat sekarang," ucap Nyonya Aldrik menenangkan Kenny. "Benarkah Nyonya?" tanya Kenny sambil menghapus air matanya. "Untuk apa aku berbohong, sekarang para perawat sedang bersiap untuk membawa suamimu ke ruang rawat. Mintalah para pengawalmu untuk mengambil pakaian ganti," balas Nyonya Aldrik yang membuat hati Kenny, Julie juga Tuan Edward merasa lega. "Syukurlah, tidak ada yang harus kita cemaskan. Aku sudah panik saat melihatnya mengeluarkan banyak darah. Ak
"Sudah saatnya kau menyusul putramu," ucap Austin. "Kau membunuh putraku?! Berengsek!" maki Nick dengan tatapan penuh amarah. "Mungkin sekarang dia sudah merengang nyawa karena kekejaman pasukanku," ucap Austin sambil menyeringai. "Berengsek! Kau yang harus mati lebih dulu!" Nick langsung berdiri, memusatkan perhatiannya pada Austin lalu mengeluarkan tembakan api yang sangat luar biasa. Austin yang sudah memokuskan kekuatan juga pikirannya melompat tinggi ke udara untuk menghindari serangan Nick. Tanpa menunggu lama Austin langsung menggerakkan tongkat naga di tangannya. Serangannya tepat sasaran, kekuatan yang ia keluarkan membuat Nick tak berkutik. Belenggu darah yang ia keluarkan sama deperti Palmer saat ia menangkapnya. "Berengsek! Kekuatan apa ini?" tanya Nick terkejut dan terus berusaha melepas belenggu benang darah yang melilit tubuhnya. "Bergeraklah terus dan kau akan menyusul kematian putramu," balas Austin terkekeh. "Tapi tenang saja, aku tak akan memberimu kematian y
"Bersiaga!" perintah Austin saat melihat rombongan Perneco mulai memasuki hutan. Tuan Edwar memberikan keamanan CCTV di dekat markasnya. Semua itu untuk berjaga jika ada penyusup datang, bahkan alarm pendeteksi pun telah ia pasang untuk memberikan peringatan pada pasaukannya untuk bersiap. "Terima kasih karena kau telah mengantar nyawamu sendiri ke sini," gumam Austin sambil melihat layar yang ada di hadapannya. Pria tampan nan gagah itu turun dan menunggu Nick di gerbang markas. Ia tak akan membiarkan Nick dan pasukannya memasuki markas, apalagi menghancurkannya. Niatnya hanya menggiring Nick ke padang gersang dan membunuhnya tanpa menumbulkan kekacauan lebih. "Dad, lebih baik siagakan pasukan di depan markas. Sisakan untuk berjaga di dalam. Aku akan memastikan untuk menggiring Nick ke padang gersang," pinta Austin. "Kau tenang saja, pasukanku akan menahan mereka di sini. Kau fokus saja dengan misimu, habisi pria berengsek itu agar tak menjadi racun di kehidupan Max nanti," bala
"Apa maksudmu?" tanya Palmer takut.Ia menatap ngeri pada Austin yang kini sudah ada di hadapannya. Austin menyeringai puas melihat ketakutan Palmer, ia menjulurkan tangannya hendak meraih wajah Palmer. Tapi pria itu lebih dulu meludahi wajah Austin, hingga tanpa sadar Austin mencekik dan membuat kekuatannya keluar begitu saja."Aaa!...." erangan kesakitan terdengar di pendengaran yang lain. Hingga Austin melepaskan tangannya, karena kekesalannya itu leher Palmer terbakar. Pria itu tak kuasa menahan rasa sakitnya, bahkan tangan tak sanggup bergerak untuk menyentuh area leher."Berengsek!" maki Palmer di tengah erangannya.Austin menatap Palmer dengan penuh kebencian, ia keluar dan membasuh wajahnya yang terkena air liur pria di dalam sana. "Siksa dia semau kalian! Bersenang-senanglah dengan tubuhnya," perintah Austin pada anak buah Tuan Edward. "Baik Tuan," balas mereka."Ingat, jangan berikan kematian yang mudah padanya. Buat dia memohon kehidupannya," ucap Austin lagi memperingati
"Cepat masuk! Jangan banyak bicara!" bentak penjaga penjara. Pria bertubuh kekar itu mendorong tubuh Plamer dengan senjata laras panjang di tangannya. Austin menyeringai saat tubuh Palmer dipenjarakan di penjara khusus. "Sejak kapan Daddy memiliki penjara khusus seperti itu?" tanya Austin melihat oenjara yang hampir sama seperti penjara buatan Robert dulu. "Sudah lama, biasanya penjara itu dipakai untuk penjahat kelas tinggi. Semua itu untuk menghalaunya mencapatkan signal dan meminta bantuan dari kerabatnya," balas Tuan Edward. "Apakah penjara itu juga tahan api?" tanya Austin lagi. "Sepertinya begitu, aku membuatnya khusus menggunakan besi tebal. Agar mereka tak bisa menghancurkannya. Bahkan lantainya pun terbuat dari besi yang sama agar mereka tak bisa mengelabui kami," balas Tuan Edward. "Kau sungguh luar biasa Dad," puji Austin."Ayo kita ke lantai atas. Lebih baik kita bersantai di sana sejenak sebelum kembali ke kota," ajak Tuan Edward. Austin dan Tuan Arthur menganggukk
"Dad, kau punya markas?" tanya Kenny terkejut. Tuan Edward menganggukkan kepalanya pada Kenny. Ia tak ingin menutupi apa pun dari sang putri. "Benar, Daddy punya pasukan sendiri di sini yang dikhususkan untuk menjaga kekuarga kita. Semua itu Daddy buat untuk melindungi kalian. Tak bisa dipungkiri jika perusahaan Thomson mengundang banyak orang untuk melakukan kejahatan. Bahkan dulu ada banyak orang yang mengincarmu," balas Tuan Edward. Julie yang berada di sana pun tercengang, ia tak menyangka jika suami yang selama ini ia hinakan juga memiliki kekuatan di belakangnya. Rasa bersalah itu menyelimuti hatinya, Julie tertunduk malu dengan sikap yang ia berikan dulu pada suaminya. "Aku masih tak menyangka, kalian para pria terlalu banyak rahasia," gumam Kenny sambil menggelengkan kepalanya. "Semua itu untuk melindungi keluarga yang dikasihi. Sekarang kalian masuklah ke dalam, kami ingin ke markas daddymu," perintah Tuan Arthur pada Kenny dan Julie. Keduanya mengangagguk, Kenny membaw
"Tunggulah kehancuranmu," gumam Austin saat mengendarai mobilnya. Ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, melesat dengan para mengawalnya di belakang. Bahkan tak ada satu kendaraan pun yang bisa menghalau perjalanannya menuju kediaman Dora. Perumahan mewah dengan pengaman ketat bahkan tak mampu menghentikan rombongan Austin. Mereka tunduk saat tahu siapa yang memasuki kawasannya. "Bodoh sekali, bersembunyi di tempat seperti ini," maki Austin begitu melihat banyak penjagaan di depan rumah Dora. "Lumpuhkan mereka semua dalam diam," perintah Austin karena tak ingin membuat kegaduhan di lingukungan itu. Tapi sayang, kedatangan rombongannya sudah terendus oleh pengawal Palmer. Mereka sudah bersiaga di depan rumah dengan senjata di tangannya. Berbeda dengan Palmer yang saat ini sedang bermain gila dengan Dora. Mereka masih memacu kenikmatan sampai suara tembakan mengalihkan kegiatan mereka. "Berengsek! Apa yang terjadi?" maki Plamer tanpa menghentikan kenikmatannya. Gerakanny
"Benarkah mereka mengikuti kita sampai ke sini?" tanya Kenny cemas ambil membekap Max yang masih menatap ke arah jendela. Austin mengangguk, tak menutupi apa yang baru saja ia lihat. Pria itu langsung keluar melompati jendela dan melihat penyusup yang baru saja meregang nyawa. Austin melihat pergelangan tangan mereka, dan benar saja, inisial P ada di sana. "Perneco tidak main-main dengan dendamnya," gumam Austin. "Pengawal!" teriak Austin memanggil pengawalnya yang berjaga. Paraengawal berlarian ke arahnya, lalu tercengang melihat dua musuh yang sudah tak memiliki nyawa. Mereka menunduk, meminta maaf pada sang Tuan karena kelalaian yang mereka lakukan. "Maafkan kami Tuan, kami sangat ceroboh," ucapnya memohon ampunan. Mereka masih menundukkan wajah sebelum Austin memberikan pengampunanya. "Berjagalah, Perneco pasti akan datang lagi, bereskan mayat ini. Beruntung anakku menyadari kedatangannya," balas Austin lalu pergi dari hadapan mereka. "Baik, Tuan," balas mereka bersamaan.