“Ayo lakukan,” kata Marcel sambil menatap Ronnie lurus.“Apa-apaan sih, Cel? Jangan kurang ajar sama kakak aku!” sergah Shirley tidak terima.Marcel tidak menanggapi, sementara Ronnie sibuk berdebat dengan dirinya sendiri.“Ya sudah kalau kamu berniat ingkar janji,” kata Marcel tenang. “Orang yang melanggar sumpahnya biasanya akan terkena sial seumur hidup.”Setelah mengucapkan kalimat pamungkasnya, Marcel berbalik dan berjalan pergi meninggalkan istri dan kakak iparnya.“Kakak sih, ngapain pakai bikin tantangan?” komentar Shirley sengit. “Sekarang kalau keluarga kita ikut sial seumur hidup gimana?”Ronnie mengepalkan tangannya, masih terjadi peperangan hebat di dalam pikirannya. Harga dirinya tentu dipertaruhkan jika dia mengelap sepatu Marcel.“Gimana, Kak?” desak Shirley kesal.“Kamu diam saja kalau tidak bisa kasih solusi!” sembur Ronnie emosional, bahunya naik-turun dan dia tangannya mengepal. “Cel, tunggu!”Marcel menghentikan langkahnya yang belum terlalu jauh, kemudian menoleh
Sejak keluar dari toko dan memutuskan bergabung dengan Aldi, Marcel jarang lagi menampakkan batang hidungnya di depan keluarga Delvino.Ponsel butut Marcel juga selalu berbunyi, tapi dia tidak pernah mau ambil pusing karena yang menghubunginya selalu Shirley atau mertuanya yang menuntut dia untuk kembali secepatnya.“Saya sudah menyelesaikan percobaan bersama Venya dan tim, apa boleh saya jalan-jalan ke luar sebentar?” tanya Marcel meminta izin kepada Aldi. “Saya bosan kalau terus terkurung di sini tanpa pekerjaan.”Aldi berpikir sebentar. Marcel pikir bahwa dirinya tidak akan mungkin diberikan izin, tapi ternyata dia salah!“Anda boleh pergi ke mana saja yang Anda mau,” kata Aldi yang ketika itu disibukkan dengan denah kediaman keluarga besar Delvino yang sangat luas.“Anda serius, Pak?” tanya Marcel, sangat mencurigakan ketika Aldi dengan mudah memberikan izin kepadanya.“Asalkan Anda tetap bertindak hati-hati,” jawab Aldi dengan wajah serius. “Dengan kita sudah mulai merebut pasar
Ketika seluruh besi sudah dilempar sepenuhnya, sepasang pria dan wanita melompat turun dan berjalan mendekat.“Bagaimana? Kamu yakin ini tidak akan bikin bos marah?” tanya Wina yang berdiri paling pinggir. “Padahal pria itu sempat kita akui sebagai anak ....”“Bukankah kita harus selangkah lebih maju?” sahut Dirlan dengan mata berkilat-kilat. “Kita bilang saja ini kecelakaan tunggal, bos kan yang penting ingin membuat Marcelino tidak jadi melanjutkan kerja sama dengan Pak Aldi.”Pria dengan rambut cepak itu mengangkat bahu.“Sebaiknya kita pergi sekarang,” ajaknya. “Biar ilmuwan gadungan yang membereskan kekacauan ini.”Pasangan suami istri itu segera masuk kembali ke dalam truk, tidak lama setelahnya mereka pergi meninggalkan lokasi kejadian sebelum orang-orang berdatangan karena kekacauan yang telah mereka buat.“Pikiranku rasanya plong setelah orang yang bernama Marcel itu berhasil musnah, Wina!”“Semoga saja apa yang kita lakukan ini tepat, Dirlan!”Sepasang suami istri itu tidak
Setibanya di markas, Marcel sukses memancing rasa ingin tahu Aldi karena melihat tangan penampilan mereka yang acak-acakan.“Saya kan sudah bilang untuk bertindak hati-hati!”Ivan mewakili rekan-rekannya segera menjelaskan kronologi kejadian yang sempat menimpa mereka. Aldi geleng-geleng kepala sebagai tanggapan atas musibah yang tidak disangka-sangka itu.“Bawa yang terluka ke lab,” perintah Aldi.“Saya tidak apa-apa, Pak ...” sahut Marcel pelan.“Kalau kalian sampai luka, itu artinya ada yang tidak beres.” Aldi menatap tegas Marcel. “Kalian berdua juga harus diperiksa terkait formula yang telah kalian konsumsi.”Diko dan yang lain mengangguk patuh ketika Aldi sudah berkehendak.Di dalam lab ....Marcel tiba-tiba merasakan kepalanya pusing dan tubuhnya lemas, karena itu dia nurut-nurut saja saat tim dokter memintanya untuk berbaring di tempat tidur sementara Diko dan Ivan diperiksa di ruangan lain.“Mau seajaib apa pun, formula ini tetap masih harus disempurnakan.”“Apalagi diminum p
“Pak, ini gawat!”Damian mendongak ketika Dirlan menerobos masuk ke ruang kerjanya.“Kenapa kamu tidak ketuk pintu dulu?” tanya Damian tidak senang.“Maaf, Pak ... tapi ini gawat sekali!” seru Dirlan tertahan. “Saya baru dapat kabar dari Wina pagi tadi, dan aku langsung ke sini cari Bapak ....”“Duduk,” suruh Damian. “Memangnya ada masalah apa? Banyak pegawai keluar kah?”Dirlan menggeleng, dia duduk dan menatap atasannya.“Tidak ada satupun mayat yang ditemukan dari kejadian kemarin,” ucap Dirlan dengan ekspresi tegang di wajahnya. “Hanya ada bangkai mobil yang ringsek.”Damian merespons berita yang disampaikan Dirlan dengan tangan terkepal.“Bagaimana bisa? Bukannya kamu bilang kalau mobil itu seharusnya ada penumpangnya?” selidik Damian dengan raut wajah berkedut.Dirlan sedikit ngeri melihat wajah sang atasan, dengan ragu dia menyahut, “Tentu saja aku yakin, mobil itu tidak mungkin dikemudikan hantu—minimal ada sopir dan orang terduga Marcel ....”Damian menghela napas berat, “Mus
Sementara itu Shirley masih belum bisa terima tentang keputusan ayahnya mengangkat Elen sebagai CEO di perusahaan. Mana bisa dirinya yang berpendidikan tinggi disandingkan dengan pegawai yang riwayat pendidikannya tidak jelas.Itu namanya penghinaan, geram Shirley dalam hatinya.Segera saja dia menyuruh orang untuk mencari informasi tentang Elen termasuk riwayat pendidikannya. Setidaknya Shirley ingin memastikan sendiri bahwa pesaingnya itu adalah orang yang sangat sejajar dalam hal apa pun. "Ini berkas yang Anda minta, Bu." Seorang sekretaris mengulurkan satu map cokelat ke arah Shirley. "Tidak ada yang tahu kan kalau saya suruh kamu ambil data pribadi Elen?" tanya Shirley sambil mendongak menatap sekretarisnya. "Tidak ada, Bu." Sekretaris itu menggelengkan kepalanya dengan sopan. "Bagus," sahut Shirley dengan nada puas. "Kamu boleh pergi. Tapi ingat, jangan cerita sama siapa pun soal ini."Sekretaris itu mengangguk dan buru-buru pergi dari ruangan Shirley. Sepeninggal pegawain
Marcel memandang Venya dengan sorot mata serius setiap kali mereka membahas keluarga Delvino. "Aku harap keberadaan Elen di sana bisa membantu kita untuk mengorek rencana asli mertuaku dan keluarganya," kata Marcel lambat-lambat. "Aku tahu seperti apa ayah mertuaku itu ...." Venya menarik napas panjang. "Yang sabar," katanya. "Aku yakin Elen bisa melakukannya dengan baik sejak kamu cerita kalau dia dikhianati pasangannya." Marcel kelihatan lebih serius saat venya berjalan melewatinya untuk mengambil buku. "Orang yang dikhianati cenderung ingin membuktikan diri," komentar Marcel dengan bijak. "Aku sependapat," jawab Venya sambil mengangguk. "Kita memang harus memberinya kesempatan untuk membuktikan potensi Elen." "Aku bertemu sama dia saat mentalnya kacau," jawab Marcel. "Dia kelihatannya sedikit terbantu dengan apa yang kita lakukan." Marcel hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi ke ruangannya sendiri. Venya masih duduk terpekur di kursinya ketika Ivan muncul tanpa
"Elen, saya mau kamu yang mewakilkan pertemuan penting dengan klien dari Aldians Grup." Herman memanggil Elen ke ruangannya ketika dia baru saja memeriksa salah satu proposal."Saya, Pak?" tanya Elen sambil buru-buru mengangguk untuk menyambut bosnya. "Iya, kamu." Herman mengangguk."Saya ... tidak enak sama Bu Shirley, Pak." Elen mengaku. "Saya kan tidak sederajat pendidikannya ...."Herman justru tersenyum simpul mendengarnya. "Kamu bisa pergi sama Shirley," katanya ringan. "Sekalian kamu ajari putri saya agar dia memiliki attitude yang baik seperti kamu."Elen terpaku sejenak, dia teringat dengan Shirley yang pernah meremehkannya karena dirinya hanyalah tamatan pendidikan dasar saja. "Apa Bu Shirley bersedia pergi sama saya, Pak?" tanya Elen ragu. "Saya khawatir kalau ... seandainya Bu Shirley keberatan dan pertemuan itu malah akan terganggu dengan kehadiran saya ...."Herman menggelengkan kepalanya. "Tenang saja, ini hanya pertemuan ramah tamah biasa. Jadi ada baiknya kamu sama