Share

96 Mencari Penjahat Itu

Penulis: Setia_AM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sejak keluar dari toko dan memutuskan bergabung dengan Aldi, Marcel jarang lagi menampakkan batang hidungnya di depan keluarga Delvino.

Ponsel butut Marcel juga selalu berbunyi, tapi dia tidak pernah mau ambil pusing karena yang menghubunginya selalu Shirley atau mertuanya yang menuntut dia untuk kembali secepatnya.

“Saya sudah menyelesaikan percobaan bersama Venya dan tim, apa boleh saya jalan-jalan ke luar sebentar?” tanya Marcel meminta izin kepada Aldi. “Saya bosan kalau terus terkurung di sini tanpa pekerjaan.”

Aldi berpikir sebentar. Marcel pikir bahwa dirinya tidak akan mungkin diberikan izin, tapi ternyata dia salah!

“Anda boleh pergi ke mana saja yang Anda mau,” kata Aldi yang ketika itu disibukkan dengan denah kediaman keluarga besar Delvino yang sangat luas.

“Anda serius, Pak?” tanya Marcel, sangat mencurigakan ketika Aldi dengan mudah memberikan izin kepadanya.

“Asalkan Anda tetap bertindak hati-hati,” jawab Aldi dengan wajah serius. “Dengan kita sudah mulai merebut pasar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    97 Sesuatu yang Hebat

    Ketika seluruh besi sudah dilempar sepenuhnya, sepasang pria dan wanita melompat turun dan berjalan mendekat.“Bagaimana? Kamu yakin ini tidak akan bikin bos marah?” tanya Wina yang berdiri paling pinggir. “Padahal pria itu sempat kita akui sebagai anak ....”“Bukankah kita harus selangkah lebih maju?” sahut Dirlan dengan mata berkilat-kilat. “Kita bilang saja ini kecelakaan tunggal, bos kan yang penting ingin membuat Marcelino tidak jadi melanjutkan kerja sama dengan Pak Aldi.”Pria dengan rambut cepak itu mengangkat bahu.“Sebaiknya kita pergi sekarang,” ajaknya. “Biar ilmuwan gadungan yang membereskan kekacauan ini.”Pasangan suami istri itu segera masuk kembali ke dalam truk, tidak lama setelahnya mereka pergi meninggalkan lokasi kejadian sebelum orang-orang berdatangan karena kekacauan yang telah mereka buat.“Pikiranku rasanya plong setelah orang yang bernama Marcel itu berhasil musnah, Wina!”“Semoga saja apa yang kita lakukan ini tepat, Dirlan!”Sepasang suami istri itu tidak

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    98 Kejadian yang Sebenarnya

    Setibanya di markas, Marcel sukses memancing rasa ingin tahu Aldi karena melihat tangan penampilan mereka yang acak-acakan.“Saya kan sudah bilang untuk bertindak hati-hati!”Ivan mewakili rekan-rekannya segera menjelaskan kronologi kejadian yang sempat menimpa mereka. Aldi geleng-geleng kepala sebagai tanggapan atas musibah yang tidak disangka-sangka itu.“Bawa yang terluka ke lab,” perintah Aldi.“Saya tidak apa-apa, Pak ...” sahut Marcel pelan.“Kalau kalian sampai luka, itu artinya ada yang tidak beres.” Aldi menatap tegas Marcel. “Kalian berdua juga harus diperiksa terkait formula yang telah kalian konsumsi.”Diko dan yang lain mengangguk patuh ketika Aldi sudah berkehendak.Di dalam lab ....Marcel tiba-tiba merasakan kepalanya pusing dan tubuhnya lemas, karena itu dia nurut-nurut saja saat tim dokter memintanya untuk berbaring di tempat tidur sementara Diko dan Ivan diperiksa di ruangan lain.“Mau seajaib apa pun, formula ini tetap masih harus disempurnakan.”“Apalagi diminum p

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    99 Hanya Bangkai Mobil

    “Pak, ini gawat!”Damian mendongak ketika Dirlan menerobos masuk ke ruang kerjanya.“Kenapa kamu tidak ketuk pintu dulu?” tanya Damian tidak senang.“Maaf, Pak ... tapi ini gawat sekali!” seru Dirlan tertahan. “Saya baru dapat kabar dari Wina pagi tadi, dan aku langsung ke sini cari Bapak ....”“Duduk,” suruh Damian. “Memangnya ada masalah apa? Banyak pegawai keluar kah?”Dirlan menggeleng, dia duduk dan menatap atasannya.“Tidak ada satupun mayat yang ditemukan dari kejadian kemarin,” ucap Dirlan dengan ekspresi tegang di wajahnya. “Hanya ada bangkai mobil yang ringsek.”Damian merespons berita yang disampaikan Dirlan dengan tangan terkepal.“Bagaimana bisa? Bukannya kamu bilang kalau mobil itu seharusnya ada penumpangnya?” selidik Damian dengan raut wajah berkedut.Dirlan sedikit ngeri melihat wajah sang atasan, dengan ragu dia menyahut, “Tentu saja aku yakin, mobil itu tidak mungkin dikemudikan hantu—minimal ada sopir dan orang terduga Marcel ....”Damian menghela napas berat, “Mus

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    100 Menjadi Mata-mata

    Sementara itu Shirley masih belum bisa terima tentang keputusan ayahnya mengangkat Elen sebagai CEO di perusahaan. Mana bisa dirinya yang berpendidikan tinggi disandingkan dengan pegawai yang riwayat pendidikannya tidak jelas.Itu namanya penghinaan, geram Shirley dalam hatinya.Segera saja dia menyuruh orang untuk mencari informasi tentang Elen termasuk riwayat pendidikannya. Setidaknya Shirley ingin memastikan sendiri bahwa pesaingnya itu adalah orang yang sangat sejajar dalam hal apa pun. "Ini berkas yang Anda minta, Bu." Seorang sekretaris mengulurkan satu map cokelat ke arah Shirley. "Tidak ada yang tahu kan kalau saya suruh kamu ambil data pribadi Elen?" tanya Shirley sambil mendongak menatap sekretarisnya. "Tidak ada, Bu." Sekretaris itu menggelengkan kepalanya dengan sopan. "Bagus," sahut Shirley dengan nada puas. "Kamu boleh pergi. Tapi ingat, jangan cerita sama siapa pun soal ini."Sekretaris itu mengangguk dan buru-buru pergi dari ruangan Shirley. Sepeninggal pegawain

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    101 Ingin Membuktikan Diri

    Marcel memandang Venya dengan sorot mata serius setiap kali mereka membahas keluarga Delvino. "Aku harap keberadaan Elen di sana bisa membantu kita untuk mengorek rencana asli mertuaku dan keluarganya," kata Marcel lambat-lambat. "Aku tahu seperti apa ayah mertuaku itu ...." Venya menarik napas panjang. "Yang sabar," katanya. "Aku yakin Elen bisa melakukannya dengan baik sejak kamu cerita kalau dia dikhianati pasangannya." Marcel kelihatan lebih serius saat venya berjalan melewatinya untuk mengambil buku. "Orang yang dikhianati cenderung ingin membuktikan diri," komentar Marcel dengan bijak. "Aku sependapat," jawab Venya sambil mengangguk. "Kita memang harus memberinya kesempatan untuk membuktikan potensi Elen." "Aku bertemu sama dia saat mentalnya kacau," jawab Marcel. "Dia kelihatannya sedikit terbantu dengan apa yang kita lakukan." Marcel hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi ke ruangannya sendiri. Venya masih duduk terpekur di kursinya ketika Ivan muncul tanpa

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    102 Hanya Pendidikan Dasar

    "Elen, saya mau kamu yang mewakilkan pertemuan penting dengan klien dari Aldians Grup." Herman memanggil Elen ke ruangannya ketika dia baru saja memeriksa salah satu proposal."Saya, Pak?" tanya Elen sambil buru-buru mengangguk untuk menyambut bosnya. "Iya, kamu." Herman mengangguk."Saya ... tidak enak sama Bu Shirley, Pak." Elen mengaku. "Saya kan tidak sederajat pendidikannya ...."Herman justru tersenyum simpul mendengarnya. "Kamu bisa pergi sama Shirley," katanya ringan. "Sekalian kamu ajari putri saya agar dia memiliki attitude yang baik seperti kamu."Elen terpaku sejenak, dia teringat dengan Shirley yang pernah meremehkannya karena dirinya hanyalah tamatan pendidikan dasar saja. "Apa Bu Shirley bersedia pergi sama saya, Pak?" tanya Elen ragu. "Saya khawatir kalau ... seandainya Bu Shirley keberatan dan pertemuan itu malah akan terganggu dengan kehadiran saya ...."Herman menggelengkan kepalanya. "Tenang saja, ini hanya pertemuan ramah tamah biasa. Jadi ada baiknya kamu sama

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    103 Menemui Klien

    Elen sendiri sudah tentu ingin menolak usul bos besarnya, tetapi dia tidak mungkin mengatakannya langsung di depan Shirley. Bagaimanapun dia masih menjaga perasaan putri Herman meskipun sikapnya sangat tidak menyenangkan hatinya. "Saya ..." Elen berusaha mencari kata-kata yang pas untuk menolak rencana Herman. "Apa ada yang kurang dari Shirley untuk jadi sekretaris kamu, Elen?" tanya Herman lagi. Elen melirik Shirley yang mendelik ke arahnya, seakan siap menelannya bulat-bulat kalau dia berani bilang yang jelek-jelek tentangnya. "Tidak ada Pak," geleng Elen. "Bu Shirley ... sempurna sekali, tapi tidak semestinya Bu Shirley yang jadi sekretaris saya."Herman tersenyum simpul sementara Shirley mendengus pelan. "Baiklah, tidak ada alasan bagi kamu untuk menolak putri saya kan?" tanya Herman lagi sambil memandang Elen. "Yah, apa-apaan ini?" sela Shirley gusar. "Aku tidak ....""Ayah tidak bicara sama kamu, Shirley." Herman mengingatkan tanpa memandang putrinya. "Saya tidak akan bur

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    104 Jangan Dibuat Rumit

    Elen dan Shirley duduk di kursi yang telah tersedia. Sambil makan, sesekali mereka berdua terlibat obrolan singkat dengan Ivone dan Saga yang duduk berhadapan. "Hari yang sibuk untuk seorang CEO?" komentar Saga basa-basi. "Sangat, apalagi untuk orang baru seperti saya." Elen menganggukkan kepalanya. "Oh ya?" tanggap Saga dengan ekspresi terkejut. Shirley sendiri disibukkan dengan obrolan yang menurutnya tidak begitu penting dengan Ivone. "Kamu masih kelihatan muda, lulus sarjana umur berapa?" tanya Ivone ramah. "Dua tiga mungkin ... entahlah, sudah lupa," sahut Shirley, sesekali jemarinya asyik berselancar ria di layar ponselnya. Elen yang melihat kalau Shirley lebih sibuk dengan gawai di tangan, tidak tahan jika tidak menegurnya. "Bu Shirley?" panggil Elen sambil mendekatkan kepalanya ke arah Shirley. "Tolong simpan ponselnya dulu, kita sedang ada jamuan penting sekarang ....""Diam," desis Shirley sambil mendorong kepala Elen dengan terang-terangan. "Jangan mengatur saya."I

Bab terbaru

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    116 Tetap Ingin Bercerai

    Untuk meluapkan kemarahannya yang tertahan, Shirley memilih untuk mendatangi ruang kerja Herman detik itu juga.Sebenarnya Shirley tergoda sekali ingin menghakimi Marcel sendiri untuk pertama kali, tetapi dia mengurungkannya karena masih memikirkan nama baik sang ayah.Setibanya di ruang kerja, Shirley segera memberi tahu kedatangan Marcel.“Ayah dan Ibu sebaiknya cepat turun, Marcel menunggu.” “Ada Marcel? Ini benar-benar kejutan.” Herman segera berdiri dari duduknya.“Ayo kita semua turun, kita harus berbaik-baik kepada Marcel kalau tidak ingin tambang emas kita hilang untuk kesekian kalinya ....""Aku akan siapkan jamuan untuk Marcel," sahut Reina tidak sabar, dan wanita itupun segera berlalu pergi untuk memerintahkan pelayan menyiapkan teh.Selama menunggu, Marcel sibuk memainkan gawainya. Dia sempat berpikir untuk membahas perceraian dengan Shirley setelah menyelesaikan urusan orang tuanya. Setelah beberapa saat menunggu, Herman dan istrinya muncul bersama Shirley di hadapan Ma

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    115 Lino yang Sebenarnya

    Shirley bertopang dagu sambil memandang ke arah sahabatnya.“Aku malah mikirnya begini, bagaimana kalau ternyata Lino itu adalah Marcel yang menyamar?” ujar Shirley lambat-lambat. “Siapa yang tahu, kan? Dia sengaja pura-pura jadi orang lain karena mau balas dendam sama aku, dengan cara menggulingkan perusahaan ayah.”Elen terbengong-bengong saat mendengar ucapan Shirley yang mulai ke mana-mana.“Kamu ini Bu, kebanyakan nonton drama!” seloroh Elen sambil geleng-geleng kepala. “Saya jadi penasaran seperti apa wajah si Lino itu.”“Percaya deh sama aku, dia itu sebelas dua belas sama Marcel!” Shirley terus-menerus berusaha meyakinkan Elen.“Maaf ya Bu, tapi saya tidak percaya kalau belum bertemu sama orang yang kamu maksud itu.” Elen menghela napas. “Sudahlah, mungkin kamu terlalu sibuk kerja. Stres kan jadinya lama-lama.”“Enak aja, aku tidak stres!” sergah Shirley tidak terima. “Aku hanya gila kalau aku tidak segera tahu siapa Linocemar yang sebenarnya.”Elen melambaikan tangan kepada s

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    114 Mirip dengan Seseorang

    “Kamu tidak perlu bersandiwara di depanku, Cel. Jadi kamu sengaja bersembunyi?” kata Shirley tanpa mempersilakan pria itu duduk. “Terus tiba-tiba kamu datang lagi buat menghancurkan hidup aku?”“Kamu ini bicara apa, sih? Aku Lino, perwakilan dari Aldians untuk menemui Bu Shirley.” Pria itu menegaskan. “Baik, kalau memang tidak ada pembahasan yang penting, aku akan menghubungi sekretarisnya lain waktu.”Pria itu berbalik dan Shirley segera berdiri untuk mencegahnya pergi.“Tunggu dulu!” seru Shirley tertahan hingga pria itu menghentikan langkahnya dan berbalik.“Ada apa lagi?”“Maaf ... sepertinya aku ... kita lanjut,” kata Shirley terbata-bata. “Jadi kamu ini adalah ... Pak Lino yang rencananya bertemu sama aku?”Pria itu menatap Shirley lurus-lurus.“Ya,” sahutnya pendek.Shirley menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab.“Silakan duduk Pak,” pinta Shirley sopan meskipun dia masih setengah shock. “Saya Shirley, CEO dari Delvinos yang mengundang kamu.”Pria bernama Lino itu menatap S

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    113 Tinggal Selangkah Lagi

    Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula anginnya. Begitu juga dengan perusahaan Herman yang selama beberapa waktu ini dinobatkan sebagai perusahaan raksasa yang berkibar. "Bu Shirley, Pak Erlan membatalkan kerja sama kita dan memilih kontrak kerja dengan perusahaan lain." Fira melaporkan hasil pembicaraannya kepada Shirley menjelang waktu makan siang. "Apa? Batal?" Shirley mendongak dari pekerjaannya. "Kamu tahu siapa perusahaan yang menyaingi kita?"Fira menganggukkan kepalanya. "Perusahaan milik seorang pengusaha single dan pintar .... ""Fira, saya tanya nama perusahaan yang menyaingi kita. Bukan status pemilik perusahaannya," tukas Shirley yang telinganya paling sensitif jika mendengar kata single. "Maaf Bu, tapi saya sering mendengar orang-orang membahasnya," sahut Fira salah tingkah. "Membahas soal status pemiliknya?" tanya Shirley lagi. "Bukan Bu, mereka hanya sering menyebutnya bos single kaya." Fira menjelaskan. "Dia memimpin dua perusahaan besar dan salah satunya be

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    112 Mengembangkan Sesuatu

    “Jangan memandang ibu saya seperti itu,” kata Elen, kali ini dengan nada yang begitu dingin sementara tatapan matanya tajam memperingatkan Shirley agar lebih menjaga sikap.“Hai, Bu ...?” sapa Shirley dengan mimik terpaksa. “Apa ... Ibu tinggal di sini?”Elen hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sudah tahu kalau ini adalah kediaman orang tuanya ... masih juga dia bertanya.“Iya, sejak Elen masih bayi merah.” Ibu Elen menyahut sambil tersenyum. “Masuk dulu, Bu?”Shirley sebenarnya ingin menolak, tapi Elen mengingatkannya soal Pak Herman dari sudut bibirnya nyaris tanpa suara.“Di sini saja, Bu.” Shirley terpaksa menganggukkan kepala sambil berjalan mendekati bangku kayu panjang yang ada di depan warung lalu meniup-niup bangku kayu sebelum dia duduki, seakan ada debu setebal satu senti di atasnya.“Bisa tidak sih kamu tidak perlu seperti itu?” tanya Elen tersinggung. “Keluarga saya memang sangat sederhana, tapi kami selalu jaga kebersihan soal rumah.”Shirley tidak menanggapi dan senga

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    111 Kena Pelet Apa Kalian

    Kali ini, Jena tidak tertawa seperti biasanya jika mendengar Shirley menghujat orang.“Shierly, dia kan relasi bisnis kamu.” Jena mengingatkan. “Paling tidak, hormatilah dia sedikit.”Shirley mengangkat sebelah alisnya ke arah pantulan Jena di cermin besar yang ada di depannya.“Kamu belain Elen?” tanyanya sambil menyipit curiga.“Bukannya belain, tapi memang dia itu relasi bisnis kamu kan?” tanya Jena balik. “Ya aku kasihan saja sih lihat dia, aku lihat dia baik dan tidak aneh-aneh ....”“Terus?” pancing Shirley sinis.“Kasihan saja sih, lihat kamu galak sama dia terus.” Jena mengangkat bahu. “Tidak ada maksud apa-apa.”Shirley mengembuskan napas keras dan tidak berkata apa-apa.Beberapa saat kemudian ....Saat rambut Shirley selesai dibilas dan sedang dalam proses pengeringan, Elen muncul dengan rambut yang sudah tidak selepek sebelumnya. “Hei, ngapain kamu masuk-masuk tanpa izin?” hardik Shirley, mengagetkan beberapa pengunjung salon yang sedang menikmati layanan para kapster.Leb

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    110 Shirley Adalah Putri Bos

    “Karena saya cuma pegawai,” jawab Elen. “Tapi Shirley bukanlah atasan kamu,” kata Marcel menegaskan. “Di perusahaan itu kalian berdua sama-sama CEO, kamu sama Shirley sederajat di mata Pak Herman.”Elen tidak segera menjawab.“Tapi ... tetap saja bagi Bu Shirley, saya hanyalah pegawai kelas rendah dan akan selamanya seperti itu.” Dia memandang Marcel. “Seandainya Bu Shirley bukan putri bos, mungkin saya akan melawannya.”Marcel tersenyum singkat mendengar pengakuan Elen.“Jadi sebenarnya kamu punya kemampuan untuk melawan Shirley,” komentar Marcel lugas. “Tapi kamu sendiri yang menolak menggunakan kesempatan itu, padahal kamu bisa.”“Tapi ...” Elen tidak menemukan kata-kata yang pas untuk menanggapi.“Dengarkan saya, Elen. Kamu dan Shirley sudah dikasih kesempatan untuk kerja sama, jadi saya minta tolong.” Marcel menyela sambil menatap Elen dengan serius. “Tolong bantu saya untuk mencari tahu keseluruhan bisnis yang dikembangkan keluarga istri saya.”“Apa, Pak?” Elen membelalakkan ma

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    109 Saya Mundur Saja

    “Wah, wah, senang sekali melihat kalian berdua akrab seperti ini.” Tanpa diduga, Herman muncul saat ceramah Shirley masih berlangsung.“Pak?” Elen cepat-cepat berdiri untuk menyambutnya. “Yah, lihat deh. Elen mau beli mobil,” tunjuk Shirley sambil memandang ayahnya. “Calon sekretaris pilihan ayah sudah mulai naik kelas rupanya ....”“Shirley, biasakan menyebut nama orang dengan baik.” Herman menegur putrinya. “Soal mobil, tidak ada yang salah dengan hal itu kan?”Shirley mengangkat bahunya dan berpikir bahwa ayahnya sama sekali tidak sependapat dengannya.“Kenapa kamu tidak pergi ke ruangan kamu sendiri?” tanya Herman sambil memandang putrinya. “Atau kamu memang berniat mendekatkan diri sama sekretaris kamu? Ayah akan izinkan kalau itu tujuan kamu.”“Tidak deh, Yah.” Shirley menggelengkan kepalanya sambil berdiri dari kursinya. “Mungkin Ayah yang sebenarnya mau mengenal si kampung lebih dekat ....”“Shirley, berapa kali papa harus tegur kamu supaya menyebut nama orang dengan benar?”

  • Menantu Hina Itu Ternyata Ahli Obat    108 Memutuskan Ikatan Kerja Sama

    Sekeras apa pun usaha Shirley untuk menolak rencana itu, tetap saja ayahnya tidak akan membatalkan rencana yang sudah dia susun sejak lama.“Apa sih Ayah lihat dari Elen?” tanya Shirley tidak habis pikir. “Kalau Ayah memang mau aku berkarir, biar aku yang cari sekretaris sendiri.”“Memangnya kamu bisa menjamin kalau sekretaris yang kamu pilih itu adalah orang baik-baik?” tanya Herman sambil memandang putrinya lekat-lekat. “Paling juga dia hanya mau sama kekayaan Ayah saja ....”“Apa Ayah pikir Elen juga tidak begitu?” sahut Shirley dengan napas memburu. “Dia kan dari keluarga pas-pasan, jelas saja dia tidak menolak jabatan ini.”“Elen menolak kok,” kata Herman tenang. “Apa?” Shirley terpaku. “Dia menolak ...? Sombong amat, tapi baguslah. Itu berarti Ayah tidak perlu lagi memaksakan kerja sama ini.”Herman menarik napas.“Justru karena Elen menolak, makanya ayah akan tetap meneruskan rencana kerja sama kalian.” Dia menyahut. “Justru ini yang ayah harapkan, kamu mendapatkan sekretaris

DMCA.com Protection Status