“Emm ….” Kali ini Hannah kebingungan, dan spontan melihat ke sisi Brandon.“Kamu setuju, ya,” ucap Kakek Herman dengan tersenyum. Di mata Herman, sepertinya Hannah memiliki hubungan dengan petinggi Perusahaan Investasi Sinjaya. Jika tidak, mana mungkin Hannah bisa mendapatkan kontrak dengan gampang?“Kakek, aku setuju ….”“Tidak boleh!” Alhasil, belum sempat Hannah berbicara, tiba-tiba Brandon langsung berdiri.“Sialan! Apa hubungannya masalah ini dengan kamu? Kenapa tidak boleh?!” Martin memegang keningnya sambil memaki. Hanya saja, dia mulai takut dengan Brandon. Sepertinya belakangan ini menantu pecundang ini sudah menggila? Dia selalu mencari masalah dan bersikap tidak sopan.“Brandon, aku tidak mengusirmu karena kamu adalah suaminya Hannah. Tapi, apa kamu benar-benar mengira dirimu adalah bagian dari Keluarga Limantara? Jadi, kamu berhak untuk bicara?” Tatapan Kakek Herman terlihat sangat dingin. Brandon sudah berkali-kali mengacaukan rencananya. Herman pun sudah cukup bersabar.“
“Ternyata Martin memang adalah harapan dari keluarga kita!”“Sepertinya meski nggak ada yang pergi ke Perusahaan Investasi Sinjaya, mereka tetap akan menghubungi kita ….Raut wajah Kakek Herman masih terlihat dingin. Dia pun mengerutkan keningnya sambil berkata, “Martin, apa kamu yakin kamu tidak salah?”“Tentu saja tidak!” Martin memegang ponselnya dengan bangga. Dia menghubungi nomor kontak Winnie, lalu membuka speaker ponsel.“Halo, Pak Martin.” Terdengar suara lembut Winnie dari ujung telepon.Martin yang mendengar pun merasa terlena dengan suara memesona itu. Dia langsung berkata, “Bu Winnie, tadi aku sempat bilang sama Kakek Herman mengenai masalah kedatangan kamu. Kakek sudah mempersiapkan makan malam buat kamu. Kamu datang jam berapa?”“Tidak perlu sungkan, aku hanya pergi untuk serahkan barangnya kepadamu.”“Kamu juga tidak perlu sungkan. Kalau begitu, nanti aku pergi jemput kamu saja, ya?”“Tidak perlu, aku bisa pergi sendiri. Sekitar pukul tujuh malam.”“Baiklah, kalau begit
“Kakek ….” Hannah menatap Kakek Herman dengan ekspresi gugup.Kakek Herman tersenyum. “Hannah, kamu sudah bekerja keras, tapi kontrak kamu tidak berguna bagi Keluarga Limantara. Tentu saja, aku juga tidak akan melupakan kerja kerasmu. Begini saja, setelah masalah ini selesai, Kakek akan bagi sedikit keuntungan untukmu.”Mengenai masalah manajer umum, Kakek Herman tidak mengungkitnya sama sekali. Sepertinya dia sengaja untuk melupakannya.Sebenarnya Herman tidak memeluk ekspektasi tinggi terhadap cucu perempuannya. Sebab, dia merasa investasi terhadap anak perempuan pasti akan berakhir buntung. Apalagi jika mendapat suami pecundang seperti suaminya Hannah!Sebelumnya Kakek Herman bisa menyerahkan pekerjaan penting kepada Hannah juga karena Hannah bisa mendapatkan kontrak. Namun berhubung Martin bisa mendapatkannya, Kakek Herman tentu akan menyingkirkan Hannah.Hannah hanya duduk dan tidak berkata apa-apa lagi. Kakek Herman bukanlah orang yang gampang mengubah keputusannya. Saat ini, mem
Pada saat ini, Kakek Herman yang berdiri di halaman pun mengangkat tangannya untuk melihat jam tangan. Dia lalu mengibaskan tangannya mengisyaratkan semua orang untuk jangan berisik.“Ingat, malam ini adalah malam yang sangat penting bagi Keluarga Limantara. Ini adalah satu-satunya kesempatan bagi Keluarga Limantara untuk bisa memasuki kelompok keluarga kalangan atas! Jadi, kalian semua harus bersemangat dan waspada. Apa kalian mengerti?”“Baik!” balas semua orang dengan tersenyum. Bagi mereka, Winnie adalah sandaran mereka. Tentu saja, mereka harus menjamu Winnie dengan sebaik mungkin.Pada saat ini, tiba-tiba Martin berbisik, “Kakek, sebenarnya aku ada sebuah ide yang masih belum sempurna.”“Ide apa? Coba kamu katakan saja,” tanya Kakek Herman dengan tersenyum.Sebelumnya Martin sudah mengecewakannya. Hanya saja, hari ini Kakek Herman sangatlah puas dengannya.Hal yang lebih penting lagi adalah Kakek Herman sangat menyukai Martin dari semua anggota keluarganya.Sikap Kakek Herman mem
Seketika terdengar suara sorakan dari sekeliling.Terdapat sebuah benda keramat emas di dalam kotak. Ukurannya memang hanya sebesar telapak tangannya saja, tapi harganya tidaklah murah! Sebenarnya Agus juga tidak perlu memberi hadiah semahal ini. Hanya saja, sikap Agus hari ini sudah menaikkan harga diri Herman.“Tentu saja, kamu juga adalah tamuku. Pak Agus, silakan! Lain kali kamu tidak perlu bersikap sesungkan ini!” Herman tersenyum dan terus mengangguk.Semua ini bukan masalah uang, melainkan masalah reputasi. Hanya saja, Herman merasa bingung kenapa Karen juga ikut kemari.Setelah menjamu Agus, Herman baru memanggil Martin, “Martin, siapa Bu Karen yang disebut Pak Agus tadi?”“Bu Karen?” Martin langsung tersenyum. “Kakek, dia adalah sekretaris presdir dari Perusahaan Investasi Sinjaya. Dia juga memegang kekuasaan tinggi di perusahaan. Kalau Winnie bisa membawanya kemari, sepertinya masalah kontrak tidak akan bermasalah lagi.”“Bagus! Bagus sekali!” Kakek Herman langsung tersenyum
Ekspresi Winnie membuat Kakek Herman menghela napas lega.Jika Winnie terkejut, itu berarti dia masih kurang pengalaman di lapangan. Sepertinya wanita ini gampang untuk dihadapi.Martin tersenyum sambil berjalan maju. Kemudian, dia menjulurkan tangannya dan berkata, “Selamat datang, Bu Winnie. Sini, aku perkenalkan ini kakekku ….”Winnie bersikap hormat. Dia membungkukkan sedikit badannya, lalu berkata, “Pak Herman.”Tangan Martin yang diabaikan itu terkaku di udara. Namun, Martin langsung berlagak membuat isyarat tangan mempersilakan. “Berhubung Bu Winnie sudah datang, kita makan dulu baru bahas masalah lain, ya?”Winnie terbengong sejenak, lalu berkata, “Aku datang bersama temanku. Aku tidak tahu apa dia akan setuju atau tidak.”Tak lama kemudian, seorang wanita cantik berpakaian profesional dengan rambut dikuncir satu menuruni mobil.Martin pun langsung berlari ke sisi Karen, lalu berkata, “Ternyata Bu Karen datang juga. Selamat datang ….”Karen melihat orang-orang di sekitar, dan d
Berhubung Keluarga Limantara sudah bersikap seramah ini, meski sebenarnya Winnie dan Karen merasa canggung, mereka tetap duduk di meja makan. Hanya saja, mereka bukan takut dengan Keluarga Limantara, lebih tepatnya takut dengan istrinya presdir. Demi menghormati keluarga dari istrinya presdir, mereka berdua terpaksa makan malam bersama anggota Keluarga Limantara.Karen dan Winnie duduk di meja utama. Di samping mereka ada Herman, Renald, dan juga Martin. Kemudian, ada juga Malvin, Agus, dan yang lainnya juga sudah duduk di meja utama. Mereka semua adalah tokoh terkemuka di Kota Manthana. Jadi, Kakek Herman tidak berani bersikap tidak sopan terhadap mereka.Hanya saja, para generasi muda Keluarga Limantara spontan emosi ketika melihat gambaran ini! Martin memang sangat beruntung. Dia bukan hanya bisa mendapatkan Winnie saja, dia bahkan bisa mendapatkan Karen.“Aku sangat merasa terhormat karena bisa dikunjungi oleh dua cewek cantik. Aku bersulang kepada kalian!” Martin tertawa terbahak
Baru saja Karen hendak berbicara, tatapannya tanpa sengaja tertuju pada diri seseorang. Karen langsung merasa kaget.Brandon!Saat ini Karen menyadari keberadaan Brandon di pojok ruangan. Mana mungkin Karen sanggup menelan makanannya lagi? Dia langsung berjalan ke sisi Brandon dengan ekspresi gugup.Tatapan semua orang masih tertuju pada diri Karen. Mereka juga bingung dengan apa yang hendak dilakukan Karen. Kenapa dia malah berjalan ke sisi lelaki pecundang itu?Raut wajah semua anggota Keluarga Limantara langsung berubah muram!Jangan-jangan si pecundang itu telah menyinggung Bu Karen? Itulah sebabnya Bu Karen bergegas menghampirinya?Kakek Herman juga terkejut hingga sekujur tubuhnya merinding. Jika Brandon benar-benar menyinggung tamu pentingnya, Kakek Herman pasti akan menyembelihnya!“Sialan! Ada apa dengan pembawa sial itu?!” Martin langsung memaki.“Hai, lama tidak bertemu.” Belum sempat Karen berbicara, Brandon pun duluan berdiri dan berkata dengan tersenyum.Karen terbengong