Share

Bab 34 - Segan

Penulis: Meina H.
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Selamat datang!” sapa Bunda yang segera mendekati pintu mobil. Aku membuka pintu dan keluar, tetapi dia hanya memelukku sesaat. Bunda segera melewatiku dan membantu istriku keluar dari mobil. “Aku senang kalian akhirnya pulang juga.” Bunda memeluk Celeste dengan erat.

“Terima kasih atas sambutan Bunda.” Celeste menatapku dengan bingung. Aku hanya mengangkat kedua bahuku.

“Ayo, kalian pasti sudah lapar. Aku meminta Endra untuk memasak makanan yang sangat enak. Semoga kamu menyukainya.” Bunda menggandeng tangan istriku dan membawanya masuk ke rumah, meninggalkan aku berdiri sendiri di sisi mobilku. Ayah hanya tertawa melihat kami.

Aku adalah putra Bunda tetapi dia lebih antusias menyambut kepulangan menantunya. Dia bahkan memonopoli istriku sehingga aku tidak bisa berjalan bersamanya memasuki rumah. Untung saja aku masih bisa duduk di sampingnya di ruang makan.

Jason dan Jovita juga sedang berada di rumah. Ha

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Memulai Kisah Baru   Bab 35 - Kabar Baik

    “Jonah!” Celeste mengangkat tangannya sehingga aku tahu di meja mana dia dan sahabatnya berada. Dia terlihat begitu bahagia. Aku mendekat dan duduk di kursi di sisinya. Dia segera menyodorkan ponselnya kepadaku. “Lihat! Aku mendapat panggilan psikotes!”“Selamat, sayang.” Aku mengusap kepalanya, lalu membaca isi surel pada layar ponselnya tersebut. “Psikotesnya besok, apa kamu sudah siap?”“Apa ada hal khusus yang perlu aku persiapkan?” Dia balik bertanya.“Bagaimana dengan pakaian?”“Aku akan memakai baju yang aku kenakan saat sidang skripsi,” jawabnya cepat. Aku mengangguk pelan. Itu juga boleh. “Apa ada hal lain yang perlu aku persiapkan lagi?”“Kamu perlu istirahat yang cukup agar bisa konsentrasi selama mengikuti tes.” Aku mengembalikan ponselnya kepadanya. “Apakah kalian sudah selesai atau ada hal lain lagi yang ingin kalian lakuk

  • Memulai Kisah Baru   Bab 36 - Berlatih

    “Naura,” sapaku yang melihatnya segera duduk di depanku tanpa meminta izin. “Baik. Silakan duduk walaupun aku tidak mau melihatmu ada di sini.”“Masih seperti Jonah yang aku kenal.” Dia melihat ke sekeliling kami. “Kamu tidak bekerja di sini juga tidak punya hubungan dengan direktur. Apa yang kamu lakukan di sini?”“Menunggu istriku yang sedang mengikuti psikotes.”“Ah, wanita muda cantik yang kamu nikahi itu. Kamu benar-benar beruntung. Aku pikir kamu akan sendiri selamanya karena lidahmu yang tajam itu.” Dia tertawa geli.“Kalau kamu duduk di sini hanya untuk menghina aku, sebaiknya kamu pergi.”“Gedung ini milik keluargaku, kamu yang seharusnya pergi dari sini.” Dia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya lalu duduk bersandar. Aku hanya menatapnya tanpa kata. “Ada apa dengan perusahaan keluargamu? Mengapa dia malah melamar ke sini?”

  • Memulai Kisah Baru   Bab 37 - Misteri

    Jovita dan Felix? Sejak kapan mereka punya hubungan asmara? Aku tidak pernah tahu bahwa mereka pernah dekat sebelumnya. Bahkan dalam kehidupanku yang sebelumnya pun, mereka tidak pernah terdengar dekat atau saling mengenal.Lalu apa yang baru saja aku saksikan? Sepupuku berciuman dengan wanita itu. Dan dia membawa istri Jason ke kamar tidurnya. Gila. Membiarkan rasa penasaranku menang, aku mendekati kamar itu dengan langkah sesenyap mungkin. Sebuah bunyi antukan pada kayu pintu terdengar. Tidak ada suara dari dalam. Kayu ini terlalu tebal untuk bisa menguping.Aku harus meminta Theo untuk mulai menyelidiki sepupuku itu. Ada hubungan apa antara dia dengan Jovita. Apa aku yang salah menduga selama ini? Mungkinkah masalahnya bukan pada Jovita tetapi Felix? Tetapi bagaimana mungkin? Jovita mengandung anak Yosef, lalu mengapa dia justru terlihat dekat dengan kakaknya?“Pergi! Aku tidak mau bertemu dengan siapa pun!” pekik Yosef dari dalam kamarnya setelah

  • Memulai Kisah Baru   Bab 38 - Sepupu

    “Badanku rasanya remuk semua.” Celeste telentang tak bertenaga di atas tempat tidur. “Berlatih denganmu jauh lebih keras daripada Raven.”“Kamu berlatih memperkuat otot dan menambah keterampilanmu bersama Raven. Denganku, kamu berlatih menghadapi orang jahat secara langsung. Jadi, Raven tidak akan memberimu latihan yang berat. Kamu menjalani itu bersamaku.” Aku memasuki ruang pakaian, lalu mengambil salah satu kaus berlengan panjang dan celana jins.“Aku ingin membatalkan rencanaku dengan Bunda. Tetapi aku merasa tidak enak melihat wajah kecewanya nanti.” Dia mendesah pelan.“Kamu akan baik-baik saja. Bunda hanya akan mengajakmu berkeliling mencari pakaian baru, makan, atau menonton. Bukankah kalian perempuan menyukai semua itu?” sindirku. Dia menatapku sesaat.“Kamu mau ke mana? Kamu tidak pernah pakai celana jins saat di rumah saja,” katanya.“Kamu akan berkencan dengan

  • Memulai Kisah Baru   Bab 39 - Seandainya

    Aku menghindari bertemu dengan wanita karenanya aku tidak ikut dengan Jason dan Yosef ke bar. Aku justru bertemu wanita juga saat mengikuti Jovita dan Felix ke hotel ini. Sapphira mengaduk teh melati yang ditambahi satu sendok teh gula, lalu meminumnya.“Kamu pertama kali tahu semalam? Lalu mengapa kamu bisa tahu kebiasaan pertemuan mereka di hotel ini?” tanyanya curiga. Jadi, mereka sering bertemu di hotel ini. Kalau begitu, dia sudah lama tahu mengenai hubungan mereka. Mengapa dia hanya diam saja? Mengapa dia tidak melakukan sesuatu untuk memperjuangkan suami dan pernikahannya?“Aku bukan suamimu, mengapa aku yang diinterogasi?” balasku. Dia tersenyum.“Jonah, kamu belum lupa siapa orang yang berada di balik kesuksesan keluarga kami sehingga bisa menjadi pengusaha yang disegani, ‘kan?” Dia memajukan tubuhnya. “Kamu tidak akan suka bila aku mengadu kepada ayahku mengenai sikapmu kepadaku.”Bukan hanya

  • Memulai Kisah Baru   Bab 40 - Tidak Mau Kamu Terluka

    ~Celeste~ “Tolong, jangan manjakan aku, Raven.” Aku berusaha untuk mengatur napasku yang memburu. “Aku mau kamu menyerang aku dengan benar supaya aku tahu bagaimana menghadapi musuh dalam situasi yang sebenarnya.” “Itu tugas Pak Jonah. Saya hanya melatih Anda, Bu. Saya tidak diizinkan untuk memukul Anda sedikit pun.” Dia masih berdiri dengan sikap siaga sambil memegang bantalan untuk menjadi sasaranku. “Anda masih tidak fokus pada latihan hari ini. Apa ada yang bisa saya bantu?” “Tidak.” Aku menggeleng pelan. Aku mendekati konter dan mengambil botol minumanku. Aku meminum beberapa teguk sebelum kembali berlatih. “Oke. Aku sudah siap. Kita mulai lagi.” Aku berlatih untuk menambah kecepatanku dalam bergerak pada jam pertama latihan, lalu memperkuat otot-ototku pada jam berikutnya. Tetapi tubuhku tidak akan terasa sakit pada akhir hari. Berbeda dengan latihan Jonah. Dia sengaja membanting tubuhku beberapa kali di matras. Aku memang masih kurang cepat unt

  • Memulai Kisah Baru   Bab 41 - Penyerangan

    ~Jonah~ Siapa yang menyuruh orang-orang ini untuk menghalangi jalan kami? Empat mobil, belasan laki-laki bertubuh besar, dan mereka menggunakan senjata. Ini bukan kebetulan. Mereka memang sengaja mengincar kami. Seandainya saja Celeste sedang tidak bersamaku. Tangannya yang menyentuh tanganku bergetar dengan hebat saat pria di depan mobil memukul kap mesin dengan kayu yang dibawanya. Aku tidak akan sempat memanggil bantuan. Mereka pintar memilih jalan ini untuk menghadang kami. Tetapi mereka tidak tahu bahwa aku tidak pernah sendiri. Aku menyentuh tombol untuk membuka bagasi belakang mobil. Aku meminta istriku untuk tetap berada di dalam mobil dan menguncinya. Aku keluar dan menutup pintu kembali tanpa mengurangi kewaspadaanku terhadap gerakan mereka. Bunyi klik dari dalam mobil menunjukkan bahwa Celeste menuruti perkataanku dengan mengunci mobil. Salah satu dari mereka mendekat dan melayangkan tinjunya kepadaku. Aku segera memutar pinggang menghindar

  • Memulai Kisah Baru   Bab 42 - Gadis dari Masa Lalu

    “Aku mencintai kamu, Jonah,” katanya pelan. Begitu pelan hingga aku pikir aku salah dengar. “Apa yang terjadi tadi membuat aku nyaris pingsan. Bila sesuatu yang buruk terjadi kepadamu, aku tidak tahu bagaimana aku akan menjalani hidupku. A-aku mungkin tidak mau hidup lagi.”“Sayang, jangan sembarangan bicara.” Aku mencari wajahnya di dalam kegelapan, lalu terkejut merasakan pipinya lembap. Dia menangis.“Tolong, berbaikanlah dengan sepupumu. Bagaimana bisa kalian sebagai saudara menyakiti seperti itu? Kamu bisa saja mati tadi,” isaknya.“Maafkan aku. Aku tidak bisa berjanji hal yang tadi tidak akan terjadi lagi, tetapi aku berjanji aku akan bicara baik-baik dengan sepupuku.”“Dan besok kamu harus memeriksakan dirimu kepada Kakak. Aku melihat sendiri kamu tadi terkena pukulan mereka beberapa kali.”“Iya, sayang. Tidurlah. Kamu akan mengikuti wawancara besok.”

Bab terbaru

  • Memulai Kisah Baru   Bab 85 - Pria Dambaanku

    ~Celeste~ “Jacob Nicholas Putra!” seruku melihat anakku yang berusia sembilan tahun malah asyik memakan es krim cokelat di ruang makan. Dia mengotori pakaiannya padahal kami harus pergi sekarang. Aku menoleh ke arah suamiku yang berdiri di sisiku. “Oke. Ini salahku.” Dia menurunkan putri kami dari pelukannya dan memberikan tangannya padaku. “Ayo, Jacob, kita bersihkan tanganmu dan ganti pakaianmu.” Aku mendesah napas keras melihat mereka berjalan menuju pintu belakang. Aku hanya beberapa menit berada di kamar untuk bersiap-siap setelah membantu anak-anak berpakaian. Saat aku pikir kami sudah siap untuk pergi, selalu saja terjadi kecelakaan serupa. Jacob makan sesuatu hingga mengotori tangan, wajah, dan pakaiannya atau Jolene yang menumpahkan minuman ke bajunya. Meninggalkan anak-anak dalam pengawasan suamiku memang bukan ide yang baik, tetapi siapa lagi yang bisa aku percaya kalau bukan dia? Andai saja Ayah dan Bunda ada di sini. Mereka masih dalam pe

  • Memulai Kisah Baru   Bab 84 - Tanggung Jawab

    Aku melihat ke arah arloji pemberian istriku yang melingkari pergelangan tanganku. Tidak peduli berapa harganya, benda itu sangat berarti bagiku. Pemberian pertama darinya untukku. Meskipun dia tidak ada di sini bersamaku, aku merasakan dukungannya.Hari ini pertama kalinya aku akan menghadiri rapat pemegang saham di perusahaan Anggara. Om dan Bunda tersenyum kepadaku saat mereka melihat aku duduk di kursi yang mereka sediakan untukku. Di sisi Om Mahavir. Wajah peserta lainnya menatapku dengan rasa ingin tahu. Mereka semua sudah mendengarkan kemampuan dan beberapa prestasiku, mereka pasti tidak sabar mau mendengar langsung apakah aku seperti yang dikatakan Om.Asisten Om Mahavir menenangkan ruangan dan memimpin jalannya rapat. Dia membacakan agenda dari pertemuan kami sebelum mempersilakan direktur utama untuk menyampaikan laporannya. Aku menghela napas panjang, bersiap mengikuti diskusi panjang nanti.“Aku tidak percaya proyek ini lolos begitu mudah,&rdqu

  • Memulai Kisah Baru   Bab 83 - Beban Terakhir

    “Mengapa aku harus berpakaian seperti ini?” keluh Celeste untuk kesekian kalinya. Dia memakai gaun paling indah dan mahal yang selalu menjadi dambaan banyak wanita, tetapi dia mengeluh. Aku bahkan memberi dia gelang berlian untuk menyempurnakan penampilannya.“Kamu akan mengerti begitu kita tiba di sana.” Kali ini aku tidak menyetir dan meminta salah satu sopir keluarga kami untuk mengendarai mobilku.“Aku merasa seperti maneken yang kamu bawa ke pesta hanya untuk dipamerkan.” Dia memajukan bibirnya, menyatakan rasa tidak sukanya. Seandainya kami dalam perjalanan pulang, aku pasti akan menciumnya habis-habisan di mobil ini sampai senyuman menghiasi wajahnya. Tetapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, riasan wajahnya bisa rusak.“Malam ini istimewa, sayang. Aku mau mereka semua tahu bahwa meskipun aku masih muda, aku bisa mendapatkan uang yang banyak untuk membelikan istriku pakaian yang bagus dan perhiasan yang mahal.

  • Memulai Kisah Baru   Bab 82 - Kunjungan

    Aku menyerahkan dokumen terakhir yang perlu aku tanda tangani sebagai manajer pemasaran kepada Fabian. Sudah tidak ada lagi dokumen atau laporan yang aku sisakan di atas meja. Dengan begitu, orang baru yang akan menggantikan aku tidak dibebani dengan tugas yang masih menjadi tanggung jawabku.“Terima kasih atas bimbingannya selama ini, Pak. Saya ikut bangga Bapak naik ke posisi baru,” ucap Fabian dengan tulus.“Terima kasih juga padamu, Fabian. Kamu asisten terbaik yang pernah aku miliki.” Aku melirik jam tanganku. “Apa kamu ada janji malam ini Mau makan malam bersamaku?”“Saya tidak ada janji, tetapi—” jawabnya dengan segan.“Tidak ada tetapi. Ayo, aku traktir.” Aku memasukkan ponsel ke dalam saku jasku, lalu berjalan mendekati pintu. Dia mengikuti aku keluar dan bergegas menyimpan dokumen tadi di lemari besi kemudian menguncinya.Fabian tidak menyebut makanan tertentu yang dia suka

  • Memulai Kisah Baru   Bab 81 - Pulang

    ~Jonah~Suasana rumah pada pagi itu tepat seperti dugaanku. Ketika aku masuk ruang makan dan Celeste tidak bersamaku, aku terpaksa memberi tahu Ayah dan Bunda bahwa dia pulang ke rumah Papa semalam. Bunda histeris dan Ayah segera menenangkannya.Namun tidak ada yang bisa membuat Bunda berhenti menangis sehingga kami pergi bersama untuk membujuk dia pulang. Aku mengendarai mobilku sendiri, sedangkan Ayah dan Bunda di mobil Ayah. Kami harus ke kantor setelah urusan ini selesai, jadi kami tidak bisa pergi dengan satu kendaraan.Bu Liana menyambut kedatangan kami, lalu mengantar kami ke ruang tamu. Dia meninggalkan kami untuk memanggil Celeste. Nevan masuk beberapa saat kemudian bersama seorang pelayan yang membawakan kudapan. Dia hanya mendesah pelan sebelum duduk di salah satu sofa kosong.“Tolong, maafkan adikku. Dia—” Nevan berusaha untuk menjelaskan.“Ini adalah kesalahanku. Celeste berhak untuk marah,” tukas Ayah. Ne

  • Memulai Kisah Baru   Bab 80 - Rahasia Besar

    ~Celeste~Restoran yang dimiliki Papa berawal dari warung makan sederhana yang dimulainya bersama Mama. Mereka mengawali usaha itu dari nol hingga akhirnya berdiri sebuah restoran berlantai tiga. Dari menu makanan sehari-hari khas Indonesia hingga orang tuaku mempekerjakan koki khusus masakan luar negeri. Restoran itu unik karena lantai dasar tetap diperuntukkan bagi makanan yang terjangkau layaknya warung nasi sederhana, sedangkan lantai dua khusus makanan yang sedikit lebih mahal.Pelanggan semakin banyak dan mereka berharap ada cabang lain yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal atau kantor mereka. Karena itu Papa ingin membangun restoran yang kedua. Itu adalah prestasi terbesarnya setelah lama berdua kehilangan Mama.Lalu ada orang yang sengaja menghancurkan impian Papa dan sengaja merebut semua itu darinya. Dan orang itu tidak lain adalah ayah mertuaku sendiri? Bagaimana bisa orang kaya punya pikiran yang begitu egois? Mereka tidak lebih baik dari Fel

  • Memulai Kisah Baru   Bab 79 - Syarat

    “Apa katamu? Kamu punya syarat? Kamu sudah mendapatkan posisi yang tidak perlu susah payah kamu perjuangkan dari nol, kamu masih berani mengajukan syarat?” ejek Felix. “Ayah lihat, ‘kan? Dia tidak lain hanyalah seorang pecundang yang akan membuat perusahaan kita bangkrut!”“Syarat hanya diajukan oleh orang yang percaya diri dengan kemampuannya. Dia belum memberi tahu syaratnya mengapa kamu langsung marah? Sabar, Felix. Lihat baik-baik bagaimana seorang pemimpin berdiskusi dan menyatakan pendapat tanpa bersitegang leher,” kata Om Mahavir.“Katakan, Jonah. Apa syarat darimu?” tanya Om kepadaku.“Aku hanya meminta hak penuh yang Om dapatkan sebagai direktur utama juga diberikan kepadaku saat aku menggantikan posisi Om. Aku tidak akan mau memimpin bila mendadak dibentuk dewan komisaris untuk membatasi wewenangku. Aku tidak keberatan dengan kehadiran para pemegang saham, dan aku akan menghormati setiap penda

  • Memulai Kisah Baru   Bab 78 - Penawaran Besar

    Dia seharusnya tidak berada di sini. Untuk kejahatan yang sudah dia lakukan, dia tidak mungkin dibiarkan bebas dengan jaminan apa pun. Keberadaannya di dekat kami bisa mengancam nyawa kami. Dia tidak segan menyakiti keluarganya sendiri demi mencapai tujuannya. Lalu mengapa dia bisa berada di sini, di kantor Ayah?“Tenang, Nak. Masuklah. Dia tidak akan menyakiti siapa pun,” kata Ayah.Aku membuka pintu lebih lebar dan melihat ada dua orang polisi yang duduk di dekat Felix. Aku pun merasa sedikit tenang. Ada Ayah, Bunda, Om Mahavir, dan Tante Clara duduk bersama di ruangan itu. Meskipun aku bingung apa yang sedang terjadi, aku masuk dan menutup pintu. Ayah menunjuk di mana sebaiknya aku dan istriku duduk.“Kita tidak bisa berlama-lama karena Felix harus segera kembali ke tempatnya.” Ayah memajukan tubuhnya dan memasang wajah serius. “Aku dan Avir sudah berembuk sampai kami sampai pada sebuah keputusan yang sangat besar.” Ayah me

  • Memulai Kisah Baru   Bab 77 - Mengalihkan Pikiran

    Pada keesokan harinya, kami menerima surat panggilan untuk hadir memberi kesaksian di kantor polisi. Aku, Celeste, dan Bunda meminta agar bisa hadir pada hari yang sama dan tidak berbeda hari seperti yang tercantum dalam surat panggilan tersebut. Pak Omar memberi kabar baik bahwa mereka memenuhi permintaan kami tersebut.Sebagai penasihat hukum keluarga kami, Pak Omar yang lebih banyak bicara mewakili kami bertiga. Dia yang menentukan mana pertanyaan yang bisa kami jawab dan yang mana yang tidak ada hubungannya dengan investigasi kasus yang sedang mereka tangani.Mereka lebih banyak bertanya seputar ledakan yang terjadi pada pintu apartemenku, perkelahian di jalan raya yang sengaja diblokir atas perintah Felix, penculikan Celeste, serta pemaksaan atas Bunda dan penembakan yang terjadi di pelabuhan.Aku menjawab sedetail mungkin mengenai peristiwa di apartemen dan jalan raya, karena mereka perlu memberi laporan kepada pihak asuransi. Aku tidak mau merogoh uangku

DMCA.com Protection Status