Share

Part 11

Penulis: Sriayu23
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

POV Wisnu

"Nikahi Aida, Wisnu," perintah Ibu saat aku berkunjung ke Bandung.

"Tidak Bu. Wisnu sudah bilang, balas Budi gak harus menikahinya. Wisnu siap menanggung hidup Aida. Memberinya uang tiap bulan. Asal, tidak menikah dengannya."

"Gak bisa Wisnu. Itu permintaan terakhir Pak Reno. Dia ingin kamu menjaga Aida."

"Aku bisa menjaganya, tanpa harus menikah dengannya, Bu!" bentakku geram.

"Tolong, Wisnu, menikahlah dengan Aida, agar kamu bisa punya anak. Lihatlah, sudah enam tahu pernikahan, kalian belum mempunyai anak."

"Belum rezeki, Bu. Kami sama-sama subur. Jadi, jangan beri alasan apapun. Sampai kapan pun, Wisnu tidak akan mempoligami Elina. Wisnu sangat mencintainya."

"Wisnu, mau ke mana?"

"Aku mau kembali ke Jakarta."

"Wisnu, jangan pergi. Temani Ibu!" teriak Ibu tak aku hiraukan.

Aku berlalu pergi dari rumah Ibu. Sungguh, permintaannya diluar akal sehat. Aku sangat mencintai Elina. Perempuan paling sempurna di mataku.

Sekuat tenaga, aku tolak permintaan gila dari Ibu. Tak akan tega menduakan Elina. Dia Pasri tersakiti. Tidak ada istri yang mau berbagi suami. Aku juga tak sampai hati, melihatnya menangis, atau terluka karena mempunyai adik madu.

Drat!

Drat!

Ponsel berbunyi. Ada panggilan dari Aida. Sengaja aku tolak. Namun, Aida terus memanggil. Terpaksa, menepikan mobil, dan mengangkat telepon darinya.

"Hallo, Aida, ada apa?"

"Mas Wisnu, tolong aku. Di rumah kaya ada maling gitu. Aku takut Mas. Cepetan ke sini."

"Kamu serius ada maling?"

"Iya, Mas cepat ke sini. Aku sendirian, takut."

"Baiklah, cari benda tajam untuk jaga-jaga, aku putar balik menuju rumahmu."

Seharusnya, aku pulang ke Jakarta

 Elina sudah menunggu di rumah. Namun, takut terjadi apa-apa kepada Aida. Aku putuskan, membatalkan rencana kembali ke Jakarta.

"Hallo, Neng?"  Di perjalanan, aku sengaja mengabari Elina Via telepon agar dia tidak khawatir.

"Iya Mas, jadi pulang?"

"Maaf Neng, Ibu pengen ditemenin dulu. Jadi, Mas pulangnya besok, yah."

"Bagaimana keadaan Ibu, Mas? apa aku harus menyusul ke Bandung?" tanya Elina cemas. 

Elina begitu menyayangi Ibu. Awalnya, dia memaksa untuk ikut, tetapi aku larang. Karena aku tahu, Ibu sakit ingin dijenguk dan memaksaku menikah dengan Aida. Elina pasti sakit hati, Jika mengetahui, Mertua yang dia sayangi, malah berusaha menghancurkan rumah tangganya.

Tok! tok! tok!

"Aida, buka pintunya."

Ada kejanggalan yang aku rasakan. Aida bilang, ada orang yang mengintainya. Namun, aku perhatikan, tidak ada tanda-tanda maling di sini.

"Mas Wisnu."

Aida langsung memelukku. Segera aku lepas rangkulannya. 

"Kamu baik-baik saja?"

"Iya, Mas. Tadi ada orang Ronda, jadi malingnya sudah mereka tangkap."

Apa benar perkataan Aida? aku amati, tidak ada bekas perkelahian di sini. Hanya bagian pelipis Aida yang nampak memar.

"Mas, tolong tetap di sini dulu, yah. Aku takut. lihat, penjahat itu mau melukaiku." Aida menunjuk bagian wajahnya yang memar.

"Baiklah, tapi hanya sebentar saja. Aku tidak mungkin menginap di sini."

"Iya, Mas. Temani sebentar saja. Ayok, masuk."

Aku duduk di ruang tamu. Firasat buruk seketika menerpa. Aku berusaha menepisnya. Aida tidak mungkin berbuat buruk padaku. Dia adalah sahabatku, sejak kecil. 

"Minum dulu, Mas."

Tenggorokan terasa haus. Kebetulan, Aida menyuguhkan segelas minuman dingin. Segera aku minum sampai tandas.

"Aida, kenapa aku tiba-tiba ngantuk, yah?"

"Mas, cape kali. Ayok, aku antar ke kamar untuk istirahat sebentar."

Rasa kantuk mendera begitu hebat. Aku tidak sanggup menolak, saat Aida memapah menuju kamar. Setelah itu, aku terbaring, dan tidak tahu apa-apa lagi.

******

"Hiks, hiks." Suara tangisan membangunkanku dari tidur.

"Aida, apa yang terjadi?"

Mata melotot sempurna. Tubuh ini tidak memakai sehelai benang pun, sama seperti Aida.

"Mas Wisnu sudah merenggut kesucianku. Aku sudah berusaha menolak, tapi Mas terus memaksa."

"Gak mungkin, aku tidak mungkin melakukan itu."

Aku bangkit mengambil baju dan pergi meninggalkan Aida. Terus bergeming, meskipun Aida menahanku pergi. Aku tak mungkin melakukan perbuatan keji itu.

Beberapa bulan kemudian, Ibu mengabari bahwa Aida hamil. Tubuh lemas tak bertenaga. Tak mungkin benihku langsung jadi  di rahimnya. Bahkan, kejadian malam itu saja, aku tidak mengingatnya. 

Perintah Ibu sengaja aku abaikan. Diri ini sangat yakin, bahwa anak itu bukan darah dagingku. 

"Wisnu, cepat ke sini. Aida mau bunuh diri jika kami tidak menikahinya."

Denga rasa cemas, aku segera ke Bandung. Takut terjadi apa-apa pada Aida.

Setelah sampai di rumah Aida, aku langsung menyaksikan pemandangan yang sangat pilu. Wajah Aida nampak semrawut. Rambut tak beraturan. Dia terduduk sambil terus menangis di kamar. Sebuah pisau terletak di tangan bagian kiri, siap mengiris urat nadinya.

"Aida, hentikan."

"Wisnu, ibu takut Aida kenapa-kenapa. Kesian dia sedang mengandung anakmu. Segera bujuk dia."

"Aku harus apa, Bu? gak mungkin nikahin dia. Wisnu terlalu sayang pada Elina."

"Kalau Mas Wisnu gak mau tanggung jawab, Aida lebih baik mati saja."

"Argh!"

"Aida!" 

Aku dan Ibu histeris ketika melihat darah mengucur. Aida terkulai lemas. Tubuh Aida aku gendong menuju mobil dan membawanya ke rumah sakit.

Beruntung, Aida tidak meregang nyawa. Urat nadinya tak sampai putus. Kejadian itu, membuat hati nuraaniku terketuk, untuk mengalah dan menikah dengan Aida.

"Aku akan bertanggung jawab, Aida," ujarku saat Aida berangsur pulih.

"Benar, Mas?" tanya Aida berbinar. Aku hanya mengangguk.

"Ada syaratnya. Aku ingin kamu menandatangani surat perjanjian ini."

"Surat perjanjian apa?"

"Surat ini menyatakan, bahwa kamu tidak akan menyuruhku untuk bercerai dengan Elina. Jangan katakatan pada Elina bahwa kamu hamil. Tunggu sampai kamu melahirkan. Jika tes DNA menyatakan anak itu benar-benar darah dagingku, maka Elina boleh tahu."

"Kamu gila, Wisnu. Kenapa buat surat perjanjian aneh itu," hardik Ibu.

"Wisnu sudah bilang, kalau Wisnu sulit menerima pernikahan ini. Wisnu terpaksa menikahinya, agar Aida tidak berbuat nekat lagi."

"Kamu sudah dibutakan cinta, Wisnu. Sudah jelas anak Aida adalah anak kandungmu. Aida tidak pernah berhubungan dengan pria lain. Ibu yakin itu. Dia selalu menemani Ibu. Jadi, Ibu paham pergaulannya."

"Terserah. Jika tidak setuju, aku gak akan menikah dengan Aida."

"Baiklah, Mas. Suatu saat kamu akan yakin, bahwa anak ini memang darah dagingmu. Aku ingin pernikahannya dilakukan malam ini juga."

"Tapi Aida a-"

"Sudahlah, Wisnu, jangan berkelit. Kamu harus tanggung jawab," cecar Ibu.

Aku hanya mengangguk pasrah. Malam itu, janji suci aku ucapkan untuk kedua kalinya. Sanubariku, terasa sakit melakukannya. Elina, maafkan diriku yang sudah menghianati cinta suci kita.

Satu bulan sesudah akad nikah. Aida memaksa mengadakan resepsi pernikahan. Awalnya aku menolak, takut Elina curiga. Namun, Ibu dan Aida terus mendesak.

"Kasihan Aida, Wisnu. Ini pernikahan pertama untuknya. Turuti saja, siapa tahu, itu permintaan anak dalam kandungannya."

"Baik, Bu. Tapi, aku hanya ingin orang tertentu saja yang datang di resepsi. Jangan sampai Elina tahu."

"Kalau itu gampang, bisa diatur," ujar Ibu menyakinkan.

Aku tidak pernah menyangka, resepsi pernikahan bersama Aida adalah awal kehancuran rumah tanggaku dengan Elina. Istriku, tiba-tiba datang dan memberi kejutan yang cukup membuat sakit jantung.

Elina mengamuk tak terkontrol. Dengan berutal, dia memukulku, dan membuat kekacauan  yang begitu mengerikan. Matanya yang selalu berseriseri, berubah sendu. Aku bisa merasakan, luka begitu dalam di hatinya.

Lagi-lagi aku gagal untuk mengusir duka di hati Elina. Dia datang ke rumah ibu, tetapi Aida melarangku untuk pergi bersamanya. Aida juga memaksa ikut ke Jakarta, dengan alasan kehamilannya. Hidupku sangat dilema. Di satu sisi, ada Elina yang harus aku jaga hatinya. Namun, di sisi lain, ada janin calon anakku yang mulai aku akui keberadaannya.

*****

"Wow, bagus sekali."

Raut bahagia baru nampak kembali di wajah cantik Elina. Aku senang, hadiah mobil ini bisa membuatnya kembali ceria dan menerima poligami yang sudah aku lakukan.

"Suka?" tanyaku.

"Banget," jawab Elina semringah.

"Ada satu lagi."

Aku keluarkan sebuah cincin berlian yang sangat indah untuk Elina. Sengaja memilih cincin paling indah, meskipun mahal. Asalkan, Elina bahagia, pasti aku lakukan.

"Wah, bagus banget. Makasih, Mas."

Elina mencium pipi kanan dan kiriku. Jantung berdesir halus meraskaan kehangatannya. Sosok istri yang aku cintai, mulai kembali.

"Buat aku mana, Mas?" tanya Aida yang tiba-tiba muncul. 

Wajah Elina kembali muram. Senyum yang merekah, seketika hilang saat Aida datang. Hatiku begitu tersayat menyaksikannya. Andai ada pilihan lain, aku juga tidak rela menyakiti Elina.

"Ini berlian untukmu, Aida."

Bagaimanapun kondisinya, aku juga harus bersikap adil kepada Aida. Cincin yang sama, aku belikan juga untuknya. 

Aku tahu, sikapku makin melukai Elina. Raut kecewa tergambar jelas. Biasanya, hadiah spesial yang aku beri, khusus untuknya. Saat ini, semua harus dibagi sama rata dengan Aida.

Realitanya, aku belum bisa bersikap adil pada mereka. Hatiku, masih sepenuhnya milik Elina. Mobil permintaan Aida juga belum bisa diberikan, karena uangku hampir menipis untuk membahagiakan Elina. Syukurlah, Aida bisa menerima. Dia bersikap hangat malam ini. Aku segera mandi agar tidak menyakiti Elina dengan sikap Aida yang begitu perhatian.

"Mas, tolong!"

Belum sempat membuka baju, suara minta tolong terdengar jelas dari mulut Aida. Aku segera berlalu menuju sumber suara.

"Mas, sakit. Elina mendorongku. Anak kita, Mas. perutku sakit."

Mataku terbelalak ketika melihat darah mengalir di bagian kaki Aida. Rasa cemas menguasai diri. Aku takut, terjadi apa-apa pada Aida dan bayi kami.

"Elina, apa yang kamu lakukan?" tanyaku geram.

"Aku tidak melakukan apapun, Mas."

"Jangan bohong. lihat, Aida mengeluarkan darah. Kamu sengaja mau membunuh anakku?"

"Anak? Aida hamil?"

"Jangan pura-pura tidak tahu. Kamu pasti sengaja melukainya, karena aku menyembunyikan kehamilan Aida? tega sekali kamu, Elin. Aku menutupinya demi kamu. Tapi, dirimu malah melukai anakku."

"Mas, buruan ke dokter, sakit ...," rintih Aida.

Tubuh Aida aku gendong menuju mobil. 

"Elina, ikut denganku. Kamu harus tanggung jawab!" bentakku.

Tak menyangka Elina akan berbuat sejahat itu pada Aida. Istri yang selama ini aku banggakan, ternyata mempunyai sisi kriminal. 

"Mas, cepat, perutku sakit," Aida terus merintih kesakitan saat di mobil.

"Halah, gak usah akting, Aida. Kamu bener-bener gila, yah," maki Elina.

Aku tidak habis pikir, pada Elina. Di kondisi genting seperti ini, dia masih bisa berpikir buruk pada Aida. Di mana hati nuraninya? Emosi semakin meletup melihat tingkah Elina.

"Diam Elina. Jangan bicara omong kosong!"

"Aku bicara apa adanya, Mas. Aida cuman pura-pura. Kalau gak percaya, lihat saja kata dokter."

"Elina, kamu jahat. Aku benar-benar kesakitan. Cepat Mas, bawa aku ke dokter Mawar."

Dokter mawar merupakan sahabat kami di Jakarta. Dia biasa praktek di rumah sakit dekat rumahku. Aku memang akan membawanya ke sana.

"Jangan di situ. Mereka pasti bersekongkol."

"Jangan dengarkan Elina Mas, dia hanya benci padaku, karena bisa mengandung anakmu."

"Dih, sorry, yah. Aku cuman pengen Mas Wisnu tahu kebusukanmu. Cepat Mas, bawa dia ke rumah sakit Bunda Pelita saja. Tempatnya juga gak jauh. Di sana rumah sakit besar, dokternya lebih handal."

"Tidak, aku tidak mau, Mas. Aku ingin periksa ke dokter mawar saja. Dia sahabat kita, pasti memberi pelayanan terbaik."

"Halah, kamu takut 'kan? lihat tuh, gundikmu, Mas. Kebakaran jenggot takut ketahuan."

Kepalaku makin pusing mendengar perdebatan mereka. Ternyata, punya dua istri rasanya seperti di demo rakyat satu negara. Penuh permintaan, dan keributan.

"Diam! biar aku yang menentukan."

Bab terkait

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 12

    Pov Elina"Tidak, aku tidak mau, Mas. Aku ingin periksa ke Dokter Mawar saja. Dia sahabat kita, pasti memberi pelayanan terbaik," sanggah Aida panik"Halah, kamu takut 'kan? lihat tuh, gundikmu, Mas. Kebakaran jenggot takut ketahuan." Dia pikir aku bodoh dan bisa masuk perangkapnya? oh tidak, semudah itu. Aku sudah bisa membaca kelakuan pelakor model Aida. Sekarang, dia panik karena permainannya sendiri."Diam! biar aku yang menentukan!" bentak Mas Wisnu.Hatiku dongkol kepada Mas Wisnu. Hanya karena istri keduanya, dia membentakku. Tak ada penawar bagi lukaku ini. Tekad semakin bulat untuk menggugat ceria. Modal usaha sudah aku kantongi. Soal aset rumah, aku tak berminat menguasainya.Harta bukan penentu sebuah kebahagian. Hal terpenting, aku punya modal untuk memulai hidup baru tanpa Mas Wisnu. Dibandingkan terus bertahan tapi tersakiti. Uang masih bisa aku cari sendiri. Namun, kebahagian dan kesehatan mental tidak bisa dibeli materi. Buat apa aku berhasil mengeruk harta Mas Wisnu

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 13

    Prang!Mas Wisnu memecahkan meja kaca menggunakan hiasan patung dari batu yang ada di lemari tempat televisi."Jangan pergi, atau aku bunuh diri," gertak Mas Wisnu sambil meletakan pecahan kaca pada lengan kirinya."Mas istigfar, Mas," seruku panik."Jangan pergi, Elin aku mohon." "Biarin aja, Mbak. Dia cuman drama doang. Kalau gak mau kehilangan, harusnya jangan mendua," sungut Aish."Mas tidak bercanda, Elina. Tolong jangan pergi. Mas sangat mencintaimu.""Modus!" sergah Aish."Ayok, Aish, kita pergi," seruku."Tidak."Mas Wisnu menghadang kami. Dia berjaga di pintu, agar aku tak bisa keluar. Kenapa kamu nekat seperti ini, Mas?"Awas!" teriak Aish."Tolong biarkan kami pergi, Mas!" hardikku."Silakan, pergi. Jika kamu rela melihatku mati.""Arrgh!" jerit aku dan Aish saat melihat darah bercucuran.Serpihan kaca, berhasil membelah lapisan kulit Mas Wisnu. Jelas terlihat, kulit yang menganga dengan cairan merah yang perlahan melingkari tangannya."Mas wisnu, hiks, hiks."Tanpa pikir

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 14

    "Berhenti!" Aku pasang badan agar Arka tidak lagi dipukul. Mas Wisnu menatap heran. Dia menggelengkan kepala seakan tak percaya, bahwa aku lebih membela Arka dibandingkan suami sendiri."Elina, jangan halangi aku. Pria itu sudah kurang ajar!" umpat Mas Wisnu."Elina, mari ikut bersamaku. Tinggalkan suami tak berguna seperti dia."Kenapa Arka berbicara seperti itu? pasti ada sesuatu yang tidak beres. "Diam! tidak boleh ada yang bertengkar. Mas Wisnu jangan main hakim sendiri.""Kenapa kamu bela dia, Elina? sudah jelas, dia merendahkanku. Dia bicara bohong kalau kamu mantannya. Dia juga berani mengancam akan merebutmu dariku.""Tenang, Mas Wisnu. Sepertinya pria itu memang jujur. Buktinya, kemarin-kemarin dia juga sengaja membantu Elina mengacaukan resepsi kita. Biarkan Elina pergi bersamanya. Mereka juga sama-sama penghianat ," ujar Aida memanas-manasi."Jangan ikut campur, Aida. Keberadaanmu malah menambah keruh suasana!" bentak Mas Wisnu sambil menghempaskan tangannya."Elina, ayok

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 15

    POV AidaNamaku Aida Anandita, putri tunggal keluarga Reno Kusuma. Pemilik bisnis properti di Bandung. Ayah aslinya orang jawa, tetapi tinggal di Bandung karena menikah dengan Ibu. Sejak kecil, Ibu meninggalkan kami karena sakit. Namun, aku tak pernah merasa kekurangan kasih sayang, karena sering di asuh Bu Anna, Istri sahabat karib Bapak. Persahabatan mereka sangat erat. Itu pula yang terjadi denganku dan Anaknya--Wisnu.Keluarga Mas Wisnu sangat berhutang Budi pada Ayahku. Apalagi, saat Pak Wijaya meninggal. Semua kebutuhan kuliah Mas Wisnu, dan modal usaha Ibunya, ditanggung Ayahku."Aida, Mas seneng banget," seru Mas Wisnu. Saat libur kuliah tiba, kami selalu bermain bersama. Menyempatkan waktu bertemu atau bertukar pesan saat saling jauh. Mas Wisnu kuliah di Yogyakarta, sedangkan aku masih setia di Bandung. Tinggal bersama Ayah, dan sering berkunjung ke rumah Mas Wisnu."Kenapa, Mas? tumben pulang dari Jogja mukanya cerah gitu.""Mas udah jadian sama Elina, perempuan yang sering

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 16

    POV ElinaTok! tok! tok!"Siapa yang bertamu pagi-pagi gini, Aish?" tanyaku heran."Gak tahu, sana Mbak aja yang buka. Biar Aish lanjut masak dan bawa ke depan.""Oke siap.""Assalamualaikum."Tok! tok! tok!Suara ketukan pintu bertalu-talu. Siapa gerangan orang yang bertamu sepagi ini? ketukannya berkali-kali dan sangat nyaring. Seperti orang mau ngajak tawuran."Buka!" "Iya sebentar."Ceklek!"Aduh, lama banget. Iqis kesel ama Bunda. Iqis 'kan mau makan macakan Bunda," rengek anak kecil bermata indah itu.Pagi ini, dia begitu cantik. Menggunakan baju muslim berwarna pink dengan kerudung warna senada. Tangannya memegang boneka beruang berwana coklat susu. Bibir tipisnya menyiratkan kebahagian."Ya ampun, maaf anak cantik. Tante lagi masak, jadi lama buka pintunya." Aku berjongkok sambil memegang tangannya."Ko, Bunda bilang Tante? Bunda gak akuin Iqis anak Bunda?"Bibir Iqis manyun dengan sempurna. Wajah cerah seketika sendu seperti awan mau hujan."Eh, ko, sedih.""Bilqis, ini T

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 17

    "Duduklah Elina," perintah Arka saat kami tiba di kontrakanku.Ribuan luka bertebaran di hati. Jika tak ingat malu, aku ingin mengamuk seperti seekor sapi yang kena stres saat mau dipotong."Mas Arka lebih baik pulang saja. Aku tahu, Mas sibuk mengurus klien baru. Soal rekomendasi hidangan acara para pengantin, nanti bisa konfirmasi langsung ke koki restoranku.""Gak papa aku tinggal?"Aku hanya mengangguk lemas. Bilqis ikut murung di sampingku. Dia terus menggenggam tangan ini."Baiklah, sepertinya kamu butuh waktu sendiri. Soal Wisnu, jika kamu butuh pengacara hebat untuk di pengadilan nanti, hubungi aku. Kita buat mereka menyesal." Aku hanya tersenyum tipis meresponnya.Kenapa Arka ikut berambisi membalas keburukan mereka? membuatku semakin penasaran saja. Namun, mulut seakan terkunci rapat tak ingin banyak bicara."Aku pamit.""Hati-hati."Arka berlalu meninggalkan kami. Hanya tersisa aku dan Bilqis. "Bunda, jangan nangis, Iqis jadi sedih," ucap Bilqis berkaca-kaca. Aku peluk t

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 18

    "Maaf Bu. Harusnya ibu yang bertanya pada diri sendiri. Kesalahan apa yang Ibu perbuat, sampai membuat rumah tangga kami hancur," jawabku penuh penekanan.Ibu hanya membisu. Matanya berkaca-kaca. Perkataanku bagai busur yang melesat tepat sasaran. Menancap kuat di hatinya."Elina jangan pergi," rengek Mas Wisnu seperti anak kecil.Irasnya sudah tak karuan. Rasa penyesalan, kesedihan, dan penderitaan begitu tergambar di wajahnya. Seketika, hatiku ikut pilu. Namun, logika memaksa untuk pergi."Elina, aku akan mengejarmu kemana pun. Kamu hanya untukku.""Wisnu ayok pulang!" Ibu menahan Mas Wisnu agar tak mendekat kepadaku. Sedangkan aku, berusaha tak acuh atas panggilannya."Sabar yah, Mbak Elina."Sebelum masuk mobil, Mas Alzam menghampiri untuk memberi semangat. Wajahnya yang teduh, menyalurkan energi ketenangan untukku."Allah selalu menghibur hati yang sedih melalui firmannya. Seperti yang sudah di jelaskan dalam Al Quran Surat Al-Baqarah Ayat 186: Dan apabila hamba-hamba-Ku bert

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 19

    POV Wisnu"Wisnu, Ibu tak pernah mengajarkanmu untuk merendahkan diri seperti itu," bentak Ibuku setelah Elina pergi dari ruang sidang.Kenapa Ibu tak mengerti sedikit pun perasaanku? Berkali-kali aku katakan, bahwa cintaku hanya milik Elina. "Semua karena Ibu. Jika Ibu tak memaksaku menikah dengan Aida, pernikahanku tak akan hancur seperti ini.""Jangan salahkan Ibu. Kamu sendiri yang menghamili Aida.""Aku sudah bilang, anak dalam kandungan Aida bukan anakku."Plak!"Gila kamu, Wisnu."Tamparan dari Ibu mendarat tepat di pipi kananku. Bukan kulit yang sakit, tapi hati. Tak menyangka Ibu berbuat seperti itu. Dia lebih mendukung Aida dibandingkan aku. Bukan membantu mencari solusi, Ibu malah menambah lukaku semakin menganga."Ibu gak tahu rasanya jadi Wisnu." Aku berjalan menjauh darinya."Mas mau ke mana? jangan pergi.""Diam, jangan halangi aku. Dasar perempuan pembohong. Kalau tidak mendengarkan hasutan darimu, aku tak akan terbawa emosi untuk menalak Elina.""Mas, itu bukan salah

Bab terbaru

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Tamat

    POV AishApa kira-kira tugas terkahir Jex sebagai mafia? sepanjang perjalanan Jakarta - Bandung aku terus berpikir keras. "Sayang, apa sebenernya yang harus diselesaikan? kamu tidak berniat membunuh seseorang 'kan?""Tidak, istriku. Ada wasiat dari Ayah. Setelah itu, hidupku akan bebas.""Apa?""Nanti aku beritahu, lebih baik kamu tidur. Kamu pasti lelah.""Baiklah."Jex bukan orang yang bisa dipaksa untuk bicara. Maka aku ikuti saja keinginannya. Yang terpenting, dia sudah tidak terobsesi lagi oleh dendam. Aku hanya ingin kami bisa hidup bahagia tanpa di bayang-bayangi kecemasan. Ternyata hidup menjadi bagian dari seorang mafia sangat tidak nyaman. Meskipun uang berserakan di mana-mana. ****Satu bulan berlalu, Perlahan Jex menyelesaikan tugas terakhirnya. Dia menyerahkan semua saham perusahaan Sagar Buana pada Denis. Dengan rasa tak percaya, Denis mau menerimanya. Jex hanya akan mengambil sedikit harta untuk membeli tanah dan modal untuk memulai hidup baru di desa emak dan bapakku

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 61

    POV JexMataku membeliak kaget. Kamar berantakan. Baju-baju Aish sudah berkurang dari lemari. Aku pikir dia hanya marah biasa. Ternyata, Aish nekat pergi dari rumah ini. Hampir 5 jam aku melupakannya setelah pertengkaran yang terjadi di antara kami. Aku terlalu sibuk dengan dunia kesedihanku. Sampai tidak sadar Aish meninggalkanku."Ke mana istriku pergi?" tanyaku penuh amarah kepada penjaga."Ta-tadi nyonya naik taksi online sambil membawa koper, Tuan. Saya pikir sudah izin sama Tuan.""Bodoh!"Bugh. Aku pukuli para penjaga satu persatu. Dasar manusia berotot yang tidak bisa diandalkan. Mana mungkin aku membiarkan Aish keluar sendirian tanpa penjagaan anak buahku. Kenapa mereka begitu bodoh, sampai tidak bisa melarang kepergian istriku? Amarah aku luapakan secara brutal. Semua anak buahku menjadi pelampiasan emosi. Mereka semua babak belur. Darah mengucur di bagian bibir. Aku berubah seperti Jex yang dulu. Menjadi brutal dan ganas. Bagaikan singa hitam. Aku segera menuju rumah Mb

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 60

    POV Aish "Ayah!" teriak suamiku diiringi isak tangis.Persendian lemas. Aku tersungkur di lantai. Menunduk sambil mengeluarkan air mata. Tak sanggup memandang wajah ayah yang sudah penuh darah. Sedangkan suamiku terus meraung mengeluarkan kesedihan. Dia memeluk dan mencoba membangunkan ayahnya. Namun, semua itu percuma. Ayah sudah kembali ke alam keabadian. Dia meninggal karena memilih menyelamatkanku dan cucunya. Tak gentar menghadapi ajal. Pengorbanannya untukku dan Jex begitu luar biasa. Namamu akan tersimpan baik di hatiku ayah.Maafkan aku tak bisa menyelamatkanmu. Terima kasih telah mengorbankan nyawa demi aku. Kau bagai malaikat penolongku. Jujur, sesak di dada begitu menghimpit. Oksigen seakan tak mau masuk ke rongga paru-paruku. Rumah yang penuh canda tawa dan ketenangan ini, mendadak gelap. Seiring dengan kepergianmu. "Ayah ... maafkan aku. Ayah ... bangunlah, Arrgh!"Jex mencengkram pundak ayah. Menggoyangkan tubuhnya. Mengaggap ayah hanya sedang tertidur pulas. Suamiku

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 59

    POV AraavSialan. Pria tua seperti Sagara bisa memporak porandakan bisnisku dalam hitungan hari. Di tambah lagi kecerobohan Arka dan anak buahnya. Mereka memang tidak bisa diandalkan. Lengah meninggalkan jejak ketika membakar ruko. Arka juga dituduh melakukan penculikan karena bertingkah gegabah. Aku sudah bilang, jangan bertindak sembarangan. Rusak sudah rencanaku. Jex dan Sagara bersekongkol menghancurkanku. Dia membuatku masuk penjara. Semua karena penghianatan manusia busuk seperti Arka. Dia dijebloskan terlebih dahulu ke penjara, dan sengaja menyeret namaku ikut dengannya. Dasar manusia sialan. "Aku sudah bilang, kau ini bodoh. Kau pintar bercuap-cuap, tapi selalu salah bertindak," hardik Gisel.Adik sialan yang merasa paling hebat. Beruntung aku berhutang pertolongan kepadanya. Kalau bukan karena dia aku masih mendekam di penjara. Ruangan yang mirip tempat pembuangan sampah. Mimpi buruk berada di sana. Hanya dalam hitungan hari saja, membuatku trauma. Aku bersumpah akan mengh

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 58

    POV Tuan Sagara"Tu-tuan, jangan emosi dong. 'Kan bukan aku yang seperti iblis."Perempuan bodoh kesayangan Jex ketakutan. Dia tak setangguh yang aku pikir. Awalnya, aku mengira dia perempuan tangguh, karena berani melawanku pada waktu itu. Namun, tetap saja seorang perempuan sesuai kodratnya. Hatinya lembut. Lebih tepatnya dinamakan lemah."Jangan cengeng. Baru seperti itu saja ketakutan. Kamu sedang mendengar aku bercerita, bukan menonton arena gulat.""Hihihi, Tuan tetep serem walaupun sedang curhat."Anak ingusan ini malah mengejekku. Kalau bukan istri dari putra angkatku, sudah aku tampar dia. Tak sopan bersikap demikian di hadapanku. Berani meledek mafia paling hebat se-Asia. Sebenernya, dia orang kedua. Maria sudah terlebih dahulu bersikap konyol begitu ketika bersamaku. "Cepat bereskan dapur ini. Jangan sampai ada debu sedikit pun. Kau terlalu lancang menyuruhku banyak bicara.""Maaf, Tuan. Aku tidak menyuruh. Hanya saja, Tuan yang bercerita duluan. Tapi, tak apa. Sebagai me

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 57

    "Buburnya sudah siap, Ayah.""Hahaha, aku suka panggilan itu, Lion.""Ternyata kau membawa pujaan hatimu, hahaha. Kita tidak sedarah, tapi tingkahmu mirip denganku," sambungnya ketika menyadari kehadiranku.Sungguh aneh. Tuan Sagara yang ada di hadapanku saat ini, sangat berbeda dengan sosok Tuan Sagara saat kami pertama berjumpa. Dia kelihatan seperti orang tua pada umumnya. Dengan rambut yang beruban, dan kesehatan yang mulai memburuk. Apa memang begini kehidupan seorang mafia? mereka bisa menyesuaikan diri dengan sesuka hati. Tergantung tempat dan kepentingan. "Aish sudah membuat bubur. Silakan di makan, Ayah. Setelah itu, minumlah obat.""Berikan buburnya, jika tidak enak, istri cantikmu ini tak akan selamat, hahaha.""Ih, serem, Jex," bisikku panik. Baru saja pria tua ini aku puji, karena bersikap normal. Sekarang dia malah berani mengancamku. Padahal aku tidak melakukan kesalahan ."Tak usah takut, hanya bercanda.""Bercanda dari Hongkong. Orang mukanya serem gitu," bisikku kes

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 56

    "Om, Om, mukanya ko, serem," ledek Bilqis malu-malu.Anak itu memang begitu. Meskipun kelihatan ketakutan, tapi suka jahil. Salah satunya senang berceloteh. Terlalu jujur. Aku peluk dia sambil tertawa. Sedangkan Jex tampak tak terima dikatakan demikian. "Santai dong, Om Jex tampan. Bilqis bicara seperti itu karena dia ingin PDKT sama kamu. Peka dong.""Aku tak paham caranya mendekati anak kecil," jawab Jex tanpa dosa.Dia tenang saja duduk di sampingku. Tanpa niatan ingin mengajak Bilqis bermain. Aku punya ide supaya suasana di rumah ini tidak kaku. "Iqis, suka main kuda gak?""Suka dong, Tante. Tapi ayah sedang masak. Jadi, Iqis gak bisa main kuda-kudaan.""Nah, Tante punya teman baru untuk Aish main kuda-kudaan.""Serius Tante? mana temannya.""Nih, di samping Tante.""Aku maksudnya?" tanya Jex kaget. Dia tampak tak terima dengan usulanku."Ya iyalah, suamiku sayang. Siapa lagi? kamu tega istrimu jadi kuda? hi, dasar.""Aish, jangan begitu," tegur Mbak Elina.Kakakku membawa dua

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 55

    POV AishHari ini semuanya berubah. Aku bisa merasakan pancaran kebahagian. Jex begitu menikmati sarapan bersama kami, dan Mbak Elina. Benar kata kakakku, suamiku butuh perhatian. Aku harus berdamai dengan takdir dan menerima semuanya. Rido terhadap ketentuan Gusti Allah. Awal mula perubahan sikapku, karena nasihat Mbak Elina dini hari tadi. Saat aku terbangun pukul 03.00 dini hari, aku melihat Jex tertidur sambil memelukku. Dengan kondisi kepalaku yang sudah tidak mengenakan hijab. Rasa kesal sempat menghampiri. Tak terima dengan sikap Jex yang lancang. Seenaknya dia melihat rambutku. Namun, perlahan emosiku reda. Ketika mendengarnya mengigau."Jangan ... jangan ambil Aish dariku. Aku mohon ...." Tampaknya Jex bermimpi buruk. Air mata menetes begitu saja. Padahal, matanya terpejam. Dari situ, hatiku sedikit tersentuh. Bertanya-tanya dalam diri ini. Apa sebesar itu cinta Jex padaku? sampai dalam tidurnya saja, dia tak mau kehilanganku.Aku berusaha mengingat-ingat lagi, apa yang su

  • Mempermalukan Suamiku Di Resepsi Pernikahanya   Part 54

    POV JexMalam ini aku ceritakan semuanya pada Aish. Mulai dari kisah hidupku semasa kecil. Sampai konflik yang terjadi antara Tuan Nicolas dan adiknya, Tuan Sagara. Sepengetahuanku, Tuan Nicolas yang mempunyai sifat tamak. Ingin merebut semua yang menjadi milik adiknya. Sama halnya dengan Araav. Darah haus kekuasaan mengalir kental pada anak pertama Tuan Nicolas. Aish sangat antusias mendengarkan ceritaku. Meskipun, wajahnya seketika murung saat aku memberi tahu kebusukan Arka. Istriku harus tau. Walaupun, dia tak mungkin 100% percaya padaku. Namun, setidaknya Aish bisa berhati-hati. Jika sewaktu-waktu Arka mengganggunya. Baru saja mau merebahkan tubuh di kasur, tiba-tiba ada panggilan dari orang kepercayaan yang memegang bisnis ruko. Dia mengabarkan kalau Ruko habis terbakar. Sampai merembet ke perumahan milik Sagara Buana."Jex, mau ke mana?""Ada masalah, Aish. Kemungkinan besar, Araav dan Arka sedang membuat perhitungan padaku.""Maksudnya bagaimana?" "Aku sudah mengacaukan mar

DMCA.com Protection Status