POV Wisnu"Wisnu, Ibu tak pernah mengajarkanmu untuk merendahkan diri seperti itu," bentak Ibuku setelah Elina pergi dari ruang sidang.Kenapa Ibu tak mengerti sedikit pun perasaanku? Berkali-kali aku katakan, bahwa cintaku hanya milik Elina. "Semua karena Ibu. Jika Ibu tak memaksaku menikah dengan Aida, pernikahanku tak akan hancur seperti ini.""Jangan salahkan Ibu. Kamu sendiri yang menghamili Aida.""Aku sudah bilang, anak dalam kandungan Aida bukan anakku."Plak!"Gila kamu, Wisnu."Tamparan dari Ibu mendarat tepat di pipi kananku. Bukan kulit yang sakit, tapi hati. Tak menyangka Ibu berbuat seperti itu. Dia lebih mendukung Aida dibandingkan aku. Bukan membantu mencari solusi, Ibu malah menambah lukaku semakin menganga."Ibu gak tahu rasanya jadi Wisnu." Aku berjalan menjauh darinya."Mas mau ke mana? jangan pergi.""Diam, jangan halangi aku. Dasar perempuan pembohong. Kalau tidak mendengarkan hasutan darimu, aku tak akan terbawa emosi untuk menalak Elina.""Mas, itu bukan salah
POV Elina "Mereka sudah pergi, Aish?" tanyaku setelah solat isya.Hati yang awalnya panas karena drama Mas Wisnu dan Aida, mulai tenang kembali. Air wudu dan solat, ampuh memberi ketenangan kepada jiwa yang dibendung masalah kehidupan."Sudah aman, Mbak. Untung mereka pergi. Kalau tidak, jurus mautku akan dikeluarkan.""Bar bar kamu, Aish," ujarku datar."Gak papa, dari pada jadi manusia lebay. Jangan hanya bisa menangis meratapi hidup. Sesekali harus nekat memperjuangkan kebahagiaan diri sendiri.""Betul kamu Aish. Jangan lemah.""Iya dong. Kalau bukan diri kita yang berusaha kuat, siapa lagi yang mau menguatkan? jangan selalu berharap di beri motivasi orang lain. Karena dorongan terbesar hanya berasal dari diri sendiri, dan keyakinan pada Allah.""Aish, tumben ot*kmu encer," ledekku."Sembarangan. Aish emang adik Mbak yang paling pintar. Mbak lupa, sejak kecil, Aish yang selalu membantu Mbak mengalahkan anak-anak cowok yang nakal. Sampai Mbak sudah dewasa seperti sekarang ini, Ai
Mas Wisnu membeli dua tiket masuk. Bukit paralayang masih harus di tempuh dengan jalan kaki. Sepanjang jalan, kami disuguhkan pemandangan yang sangat indah. Aku sengaja jalan lebih cepat, agar tak bersisian bersamanya."Elina, tunggu.""Apalagi? jalannya lama banget kaya siput.""Maaf Neng, Mas mau kebersamaan kita semakin lama. Jadi, jangan buru-buru, yah.""Lebay.""Bukannya lebay. Kebersamaan diantara kita, adalah sejarah hidup yang paling indah dalam kehidupan Mas. Setiap detiknya, berusaha Mas rekam sebaik mungkin diingatan. Agar saat tua nanti, terus terkenang dalam pikiran dan hati."Kami saling bertatapan. Mas Wisnu menunjukan sebuah ketulusan, yang biasa aku lihat selama enam tahun ini."Jangan bicara cinta. Jika Mas malah mendua," jawabku datar. Mata menatap penuh kecewa."Neng ...."Mas Wisnu meraih tanganku. Meletakkannya di atas dada bidangnya. Degup jantung bisa aku rasa."Lihat mata Mas, dan rasakan desiran cinta yang ada di dada ini. Mungkin, mulut bisa berdusta, tapi
POV AishPlak!Pipi terasa panas. Tak menyangka Mbak Elina lebih membela pria bucin dibandingkan adiknya sendiri. Aku sudah menjadi garda terdepan membelanya. Namun, dia malah jadi perempuan bo*d*h yang dengan mudah bisa disentuh Wisnu.Emosi membuncah, saat menyaksikan mereka ci*m*an di dalam mobil. Setan apa yang merasuki kakakku, sampai berbuat tak waras seperti itu."Aish, buka dulu. Maaf Mbak gak sengaja nampar kamu."Mbak Elina menggedor pintu kamarku. Aku tak perduli. Mau didobrak sekali pun, aku tak acuh. Air mata menetes begitu saja. Padahal, aku bukan tipe perempuan yang mudah menangis. Benar-benar tak ikhlas jika Wisnu kembali dengan kakakku. Bukan karena aku punya rasa terhadap kakak iparku, tak Sudi. Aku hanya tak tega, jika kakakku di sakiti dan diinjak harga dirinya oleh manusia tak punya prinsip seperti Wisnu."Aish, buka pintunya. Maafin Mbak, Aish."Bodoamat. Meskipun Sampai subuh terus berteriak, aku tak akan membuka pintu. Walau perut terasa lapar. Mbak Elina terl
Pov Elina"Aku pasti datang di persidangan. Kita batalkan gugatan cerai itu, Elina," lirih Mas Wisnu menancap di hatiku. Setelah acara jalan-jalan kepuncak, kami makin dekat. Kehangatan dan kemesraan diantara kami mulai terbangun lagi. Setiap pagi, Mas Wisnu selalu mengantarku pergi ke restoran, sekalian dia pergi ke kantor.Aku benar-benar yakin bahwa Mas Wisnu sangat mencintaiku, begitu pun sebaliknya. Dia akan membuktikan bahwa anak dalam kandungan Aida bukan anaknya. Aku disuruh bersabar sampai Aida melahirkan."Aish, kamu ikut ke pengadilan?""Ikut dong.""Kamu gak papa kalau Mbak gak jadi bercerai?""Santuy. Kita lihat perjuangan si Bucin. Kalau dia berjuang keras buat kembali, Aish pasti dukung.""Makasih,.Adikku."Tumben Aish bersemangat ikut. Apa dia mendapatkan hidayah untuk memaafkan Mas Wisnu? syukurlah, jalanku seakan mulai terbuka untuk bersama kembali dengan Mas Wisnu. Semoga saja, kami bisa membangun kembali rumah tangga yang hampir roboh.Orang tuaku sudah memasrah
POV Aish "Kejutan apa?" tanya Mbak Elina menautkan alis. "Rahasia." "Aneh. Kalau rahasia, gak usah diomongin." "Ups ... Aish keceplosan." Bod*hanya aku. Kenapa mulut tidak bisa direm? beginilah jika sudah biasa berbicara ceplas-ceplos, bebas hambatan bagai jalan tol. Sampai lupa, bahwa aku harus merahasiakan kejutan yang sudah disusun bersama Mas Arka. "Kenapa pintu rumah kita terbuka?" tanya Mbak Elina cemas. Belum sempat menjawab, dia sudah keluar duluan dari mobil. Aku kejar dia. Takut, salah sangka. "Maling!" teriaknya. Bugh! Aw ... pasti sakit. Aku hanya bisa menutupi wajah dengan kedua tangan. Menyaksikan Mas Arka kena bogeman. "Mas Arka?" "Elina, kenapa aku di pukul? aw, sakit lagi," keluhnya sambil memegang sudut bibir bagian kiri. "Maaf Mas Arka. Aku pikir maling. Soalnya rumah ini sudah aku kunci. Mas Arka dapat kuncinya dari mana." Mas Arka menunjuk ke arahku. Segera aku keluarkan cengiran kuda. Mbak Elina terlihat geram. Dia pasti tak suka. Karena memberi k
POV Aish"Mas Arka.""De-dek Aish. Sejak kapan di sini?" tanyanya dengan raut syok."Sejak Mas bicara tentang perempuan yang mengandung anak Arga. Siapa perempuan itu? Apa ada hubungannya dengan Aida?""Ti-tidak Dek Aish. Jangan ngelantur.""Hust, jangan bohong. Mau aku keluarkan jurus macan ngamuk? cepat jujur. Mas pasti menyembunyikan sesuatu.""Bukan begitu Aish," jawabnya.Mas Arka nampak bingung. Pasti ada rahasia besar. Wajahnya begitu panik. Seperti sedang bertemu setan. Padahal, aku perempuan cantik bak bidadari."Buru jawab!" ancamku dengan tatapan seram.Jangan panggil aku Aish jika tidak bisa menakut-nakuti orang. Dulu semasa SD sampai SMA, tak ada pria yang berani bermain-main denganku. Mereka kenal betul, diriku seorang atlet pencak silat. Mungkin, itu pula penyebab aku masih menjomblo. Banyak pria yang segan mendekatiku. Biarlah, aku yakin, Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan."Baik. Saya akan cerita. Asal kamu janji dulu sama saya.""Janji apa?""Jangan beri t
POV AidaNotifikasi pesan terdengar nyaring berkali-kali di layar ponselku. Aku yang sedang perawatan rambut, mencoba meraih ponsel. Kemudian, melihat pesan masuk.Ada belasan foto masuk. Membuat dadaku bergejolak penuh amarah. Ditambah lagi caption dari pengirim rahasia yang menambah hati semakin kesal.[Lihatlah suami Anda. Dia lebih asik berlibur bersama istri pertamanya. Tunggu saja, mereka pasti bersatu kembali. Lalu, mendepak Anda. Selamat menjanda, wahai Pelakor.]"Argh, sial*n!" Aku gebrak meja dengan kuat. Sampai barang-barang di atasnya berjatuhan. Para pengunjung salon menatap heran."Mbak, cepat selesaikan rambutku. Aku harus segara pulang!" perintahku dengan nada penuh emosi."Ba-baik, Mbak."Setelah selesai, aku segera pulang ke rumah. Aku harus bicara kepada Ibu. Hanya dia yang bisa membantuku."Ibu ...." teriakku setengah menangis."Ibu ...." Aku cari Ibu kemana-mana. Ternyata dia ada di pekarangan belakang, sedang menyiram bunga."Ibu." Aku peluk dia. Pura-pura menan
POV AishApa kira-kira tugas terkahir Jex sebagai mafia? sepanjang perjalanan Jakarta - Bandung aku terus berpikir keras. "Sayang, apa sebenernya yang harus diselesaikan? kamu tidak berniat membunuh seseorang 'kan?""Tidak, istriku. Ada wasiat dari Ayah. Setelah itu, hidupku akan bebas.""Apa?""Nanti aku beritahu, lebih baik kamu tidur. Kamu pasti lelah.""Baiklah."Jex bukan orang yang bisa dipaksa untuk bicara. Maka aku ikuti saja keinginannya. Yang terpenting, dia sudah tidak terobsesi lagi oleh dendam. Aku hanya ingin kami bisa hidup bahagia tanpa di bayang-bayangi kecemasan. Ternyata hidup menjadi bagian dari seorang mafia sangat tidak nyaman. Meskipun uang berserakan di mana-mana. ****Satu bulan berlalu, Perlahan Jex menyelesaikan tugas terakhirnya. Dia menyerahkan semua saham perusahaan Sagar Buana pada Denis. Dengan rasa tak percaya, Denis mau menerimanya. Jex hanya akan mengambil sedikit harta untuk membeli tanah dan modal untuk memulai hidup baru di desa emak dan bapakku
POV JexMataku membeliak kaget. Kamar berantakan. Baju-baju Aish sudah berkurang dari lemari. Aku pikir dia hanya marah biasa. Ternyata, Aish nekat pergi dari rumah ini. Hampir 5 jam aku melupakannya setelah pertengkaran yang terjadi di antara kami. Aku terlalu sibuk dengan dunia kesedihanku. Sampai tidak sadar Aish meninggalkanku."Ke mana istriku pergi?" tanyaku penuh amarah kepada penjaga."Ta-tadi nyonya naik taksi online sambil membawa koper, Tuan. Saya pikir sudah izin sama Tuan.""Bodoh!"Bugh. Aku pukuli para penjaga satu persatu. Dasar manusia berotot yang tidak bisa diandalkan. Mana mungkin aku membiarkan Aish keluar sendirian tanpa penjagaan anak buahku. Kenapa mereka begitu bodoh, sampai tidak bisa melarang kepergian istriku? Amarah aku luapakan secara brutal. Semua anak buahku menjadi pelampiasan emosi. Mereka semua babak belur. Darah mengucur di bagian bibir. Aku berubah seperti Jex yang dulu. Menjadi brutal dan ganas. Bagaikan singa hitam. Aku segera menuju rumah Mb
POV Aish "Ayah!" teriak suamiku diiringi isak tangis.Persendian lemas. Aku tersungkur di lantai. Menunduk sambil mengeluarkan air mata. Tak sanggup memandang wajah ayah yang sudah penuh darah. Sedangkan suamiku terus meraung mengeluarkan kesedihan. Dia memeluk dan mencoba membangunkan ayahnya. Namun, semua itu percuma. Ayah sudah kembali ke alam keabadian. Dia meninggal karena memilih menyelamatkanku dan cucunya. Tak gentar menghadapi ajal. Pengorbanannya untukku dan Jex begitu luar biasa. Namamu akan tersimpan baik di hatiku ayah.Maafkan aku tak bisa menyelamatkanmu. Terima kasih telah mengorbankan nyawa demi aku. Kau bagai malaikat penolongku. Jujur, sesak di dada begitu menghimpit. Oksigen seakan tak mau masuk ke rongga paru-paruku. Rumah yang penuh canda tawa dan ketenangan ini, mendadak gelap. Seiring dengan kepergianmu. "Ayah ... maafkan aku. Ayah ... bangunlah, Arrgh!"Jex mencengkram pundak ayah. Menggoyangkan tubuhnya. Mengaggap ayah hanya sedang tertidur pulas. Suamiku
POV AraavSialan. Pria tua seperti Sagara bisa memporak porandakan bisnisku dalam hitungan hari. Di tambah lagi kecerobohan Arka dan anak buahnya. Mereka memang tidak bisa diandalkan. Lengah meninggalkan jejak ketika membakar ruko. Arka juga dituduh melakukan penculikan karena bertingkah gegabah. Aku sudah bilang, jangan bertindak sembarangan. Rusak sudah rencanaku. Jex dan Sagara bersekongkol menghancurkanku. Dia membuatku masuk penjara. Semua karena penghianatan manusia busuk seperti Arka. Dia dijebloskan terlebih dahulu ke penjara, dan sengaja menyeret namaku ikut dengannya. Dasar manusia sialan. "Aku sudah bilang, kau ini bodoh. Kau pintar bercuap-cuap, tapi selalu salah bertindak," hardik Gisel.Adik sialan yang merasa paling hebat. Beruntung aku berhutang pertolongan kepadanya. Kalau bukan karena dia aku masih mendekam di penjara. Ruangan yang mirip tempat pembuangan sampah. Mimpi buruk berada di sana. Hanya dalam hitungan hari saja, membuatku trauma. Aku bersumpah akan mengh
POV Tuan Sagara"Tu-tuan, jangan emosi dong. 'Kan bukan aku yang seperti iblis."Perempuan bodoh kesayangan Jex ketakutan. Dia tak setangguh yang aku pikir. Awalnya, aku mengira dia perempuan tangguh, karena berani melawanku pada waktu itu. Namun, tetap saja seorang perempuan sesuai kodratnya. Hatinya lembut. Lebih tepatnya dinamakan lemah."Jangan cengeng. Baru seperti itu saja ketakutan. Kamu sedang mendengar aku bercerita, bukan menonton arena gulat.""Hihihi, Tuan tetep serem walaupun sedang curhat."Anak ingusan ini malah mengejekku. Kalau bukan istri dari putra angkatku, sudah aku tampar dia. Tak sopan bersikap demikian di hadapanku. Berani meledek mafia paling hebat se-Asia. Sebenernya, dia orang kedua. Maria sudah terlebih dahulu bersikap konyol begitu ketika bersamaku. "Cepat bereskan dapur ini. Jangan sampai ada debu sedikit pun. Kau terlalu lancang menyuruhku banyak bicara.""Maaf, Tuan. Aku tidak menyuruh. Hanya saja, Tuan yang bercerita duluan. Tapi, tak apa. Sebagai me
"Buburnya sudah siap, Ayah.""Hahaha, aku suka panggilan itu, Lion.""Ternyata kau membawa pujaan hatimu, hahaha. Kita tidak sedarah, tapi tingkahmu mirip denganku," sambungnya ketika menyadari kehadiranku.Sungguh aneh. Tuan Sagara yang ada di hadapanku saat ini, sangat berbeda dengan sosok Tuan Sagara saat kami pertama berjumpa. Dia kelihatan seperti orang tua pada umumnya. Dengan rambut yang beruban, dan kesehatan yang mulai memburuk. Apa memang begini kehidupan seorang mafia? mereka bisa menyesuaikan diri dengan sesuka hati. Tergantung tempat dan kepentingan. "Aish sudah membuat bubur. Silakan di makan, Ayah. Setelah itu, minumlah obat.""Berikan buburnya, jika tidak enak, istri cantikmu ini tak akan selamat, hahaha.""Ih, serem, Jex," bisikku panik. Baru saja pria tua ini aku puji, karena bersikap normal. Sekarang dia malah berani mengancamku. Padahal aku tidak melakukan kesalahan ."Tak usah takut, hanya bercanda.""Bercanda dari Hongkong. Orang mukanya serem gitu," bisikku kes
"Om, Om, mukanya ko, serem," ledek Bilqis malu-malu.Anak itu memang begitu. Meskipun kelihatan ketakutan, tapi suka jahil. Salah satunya senang berceloteh. Terlalu jujur. Aku peluk dia sambil tertawa. Sedangkan Jex tampak tak terima dikatakan demikian. "Santai dong, Om Jex tampan. Bilqis bicara seperti itu karena dia ingin PDKT sama kamu. Peka dong.""Aku tak paham caranya mendekati anak kecil," jawab Jex tanpa dosa.Dia tenang saja duduk di sampingku. Tanpa niatan ingin mengajak Bilqis bermain. Aku punya ide supaya suasana di rumah ini tidak kaku. "Iqis, suka main kuda gak?""Suka dong, Tante. Tapi ayah sedang masak. Jadi, Iqis gak bisa main kuda-kudaan.""Nah, Tante punya teman baru untuk Aish main kuda-kudaan.""Serius Tante? mana temannya.""Nih, di samping Tante.""Aku maksudnya?" tanya Jex kaget. Dia tampak tak terima dengan usulanku."Ya iyalah, suamiku sayang. Siapa lagi? kamu tega istrimu jadi kuda? hi, dasar.""Aish, jangan begitu," tegur Mbak Elina.Kakakku membawa dua
POV AishHari ini semuanya berubah. Aku bisa merasakan pancaran kebahagian. Jex begitu menikmati sarapan bersama kami, dan Mbak Elina. Benar kata kakakku, suamiku butuh perhatian. Aku harus berdamai dengan takdir dan menerima semuanya. Rido terhadap ketentuan Gusti Allah. Awal mula perubahan sikapku, karena nasihat Mbak Elina dini hari tadi. Saat aku terbangun pukul 03.00 dini hari, aku melihat Jex tertidur sambil memelukku. Dengan kondisi kepalaku yang sudah tidak mengenakan hijab. Rasa kesal sempat menghampiri. Tak terima dengan sikap Jex yang lancang. Seenaknya dia melihat rambutku. Namun, perlahan emosiku reda. Ketika mendengarnya mengigau."Jangan ... jangan ambil Aish dariku. Aku mohon ...." Tampaknya Jex bermimpi buruk. Air mata menetes begitu saja. Padahal, matanya terpejam. Dari situ, hatiku sedikit tersentuh. Bertanya-tanya dalam diri ini. Apa sebesar itu cinta Jex padaku? sampai dalam tidurnya saja, dia tak mau kehilanganku.Aku berusaha mengingat-ingat lagi, apa yang su
POV JexMalam ini aku ceritakan semuanya pada Aish. Mulai dari kisah hidupku semasa kecil. Sampai konflik yang terjadi antara Tuan Nicolas dan adiknya, Tuan Sagara. Sepengetahuanku, Tuan Nicolas yang mempunyai sifat tamak. Ingin merebut semua yang menjadi milik adiknya. Sama halnya dengan Araav. Darah haus kekuasaan mengalir kental pada anak pertama Tuan Nicolas. Aish sangat antusias mendengarkan ceritaku. Meskipun, wajahnya seketika murung saat aku memberi tahu kebusukan Arka. Istriku harus tau. Walaupun, dia tak mungkin 100% percaya padaku. Namun, setidaknya Aish bisa berhati-hati. Jika sewaktu-waktu Arka mengganggunya. Baru saja mau merebahkan tubuh di kasur, tiba-tiba ada panggilan dari orang kepercayaan yang memegang bisnis ruko. Dia mengabarkan kalau Ruko habis terbakar. Sampai merembet ke perumahan milik Sagara Buana."Jex, mau ke mana?""Ada masalah, Aish. Kemungkinan besar, Araav dan Arka sedang membuat perhitungan padaku.""Maksudnya bagaimana?" "Aku sudah mengacaukan mar