Share

Tamu

Author: iva dinata
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dari kafe, kami memutuskan mampir ke taman kota. Sekadar cari angin sambil cari jajanan yang biasanya mangkal di pinggir jalan.

Beberapa makanan yang memiliki rasa pedas menjadi pilihan. Suasana hatiku yang sedang kacau terasa lebih lega. Rasa pedas membuat otakku kosong, semua beban pikiran terusir dengan rasa pedas yang rasa membakar lidah dan tenggorokanku.

"Bakso bakarnya pedas banget," keluh Jihan sambil sambil memegangi telinganya, "Ya Allah!"

"Jangan banyak-banyak, nanti perutmu sakit." Sandra mengambil sisa bakso bakar dari tanganku lalu menghabiskannya.

Padahal wajahnya sudah memerah. Tak hanya bakso bakar, sosis bakar dan tahu mercon juga Sandra habiskan. Sengaja dia lakukan agar aku tidak memakannya lagi.

"Pedes tapi enak," kataku lalu menyesap es teh punyaku sampai tandas.

"Hahhh..... lega....."

Kulempar cup plasti bekas es teh ke dalam tong sampah. Diikuti Jihan dan Sandra. Setelahnya, kami pun memutuskan untuk pulang

Awalnya, aku berniat pulang naik taksi online saja, namun Sandra dan Jihan ingin mampir ke rumah. Katanya, sekalian numpang mandi.

"Nggak ada Pak Satya, kan?" Sudah kedua kalinya Jihan bertanya. Sama seperti tadi, dia bertugas jadi sopir.

"Nggak ada. Pulangnya malam kadang juga nggak pulang."

"Lah, kamu berarti di rumah sendirian?" tanya Sandra dari kursi belakang.

"Sudah biasa," jawabku tanpa menoleh ke jok belakang.

Ya, sudah enam bulan berlalu, aku pun sudah terbiasa ditinggal sendirian di rumah yang sebelahnya masih banyak rumah kosong.

"Tante Farah pasti akan sangat sedih kalau tahu semua ini." Sandra menatapku sendu. "Andai saja Kak Alfa tidak berada di kuar negeri, semua gak akan kayak gini."

Sandra menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Gadis itu menangis.

Kutarik nafas panjang. Aku tak tahu hubungan Kak Alfa yang merupakan Kakak dari Sandra dengan masalah ini.

Namun melihat Sandra, air mataku luruh juga.

"Sudah sampai," beritahu Jihan saat mobil berhenti tepat didepan pagar rumah. "Sudah jangan nangis, Sandra. Aku yakin Tari kuat, jadi kamu jangan khawatir."

"Asal kamu tahu Jihan, Tari itu paling disayang. Bahkan, Kakak dan mamaku itu lebih sayang dia dari pada aku. Tapi, si Satya itu bisa-bisanya menyakiti dan mengabaikannya," ujar Sandra dengan air mata berderai.

Ketulusan Sandra membuat hatiku sakit melihatnya.

"Hei, jangan kayak gitu!" Jihan keluar dari mobil dan kembali masuk ke kursi belakang. Dipeluknya Sandra lalu berkata, "Jangan membebani Tari. Kita harus dukung dia."

Entah apa kalimat selanjutnya, aku tidak bisa mendengar dengan jelas. Di samping suara Jihan yang lirih, aku juga sibuk mengusap air mataku di kursi depan.

"Kita lakukan yang terbaik buat sahabat kita," sambungnya seperti memberi kode dengan tatapan pada Sandra.

Sandra pun mengangguk lalu menatapku. "Tari, berhentilah jika sudah tidak sanggup. Kamu tidak salah."

Aku hanya hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Setelah lebih tenang, kami pun keluar.

Karena sudah sore, Bik Sumi dan suaminya pasti sudah pulang. Jadi, aku pun membuka sendiri pagar rumah.

***

"Jadi begini kelakuanmu saat suamimu tidak di rumah?

Mendengar suara adik iparku, tanpa sadar aku menghela nafas.

Di ruang tamu, sudah duduk dua orang yang tidak aku harapkan kedatangannya, Danisa dan Anindia.

Kekasih dan adik ipar dari Kak Abisatya.

"Tidak kaget, ya memang begitulah kelakuan jalang perebut suami orang," sahut Danisa.

Wajahnya kalem, tapi mulutnya lebih tajam dari pisau.

"Heh! Jaga ya itu mulut!" Suara lantang Sandra dari belakangku. Dia maju, hendak mendekati dua wanita songong yang mimik wajahnya membuat orang baik darah.

"San, biarin saja!" cegahku menahan tangan Sandra. "Sudah kita masuk kamar saja." Aku menarik Sandra dengan dibantu Jihan.

Namun baru beberapa langkah, langkah kami terhenti.

"Hei, Tari! Kamu gak sopan banget sih? Ada tamu malah ditinggal pergi." Kali ini, adik iparku yang berbicara. "Bikinin minum!" perintahnya dengan dagu terangkat.

"Jadi kalian tamu? Aku pikir maling, masuk tanpa izin ke rumah orang."

Mata gadis itu melotot tajam. "Berani kamu ya? Mau aku aduin Kak Satya?" tantangnya sengit.

"Aduain, sekalian bilang sama dia, suruh bawa selingkuhannya pergi dari rumah ini!!"

Wajah dua gadis itu langsung memerah. Pasti mereka tidak menyangka aku akan melawan. Jika biasanya aku diam saja, kali ini kesabaranku habis sudah.

"Gitu dong, ini baru Ayu Bestari yang aku kenal." Sandra berbisik.

Aku tersenyum miring melihat ekspresi wajah Danisa yang sudah seperti tomat busuk.

"Kayaknya ada yang lupa, siapa disini yang tukang rebut?" Gadis berambut sebahu itu menyindir.

"Aku istri sah! Foto pernikahan kami terpampang di sana. Kalau tidak buta, pasti bisa lihat." Langsung kubalas sindirannya tak kalah pedas.

"Astaga .... kalau aku mah, malu deket sama suami orang. Gandengan di mall lagi! Astaghfirullah! Dosa- dosa." Sandra ikut menimpali sambil menatap foto pernikahan yang menempel di dinding ruang tamu.

Nafas Danisa memburu, sepertinya gadis itu benar-benar marah. Dia maju mendekat dan diikuti Anindia.

"Kamu itu punya malu, gak? Kamu yang merebut Mas Abi dariku. Gara-gara kamu, rencana pernikahan kami batal. Sekarang kamu nuduh aku pelakor, Ngaca!!" teriak Danisa murka.

"Dia itu memang pelakor, gagal merebut Bagas dari istrinya dia beralih merebut Kak Abi. Dasar pelakor!!!" Tanpa tahu masalahnya Anindia juga ikut memakiku. Mengungkit masalah batalnya pernikahanku dan Bagas.

"Asal kalian tahu ya, Bagas lah yang mengkhianati Tari. Dan wanita hamil itu pelakornya." Sandra tersulut emosi.

"Mana ada maling ngaku? Semua orang juga tahu wanita itu istri Bagas kok masih ngelak dibilang pelakor." Lagi-lagi Anindia sok tahu.

Entah dari siapa cerita itu bermula, tapi yang pasti baik Kak Abi dan Anindia selalu mengganggapku orang ketiga.

"Siapa sih yang ngajarin kamu jadi pelakor?" tanya Danisa mengejek.

"Kamu," jawabku mengarahkan telunjuk padanya. Seketika Sandra dan Jihan tertawa.

"Malah ketawa? Dasar minim attitude," geram Anindia.

"Biarin Anin, memang seperti itulah akhlak putri dari wanita penyakitan. Saking seringnya masuk rumah sakit sampai gak becus ngajarin putrinya."

Deg!

Dadaku bergemuruh. Isi kepalaku serasa mendidih. "Tarik ucapanmu!" perintahku tegas.

"Kenapa? Tersinggung aku bilang mamamu penyakitan? Kan memang be....."

Plak!

Tak bisa lagi menahan, tangan kananku melayang mengenai pipi kiri gadis berhidung mancung itu.

"Kamu?" Danisa mengangkat tangannya.

"Ada apa ini?" Suara bariton menginstruksi kami menoleh ke arah suara.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Linafitri Fitri
bagus certanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tamparan.

    "Ada apa ini?" Suara bariton menginstruksi kami menoleh kearah suara. "Kak Satya," panggil Anindia saat kakaknya itu berjalan mendekat. "Lihat, Tari bersikap kasar padaku dan Mbak Danisa." Seperti biasanya gadis yang terpaut satu tahun di atasku itu mengadu pada kakaknya. "Mas, dia menamparku. Sakit sekali pipiku." Tak. ketinggalan Danisa ikut merengek sambil menunjukkan pipinya yang memerah habis aku tampar. Entah kenapa mendengar wanita itu memanggil Kak Satya dengan panggilan 'Mas' membuatku kesal. Dari semua sepupu Kak Satya hanya Danisa yang diizinkan memanggilnya 'Mas'. Istimewa sekali, Gadis yang tadi sempat beradu mulut denganku itu berlagak lemah. Mimik wajahnya berubah kalem dan memelas. "Dia juga menghinaku dengan kata-kata kasar." Adunya lagi dengan berderai air mata. Kak Satya menunduk, menyamakan tinggi tubuhnya dengan wajah Danisa. Terlihat, sedang memeriksa pipi kekasihnya itu. "Ahk.... sakit," rengek Danisa, wanita itu saat ujung jari tangan Kak Satya men

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Keluar dari rumah.

    "Selangkah kamu keluar dari rumah ini, jangan pernah kembali." Suara Kak Satya lantang. Aku menghentikan langkahku, menarik nafas panjang lalu menoleh pada sang pria. Sebuah senyum sinis muncul di bibirnya. "Aku tidak akan kembali. Terima kasih untuk semuanya. Hutangku sudah kubayar lunas hari ini. Selamat tinggal." Senyum sini itu langsung lenyap. Mimik wajah Kak Satya langsung berubah garang. Tapi aku tak peduli. Gegas aku berbalik. Dengan penuh keyakinan aku berjalan keluar dari rumah yang selama enam bulan ini menjadi tempat tinggalku. Tempat singgah sementara yang hanya dipenuhi dengan pertengkaran. Sekuat tenaga aku menahan air mataku agar tidak luruh namun begitu mobil berjalan keluar melewati pagar rumah cairan bening itu meluruh tanpa bisa dicegah. Tak bisa bohong, hatiku sakit. Rasa kecewa itu begitu besar. Aku tak menyangka Kak Satya tega menamparku demi membela kekasihnya. Bagaimanapun aku adalah istrinya meski hanya diatas kertas. Tapi, dia sudah melafalk

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ketahuan.

    Pov Author. Pagi ini Ganendra mendapat pesan dari Jihan, teman dekat sang adik. Memintanya untuk bertemu di depan kampusnya. Sempat merasa bingung namun rasa penasaran membuat pria berwajah tampan itu menyisihkan waktunya untuk menemui teman adiknya itu. Dan feeling-nya benar. Gadis itu tak mungkin iseng ingin bertemu dengannya. Pasti ada sesuatu yang penting sampai gadis yang ia tahu pendiam dan pemalu itu berani mengirim pesan padanya. Tepat pukul 10 pagi Ganendra menghentikan mobilnya beberapa meter dari gerbang kampus dimana Jihan sudah menunggunya. Lima menit sudah mereka berbicara di dalam mobil dan ekspresi Ganendra yang tadinya santai berubah penuh amarah. Ganendra mencengkeram kuat stir mobil. Darahnya serasa mendidih mendengar cerita yang mengalir lancar dari bibir Jihan. Sahabat Bestari itu menceritakan kebenaran tentang rumah tangga adiknya yang selama ini ternyata penuh dengan kebohongan. Abisatya Putra Aditama yang dia kira ikhlas menerima perjodohan ternya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Jujur.

    "Apa kamu sudah kehilangan otakmu karena cinta? Sampai rela dipukul dan dihina?" Ganendra menatap tajam adiknya itu. Tahu salah, Bestari pun menundukkan kepalanya. "Kenapa kamu menyembunyikannya?" tanya Ganendra geram. Tak tega, pria itu mengalihkan pandangannya ke arah jalanan di depannya. Sedang Bestari tetap menunduk dengan mulut tertutup rapat. "Sampai kapan? Sampai kamu kehilangan nyawamu? Barulah kami tahu?" Sontak Bestari menatap sang kakak. Tak menyangka sebesar itu prasangka buruknya pada Satya. "Kak Satya tidak sejahat itu," bantahnya. Ganendra terkekeh, "Ternyata cinta sudah benar-benar mengosongkan isi otakmu," Ganendra menata adiknya miris. "Lihat dirimu sekarang!!" sentaknya dan langsung membuat Bestari berjingkat kaget. Seumur hidupnya sekalipun Ganendra tidak pernah memarahinya, ada apalagi membentak. Dan ini kali pertama Bestari dibentak kakak kandungnya itu. Tak urung membuat gadis itu meneteskan air matanya. Tak berhenti, Ganendra terus member

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Amarah Ganendra.

    "Pacar siapa? Tolong ulangi," tanya Ganendra dengan ekspresi geram yang membuat Rendra menatap Bestari. "Ah... dia Kakak saya, Pak." Bestari merangkul lengan kakaknya sambil mencubit, berusaha menahan kakaknya untuk tidak berbicara. Namun sayangnya, Ganendra tak menggubris kode yang diberikan adiknya. Pria itu kembali mengutarakan rasa penasaran di hatinya lewat pertanyaan yang sama. "Kalau tidak salah dengar, tadi Anda bilang Satya punya pacar?" "Iya," jawab Rendra menaikan satu alisnya. "Siapa?." "Maaf Pak, kakaknya saya ini temannya Pak Satya, jadi sedikit kepo." Bestari menyela ucapkan kakaknya. "Sepertinya kami harus pergi, permisi." Dengan memaksa Bestari menarik lengan kakaknya pergi. "Plis....." Mohonnya memelas. Ganendra pun terpaksa Ganendra mengikuti adiknya untuk pergi. Melihat sikap Bestari yang seperti menyembunyikan sesuatu membuat Rendra merasa curiga.Tidak biasanya mahasiswinya itu bersikap canggung dan gugup seperti itu. Dan ada apa terjadi dengan wa

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pulang ke rumah.

    Sudah seminggu sejak kepergian Bestari dari rumah Satya dan kini Gadis itu sudah pulang kembali ke rumah orang tuanya. Tentu saja dengan alasan rindu pada mamanya. Dengan kondisi jantung Farah yang kadang tidak stabil, menjadi pertimbangan Ganendra untuk merahasiakan dulu rencana pembatalan pernikahan Bestari dan Satya. Ganendra tidak memutuskan sendiri, beberapa hari sebelumnya dia sudah memberitahu papanya. Ibra Khasif Rahardian, sangat kecewa namun tak bisa melampiaskan amarahnya. Pria itu hanya diam dengan rahang mengeras dan tangan mengepal. Hutang budi dan persaudaraan menjadi alasannya. "Jangan lakukan apapun, cukup urus surat pembatalan pernikahan." Setelah mendengar jika putri dan menantunya tidur dikamar terpisah, Ibra pun memutuskan untuk mengambil jalan pembatalan pernikahan ketimbang perceraian. Status putrinya yang dipikirkannya. "Tapi yang dia lakukan pada Tari sudah melewati batas. Aku tidak bisa menerimanya, Pa." "Dia brengs*k tapi kita harus punya et

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Sebuah rahasia.

    "Ini yang cerita Andika," Bestari mengangguk, tahu Andika saudara sepupu Danisa yang dekat sama Sandra. Saling suka tapi belum jadian juga. "Dia bilang sebelum kecelakaan Danisa mengaku sempat bertemu kamu di rumah Tante Aisyah Di sana Tante Aisyah memuji-muji kamu dan mengatakan jika kamu adalah menantu pilihannya untuk Satya. Tante Aisyah sengaja melakukan itu untuk membuat Clarisa cemburu. Padahal saat itu kata Danisa Satya dan Clarisa sedang menjalin hubungan." Iya, Bestari ingat kejadian itu. Tapi kenapa sedikit berbeda dengan cerita Sandra. "Mendengar ucapan Tante Aisyah Clarisa marah. Apalagi Satya tidak membelanya, jadinya Clarisa langsung pergi bersama Danisa. Tapi, bukannya pulang karena kesal dan marah Clarisa malah melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju pusat kota. Tapi di perempatan jalan mobil lepas kendali dan menabrak truk. Karena kecelakaan itu Clarisa meninggal." Mendadak tubuh Bestari lemas, terhempas ke belakang dan menyandar pada pinggiran

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ancaman Aisyah.

    Dengan menahan amarah Aisyah menunggu putra sulungnya tiba. Sudah lebih dari tiga puluh menit namun Satya yang katanya sudah di jalan nyatanya belum sampai juga. Di dalam ruang tamu Aisyah mondar-mandir sambil melampiaskan kegelisahannya pada ponsel yang digenggamnya erat. Sepuluh menit yang lalu wanita yang masih terlihat awet muda itu menghubungi suaminya, menceritakan tentang surat panggilan dari pengadilan agama untuk putra mereka. Ingin menenangkan, sang suami pun memintanya menahan emosi dan mengkonfirmasi lebih dulu pada Satya, siapa yang mengajukan gugatan itu ke pengadilan agama. Aisyah langsung menoleh saat terdengar pintu pagar terbuka. Dari dalam ruang tamu terlihat Satya berjalan cepat masuk ke dalam rumah. "Mama?" pekik Satya kaget untuk beberapa saat namun setelah berusaha bersikap tenang. "Kenapa Mama di sini?" tanyanya lagi lalu mengarahkan pandangannya pada Bik Sumi yang berdiri di belakang sofa. Bukankah tadi pembantunya itu bilang Ganendra yang datan

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pernikahan tanpa cinta.

    Di ujung ranjang Anindya termenung. Masih dengan gaun yang dipakai untuk resepsi pernikahan sore tadi. Entah sudah berapa kali dia menghela nafas. Wanita berwajah manis itu masih terngiang dengan suara Gibran yang melafalkan namanya dengan menjabat tangan sang papa. Bahkan jantungnya masih berdebar-debar sampai sekarang. Bukan debaran karena cinta namun debar ya g ditimbulkan karena rasa takut yang sangat dalam. Helaan nafas berat kembali terdengar untuk yang ke sekian kalinya. ' Oh... Tuhan.... Kini aku telah menjadi seorang istri, bisakah aku bahagia dengannya?' batinnya terus saja mengeluh. Ada rasa tidak rela menyerahkan hidupmya untuk pria yang tidak dicintainya.Tak hanya keluhan, ada banyak pertanyaan mengusik hati dan pikirannya. Membuatnya semakin bimbang. Bisakah dia mengabdikan dirinya pada Gibran sebagai sekarang istri yang baik? Tak ada cinta diantar mereka, bagaiamana ruamh tangga mereka akan dijalani?Dan menjadi menantu..... Sebagai anak saja dia gagal membangga

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pedebatan suami istri

    Sampai di rumah perdebatan Ganendra dan Jihan berlanjut. Dimulai dengan gerutuan Ganendra ditambab kekesalan Jihan. Jadilah perdebatan kembali memanas. Ibra yang melihat putra dan menantunya berselisih faham memilih untuk membawa cucynya masuk ke dalam kamarnya. Untuk sementara waktu Ibra akan tinggal di kediaman Rahardian untuk menjaga cucu pertamanya sampai kedua orang tuanya kembali. "Bukannya senang Anindya menikah, malah ikut-ikutan Tari berencana membatalkan pernikahannya," gerutu Ganendra yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Jihan. "Apa ada yang salah? Benarkan yang aku katakan, harusnya kamu senang Anindya menikah, kamu tidak perlu cemburu lagi," sambungnya. "Cemburu?" Jihan menghadapkan tubuhnya pada Ganendra. "Lebih tepatnya, Marah. Dan itu karena ada pemicunya." Wanita bermata bulat itu mengireksi kamlimat suaminya. "Ck... sama aja. Marah juga karena cemburu." "Beda," tegas Jihan. "Ok marah bukan cemburu. Dan sekarang setelah Anindya sudah menikah

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Akad nikah.

    "Tunggu Ratih, aku bisa jelasin." Anindya berusaha melepas tangan Gibran dan berniat menyusul sahabatnya itu, namun genggaman di tangannya makin mengerat. "Hentikan drama kalian! Jangan buat keluarga kita bertambah malu," bisik Gibran. Anindya menatap Gibaran tajam, mulutnya sudah terbuka untuk membalas ucapan pria itu. Namun wajah sang papa yang menunjukkan kekhawatiran membuatnya menelan kembali kalimat yang sudah di ujung lidahnya. "Jangan membuat tamu kita menungu lebih lama lagi, cepat duduk di kursi kalian!" perintah Ibra tegas. Anindya menurut dia mengikuti Gibran yang kini menggenggam jemarinya, menuntun ke arah kursi yang sudah diasiapkan untuk akad nikah dengan Penghulu dan saksi yang sudah duduk di tempatnya. Sembari berjalan Anindya mencari keberadaan Tari. Kakak iparnya itu harus menolongnya untuk menjelaskan kesalahpahamannya dengan Ratih. Entah apa yang terjadi sebelumnya sampai Ratih ketahuan dan dipermalukan di depan semua tamu undangan. Sayangnya samp

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Gagal kabur.

    'Oh... astaga... Bagaimana kalau dia mengenaliku?' batin Anindya panik lalu membenarkan masker yang dipakainya. Dia buru-buru keluar ketika sosok di depannya itu masih fokus denga ponselnya. "Khem..." Dehenam dari sosok itu membuat Anindya digempur perasaan panik dan tegang dalam waktu yang bersamaan. Sontak saja langkahnya langsung terhenti. Dia menelan ludah lalu dengan susah payah melangkah melewati pria itu. "Huh...." Akhirnya dia bisa bernafas lega. Pria itu tidak mengenalinya bahkan tak melihat kearahnya sekalipun. "Mau kemana kamu?" Kakinya seketika membeku di tempat saat gendang telinganya menangkap suara berat yang sudah dipastikan dari pria yang baru saja dilewatinya. "Mau bikin malu keluarga saya?" Suara itu terdengar penuh amarah meski tak bernada tinggi. Anindya mendesah berat, sadar jika pria itu mengenalinya. Wanita berwajah manis itu pun memutar tubuhnya. Degh.... Pria dengan setelan jas hitam itu menatapnya taja. Wajah Gibran sudah memerah

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pernikahan

    Di sebuah kamar hotel, tampak seorang gadis berbalut kebaya putih duduk di depan meja rias. Wajahnya yang manis sedang dipoles oleh MuA ternama di kotanya. Sesuai keinginan sang gadis, make up soft yang sedang digemari menjadi pilihannya dan gadis berlesung pipi itu terlihat sangat cantik anggun. Namun sayang wajah cantik bak artis korea itu nampak muram. Hatinya kalut dan dipenuhi rasa takut. Sejak dua jam yang lalu entah sudah berapa kali helaan nafas terdengar berat membuat sang MUA menjadi heran. "Kak, kepalanya bisa diangkat sedikit?" pinta sang MUA sedikit lelah dengan sikap calon penggantin yang lebih sering menundukkan kepalanya. Tidak seperti calon pengantin lain yang sangat antusias dan bersemangat. Kliennya hari ini terlihat bermuram durja. "Kak Anindya," panggilnya lagi karena wanita berwajah manis itu tak mereapon ucapannya. "Bisa diangkat sebenar wajahnya?" pintanya lagi. Gadis dengan kebaya putih itu adalah Anindya. Adik kandung Satya yang akan menikah den

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pengakuan Anindya.

    "Apa itu benar?" tanya Tari. "Kamu sangat membenciku?" Anindya menggeleng. "Aku tidak membencimu, Mbak. Baik dulu atau pun sekarang. Aku hanya merasa iri karena kmau baik dan banyak orang yang mencintaimu tapi aku berani sumpah aku tidak pernah berniat melukaimu...." jawabnya sambil menangis. Tari mengangguk, entah kenapa tapi Tari yaki Anindya jujur. Meski semua orang tak percaya tapi suara hati Tari mengatakan, Anindya sudah berubah dan dia tidak sejahat Danisa. "Ya... kamu iri makanya kamu ingin merusak wajahnya, iya kan?" tuduh Satya geram. "Demi Tuhan.... bukan aku yang merencanakannya, Kak. Danisa dan teman-temannya sudah membawa air keras itu sebelum menjemputku. Aku sama sekali tidak ikut merencanakannya." "Jangan bawa-bawa Tuhan untuk dosamu!!! Kamu bilang tidak ikut merencanakan, apa kamu pikir aku akan percaya?" Satya sudah kehilangan kesabaran. "Kali ini kamu benar-benar sudah melewati batas," Ganendra berjalan cepat dan memegangi Satya tang sudaah seperti

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menjenguk Tari.

    Keesokan harinya Farhan dan Aisyah juga Anindya datang menjenguk Tari. Tak lupa Aisyah membawakan makanan yang dia masak sendiri untuk Tari dan Satya yang setiap hari menjaga Tarindi rumah sakit. Aisyah dan Farhan sangat bahagia dan besyukur akhirnya setelah ketegangan kini mereka bisa bernafas lega. Terlebih lagi Anindya, sepanjang jalan menuju rumah sakit gadis itu tak henti-hentinya mengucap syukur. Akhirnya, doanya terkabul Tari telah sadar dan keadaannya membaik. Dengan sadarnya Tari, setidaknya satu masalah selesai. Anindya tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi keluarga jika sampai terjadi sesuatu pada kakak iparnya itu. Kemungkinan besar dirinya akan diusir dari rumah. 'Ya Allah... terima kasih Engkau sudah memberi keselamatan untuk Mbak Tari,' ucap Anindya dalam hati. **** "Assalamu'alaikum," ucap Farhan dan Aisyah setelah membuka pintu kamar rawat inap Tari. "Wa'alaikum salam," jawab beberapa orang yang ada di dalam kamar. Tari tersenyum lebar melihat

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Hukuman untuk Anindya.

    Setelah pulang dari rumah sakit, Anindya tidak lagi di izinkan keluar rumah seorang diri. Ponselnya disiita dan semua kegiatannya dibatasi. Hanya untuk urusan kuliah gadis iti diizinkan pergi dan tentu saja dengan di kawal bodyguard yang sengaja disewa Farhan. Bukan tanpa alasan Farhan melakukan itu, pria paruh baya itu khawatir Anindya akan membuat masalah lagi dan mungkin saja kabur sebelum hari pernikahan. Sore itu Farhan dna Aisyah memanggil Anindya untuk bicara di ruang tengah, membahas tentang pernikahan dan masalah ynag telah diperbuat putri bungsunya. Namun dari mulai awal Anindya lebih banyak diam dan menurut saja. Tak sekalipun membantah. Meski begitu baik Farhan dan Aisyah tak berhenti mengungkit kesalahan Anindya dan membuat hati gadis itu terluka. "Kamu sendiri yang setuju untuk menikah tapi di belakang kami kamu meminta Tari membatalkan perjodohanmu dan Gibran," omel Farhan karena merasa Anindya tidak bisa konsisten dengan ucapannya. Anindya tak membantah se

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kekecewaan keluarga kepada Anindya

    "Kondisi pasien kritis karena kehilangan banyak darah." Degh.... Jantung Satya seakan beehenyi berdetak saking kagetnya. Akan langsung memucat. "Nggak... aku nggak bisa kehilangan dia," gumam Satya, tubuhnya meluruh terduduk di lantai. "Kak," pekik Anindya memegangi lengan Kakaknya. Air matanya terus mengalir menunjukkan penyesalannya yang tak bertepi. "Ya Allah... Papa." Jihan ikut memekik sambil memegangi tubuh Ibra yang tiba-tiba oleng. Dengan sigap Ganendra memegang lengan sang Papa agar tak sampai jatuh ke lantai. "Bantu Papa duduk," ucap Ganendra memberi arahan Jihan. "Aku nggak papa," kata Ibra sambil memegangi dadanya. "Tolong tenang, dokter akan menjelaskan keadaan pasien," ujar wanita berseragam perawat. Detik berikutnya seorang dokter keluar dari ruang operasi. "Begini, kondisi pasien saat ini sedang kritis dna membutuhkan transfusi darah dengan segera. Namun cadangan darah yang sesuai golongan darah pasien kosong. Jadi kami butuh bantuan keluarga untuk mend

DMCA.com Protection Status