Share

Perkelahian.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Astaghfirullah...." pekik Tari saat sampai di teras rumah.

Di halaman nampak Ganendra dipegangi ayah Jihan dan Satya berdiri dengan tangan mengepal, sedang di tanah seorang pria tersungkur dengan wajah lebam dan dan darah di bagian mulutnya.

"Ya Alloh....," Jihan ikut menjerit lalu segera menarik lengan Ganendra yang sedang dipegangi oleh ayahnya.

"Kak Satya sama Kak Ganendra ngapain?" tanya Tari dengan mata melotot.

"Tari," panggil Sandra melangkah mendekati Rendra. "Mereka berdua mengeroyok Pak Rendra sampai babak belur," adunya sambil menuding Satya dan Ganendra.

"Astagfirulloh...." Karea kasihan Tari melangkah mendekati Sandra yang sedang membantu Rendra. Namun saat melewati Satya lengannya langsung ditahan.

"Jangan kesana!"ucap Setya tegas.

Tak mau membantah, Tari pun menghentikan langkahnya dan kembali mundur ke belakang tubuh Satya.

"Sandra, buka matamu. Bajing*n itu hanya ingin manfaatkan kamu saja. Jadi, jangan tertipu dengan mulut manisnya," ucap Ganendra
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
lanjut Thor
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
dasar si Sandra buta mau aja di kibulin sama musang kyak Rendra,dari awal juga aku curiga sama Rendra. dia gak tulus cinta sama Tari dia cuma pengen balas dendam ke Satya melalui Tari...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Keras kepala Sandra.

    "Lihat apa yang sudah kamu lakukan?" ujar Alfa menatap mata tajam Sandra yang hanya menunduk. "Hampir saja kamu membuat aku dan Satya berkelahi." Bagaimana tidak, saking inginnya kabur menyusul Rendra yang dibawa ke klinik Sandra membuat Tari jatuh dan mengalami luka di kepalanya karena terbentur tangga teras. Satya yang melihat darah mengucur dari kening Tari langsung terbawa emosi sampai mengangkat tangan hampir memukul Sandra. Beruntung Ganendra dengan sigap menangkis tangan Satya sehingga pukulan itu tak sampai mengenai Sandra. "Emang sehebat apa pria itu sampai membuatmu menyakiti saudaramu sendiri?" omel Alfa lagi. "Berapa lama kamu mengenalnya? Lebih lama dari persaudaraan kamu dan Tari?" Alfa pria yang cuek dan jarang bicara namun sekalinya marah dia bisa berjam-jam memberi kuliah gratis pada adiknya itu. Seperti saat ini, ini sudah jam 12 malam tapi Alfa masih belum puas memarahi adiknya. Sudah tiga kali Ganendra menegur dan menyuruh mengakhiri kuliah dadakann

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ternyata anak haram.

    "Rendra Prayoga Hutama," sahut Ganendra dengan mata menatap layar ponselnya. "Anak buahku baru saja mengirim data diri Rendra. Dia ternyata.....," "Hutama?" Satya mengulang nama belakang mantan rekan kerjanya. Sejak kapan nama belakang Rendra bertambah Hutama. Dia ingat dengan jelas, hanya Prayoga yang mengikuti naman Rendra. "Kamu tidak salah dengar." Ganendra memberikan ponselnya menunjukkan email yang dikirim anak buahnya di Jakarta. "Temannu itu ternyata anak haram dari selingkuhan Andrean Hutama. Dan baru setahun ini dia diakui sebagai salah satu perwarks kelaurga konglomerat itu." "Gil*," umpat Alfa. "Bisa-bisanya Sandra berhubungan dengan anggota kelaurga itu." Hutama bukan kelaurga sembarangan, banyak berita miring dan intrik dalam kelaurga itu. Apakah ini artinya dia harus meminta bantuan Big bosnya? "Aku dan Papa tidak akan tinggal diam. Kamu pasti membantu," ujarnya. "Aku juga pasti akan membantu. Bagaimana masalah ini juga berhubung denganku." Satya menepuk

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Mendamaikan Ganendra dan Jihan.

    "Jangan-jangan dari pengagum rahasiamu," celetuk Tari sambil matanya mengawasi mobil mewah yang dirinta belum pernah mengendarai. Bukan keluarganya tidak sanggup beli, tapi sang papa selalu berprinsip membeli sesuatu sesuai kebutuhan bukan keinginan. "Pengagum rahasia apaan," gumam Jihan merasa aneh dan tak percaya dirinya punya pengagum rahasia. "Ada apa?" Tanya Satya menyusul ke depan diikuti Ganendra juga Risma, Sandra dan paling belakang Alfa. "Ada yang anter mobil buat Jihan tapi gak tau dari siapa," jawab Tari menoleh. "Kayaknya dari pengagum rahasianya," sambungnya melirik sang kakak yang terlihat cuek. "Oh... coba ditelpon saja showroomnya, tanya siapa yang membeli mobil dengan merk ini. Pasti ada catatannya." Ucapan Satya benar. Mobil mewah yang harganya hampir mencapai angka 1M itu pasti tidak setiap hari orang beli dan tentu data dan keterangannya sebagai pelanggan VIP. "Maaf, tapi dari kantor tidak bisa memberi datanya," sahut pria dengan seragam dengan lo

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Akhirnya Sah kembali.

    "Bestari Ayu Rahardian," ucap Satya menatap Tari lekat. "Dengan disaksikan Tuhan dan Sabia putri kita, aku memintamu kembali padaku. Meminta menerimaku,...." Tiba-tiba suara Satya terdengar serak. "Maukah kamu rujuk denganku?....." tanyanya bersamaan dengan setetes cairan bening yang melewati pipi tegasnya. Tari tertegun, otaknya tiba-tiba ngeblank. "Bestari Ayu, wanita terbaik yang pernah Tuhan kirimkan untukku... Tolong maafkan aku, berikan satu kesempatan untuk membuktikan cintaku." Tetes-tetes cairan bening itu makin lama makin deras membuat suara Satya sempai tersendat-sendat. "Aku sadar, aku tidak sebaik Ganendra dan Alfa, tapi aku bisa pastikan cintaku juah lebih besar dari mereka. Aku akan melakukan apapun demi bisa bersama kamu."Tari masih saja diam. Wanita itu benar-benar terkejut samoai tak bisa berpikir apa-apa. Satya beranjak dan berlutut di samping kursi Tari. Digenggamnya tangan Tari yang terasa dingin. "Aku tahu aku bukan suami yang baik dalam pernikahan

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kebodohan Sandra

    Di sisi lain, Alfa pergi menemui Rendra untuk yang kedua kalinya. Setelah sebelumnya bersama Ganendra dan Satya. Namun kali ini dia membawa Sandra, berharap adiknya itu sadar dengan kebodohannya. "Kak Alfa bohong kan, Pak? Gak mungkin Pak Rendra meminta syarat itu," tanya Sandra dengan wajah sendunya. Hatinya kekeh tak percaya saat diberitahu oleh Alfa tentang permintaan Rendra sebagai syarat untuk menikahinya. "Tidak. Itu memang benar." Sandra membelalak tak. percaya. "Aku akan menikahimu dengan satu kesepakatan, Tari dan Satya tidak boleh kembali bersama." Begitu ringannya Satya berbicara tanpa memikat perasaan Sandra yang tiba-tiba porak-poranda oleh kalimatnya itu. Sandra menahan nafas, dadanya mendadak terasa sesak. Harukah dirinya bersaing dengan sepupunya sendiri demi cinta Rendra? "Ma-maksud Pak Rendra apa?" tanya Sandra dengan mata yang sudah dipenuhi dengan air mata yang siap meluber hanya dengan satu kedipan. "Aku punya alasan untuk hal itu dan kamu harus b

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Makan malam bersama setelah jadi suami istri.

    Setelah acara mengharu biru semua keluarga makan malam bersama. Tadi Satya dan Tari juga belum sempat makan malam karena setelah lamaran diterima Satya sibuk dengan persiapan akad nikah. Sedang Tari telah kehilangan rasa laparnya karena rasa bahagia. "Sini biar Sabia sama Oma dan Uti saja." Aisyah mengambil alih bayi cantik itu tadinya di pangku Satya. "Pengantin baru nikmati moment berdua saja, silahkan bermesraan. Anggap saja kami tak ada," tambah Farah menarik pasangan pengantin baru untuk duduk di kursi yang bersebelahan. Tak menolak Tari dan Satya menurut saja. Satya menarik kursi untuk Tari lebih dulu setelahnya baru duduk. Sikapnya langsung mendapat satu senyuman bangga dari sang Mama. Betapa lega Aisyah melihat perubahan sikap Satya. Pria dingin itu mulai bisa bersikap lembut dan penuh perhatian. "Ayo semuanya duduk," ucap Farah memberi aba-aba. Untuk makan malam, Satya memesan meja panjang agar semua orang bisa duduk dan makan satu meja. Ada enam belas

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tak perlu pesta.

    "Tari," panggil Satya. "Bolehkah aku tidur di sebelahmu?" tanyanya menoleh. Tatapan itu langsung bertabrakan. Posisi Tari juga sesang menatap Satya. Dua wajah itu berhadapan meski terpisah ada jarak yang kurang darinsatu meter. "Jantungku berdegup kencang, Tari. Apa kamu jiga merasakannya?" tanya Satya. "Hem..." jawab Tari malu. "Berarti kamu masih mencintaiku." Satya tersenyum lebar. "Kalau begitu bolehkan aku tidur sambil memelukmu?" tanyanya lagi. "Hanya memeluk," tambah Satya berusaha meyakinkan Tari. Takut Tari masih merasa trauma. "Hemm...." Kembali Tari hanya menjawab dengan deheman tanpa berani menatap lansung mata Satya. "Benarkah?" "Iya," jawab Tari mengizinkan. Tak. mungkinnuga dia menolak. Sekarang status meraj usah kemabli sebagai suami istri. Pasti Dosa jika Tari menolak. Satya langsung beranjak bangun. Diletakkan guking di samping Sabia. Setelahnya segera pindah tempat di belakang tubuh Tari. Pelan tangannya dilingkarkan di perut rata Tari. Ta

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Mesra.

    Pagi ini untuk pertama kalinya Satya dan Tari sholat berjamaah shubuh berdua. Hati Satya bergetar hebat saat terdengar kata amin dibelakangnya sesaat selesai membaca surat Al-Fatihah. Akhirnya setelah sekian purnama saat yang paling ditunggunya bisa terjadi. Dan InshaAllah untuk selamanya. Selesai salam dan berdoa sang imam berbalik kebelakang. Mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Tari dan diciumnya dengan takdim. Sekali lagi rasa haru itu menyusup kedalam dadanya. Rasa syukur tak henti ia ucapan salam hati. "I love you.." ucapnya lalu mengecup puncak kepala sang istri. "Makasih untuk semuanya sayang," ucapnya sambil menakup wajah cantik yang masih memakai mukena. "Boleh aku cium?" tanyanya yang langsung dijawab dengan anggukan oleh Tari. Tak menunggu lama Satya langsung mendaratkan kecupan di pipi kanan kiri, dahi, hidung, dagu dan terakhir di bibir Tari. Meski hanya menempel tapi cukup lama. Tak ayal memicu detak jantung keduanya jadi tak beraturan. "

Bab terbaru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menjenguk Tari.

    Keesokan harinya Farhan dan Aisyah juga Anindya datang menjenguk Tari. Tak lupa Aisyah membawakan makanan yang dia masak sendiri untuk Tari dan Satya yang setiap hari menjaga Tarindi rumah sakit. Aisyah dan Farhan sangat bahagia dan besyukur akhirnya setelah ketegangan kini mereka bisa bernafas lega. Terlebih lagi Anindya, sepanjang jalan menuju rumah sakit gadis itu tak henti-hentinya mengucap syukur. Akhirnya, doanya terkabul Tari telah sadar dan keadaannya membaik. Dengan sadarnya Tari, setidaknya satu masalah selesai. Anindya tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi keluarga jika sampai terjadi sesuatu pada kakak iparnya itu. Kemungkinan besar dirinya akan diusir dari rumah. 'Ya Allah... terima kasih Engkau sudah memberi keselamatan untuk Mbak Tari,' ucap Anindya dalam hati. **** "Assalamu'alaikum," ucap Farhan dan Aisyah setelah membuka pintu kamar rawat inap Tari. "Wa'alaikum salam," jawab beberapa orang yang ada di dalam kamar. Tari tersenyum lebar meliha

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Hukuman untuk Anindya.

    Setelah pulang dari rumah sakit, Anindya tidak lagi di izinkan keluar rumah seorang diri. Ponselnya disiita dan semua kegiatannya dibatasi. Hanya untuk urusan kuliah gadis iti diizinkan pergi dan tentu saja dengan di kawal bodyguard yang sengaja disewa Farhan. Bukan tanpa alasan Farhan melakukan itu, pria paruh baya itu khawatir Anindya akan membuat masalah lagi dan mungkin saja kabur sebelum hari pernikahan. Sore itu Farhan dna Aisyah memanggil Anindya untuk bicara di ruang tengah, membahas tentang pernikahan dan masalah ynag telah diperbuat putri bungsunya. Namun dari mulai awal Anindya lebih banyak diam dan menurut saja. Tak sekalipun membantah. Meski begitu baik Farhan dan Aisyah tak berhenti mengungkit kesalahan Anindya dan membuat hati gadis itu terluka. "Kamu sendiri yang setuju untuk menikah tapi di belakang kami kamu meminta Tari membatalkan perjodohanmu dan Gibran," omel Farhan karena merasa Anindya tidak bisa konsisten dengan ucapannya. Anindya tak membantah se

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kekecewaan keluarga kepada Anindya

    "Kondisi pasien kritis karena kehilangan banyak darah." Degh.... Jantung Satya seakan beehenyi berdetak saking kagetnya. Akan langsung memucat. "Nggak... aku nggak bisa kehilangan dia," gumam Satya, tubuhnya meluruh terduduk di lantai. "Kak," pekik Anindya memegangi lengan Kakaknya. Air matanya terus mengalir menunjukkan penyesalannya yang tak bertepi. "Ya Allah... Papa." Jihan ikut memekik sambil memegangi tubuh Ibra yang tiba-tiba oleng. Dengan sigap Ganendra memegang lengan sang Papa agar tak sampai jatuh ke lantai. "Bantu Papa duduk," ucap Ganendra memberi arahan Jihan. "Aku nggak papa," kata Ibra sambil memegangi dadanya. "Tolong tenang, dokter akan menjelaskan keadaan pasien," ujar wanita berseragam perawat. Detik berikutnya seorang dokter keluar dari ruang operasi. "Begini, kondisi pasien saat ini sedang kritis dna membutuhkan transfusi darah dengan segera. Namun cadangan darah yang sesuai golongan darah pasien kosong. Jadi kami butuh bantuan keluarga untuk mend

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Tertembak.

    "Tari..." Satya berlari menghampiri tubuh istrinya yang tersungkur di jalan. Dadanya berdegup kencang melihat istri yang sangat dicintainya itu ambruk dan berlumuran darah. "Tari...." Perlahan Satya membalikkan tubuh istrinya. Anindya pun langsung bangun dan membantu kakaknya. "Sayang buka matamu," ucap Satya sambil menepuk pelan pipi Tari. Namun wajah pucat itu tak merespon. "Mbak Tari..." Dengan tangan gemetaran Anindya menggoyangkan lengan kakak iparnya itu. "Kumohon bangun Mbak,.." Dia sangat menyesal dengan apa yang sudah terjadi. Jika tahu ini yang akan terjadi, dia pasti akan menolak ajakan Danisa. Satya mengangkat wajahnya, mobil uang sudah melaju cepat. "Tangkap mereka dan bawa ke hadapanku hidup atau mati!" perintahnya pada Johan. "Siap Bos." Johan mengnagguk lalu memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengejar mobil Rama. Satya segera membopong tubuh istrinya dan masuk ke dalam mobil. "Kita rumah sakit, cepat!!" perintahnya pada sopir. Sebelum masu

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Lari.

    "Rasakan ini," sentak Anindya memutar tubuhnya dna langsung menyiramkan air keras yang di bawanya. Byurrr.. ces.... Senyawa itu langsung melepuhkan kulit tangan dan wajah yang tadinya mulus menjadi menyeramkan. "Akh..... Akh......." teriak Danisa kesakitan sampai jatuh dan berguling di jalan. "Hah.. Danisa," pekik Karina kebingungan. Dia hanya menatap Danisa yang kesakitan tanpa berusaha melakukan sesuatu. Tak hanya Danisa, tiba-tiba Sarah juga menjerit kesakitan karena terkena cipratan sisa air keras saat Anindya melemparkan botol bekas wadah air keras ke arahnya. "Akh..... sakit.... sakit....Anjing kamu," umpatnya kesakitan. Satu sisi wajahnya berubah menyeramkan juga satu lengannya ikut melepuh. Jeritan dan teriakan Sarah dan Danisa bersahutan membuat semua orang tertegun. Tak ada yang bereaksi, semua terdiam dengan mata membelalak. Tari, Rama juga Karina tubuhnya tiba-tiba membatu karena kaget. Mereka tak menyangka Anindya akan menyiramkan air keras itu ke arah D

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Ternyat kalian semua.

    "Danisa?" Tari membulatkan matanya kaget. "Apa yang Anindya lakukan dengan Danisa? Jangan-jangan....." [Mbak, maaf aku masih ada kelas. Nanti kalau sudah selesai aku langsung ke rumah Mbak Tari.] Sebuah pesan masuk ke pinsel Tari daru Anindya. Wajah Tari beruha dingin. Tak menyangka selama ini ternyata adik iparnya itu menipu dirinya. Tari segera berbalik masuk ke dalam taksi online yang masih menunggunya. "Pak, tolong ikuti mobil itu," perintahnya pada sang sopir, Tari ingin memastikan jika Anindya benar-benar telah menipunya. Tak menunggu lama pak sopir langsung tancap gas mengejar mobil yang sudah melaju cukup jauh. "Bisa lebih cepat Pak, kita jangan sampai kehilangan jejaknya." Tari tak sabar, mobil yang membawa Danisa dan Anindya sudah melaju cepat di depan. Dia harus bisa mendapat bukti untuk membuat Anindya tak bisa lagi mengelak. Teganya gadis itu menipu dirinya. "Tenang saja, Mbak. Saya jamin kita tidak akan ketinggalan. Saya sudah biasa main kejar-kerjaran s

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menemui Gibran.

    Gibran tersenyum, "Jika aku menuruti keinginan Anindya dengan membatalkan perjodohan kami, apa yang akan aku dapat sebagai gantinya?" Tari tersenyum sinis, dia sudah bisa menebak reaksi Gibran. "Tentu tidak ada yang gratis di dunia. Dan kami paham soal itu. Katakan saja apa yang kamu inginkan?" "Coba katakan apa yang bisa kamu tawarkan?" tantang Gibran dengan ekspresi yang sulit Tari baca. "Mungkin sebuah investasi atau hal yang lain yang mungkin kamu inginkan?" Tari memberi tawaran. "Menarik, tapi sayangnya aku ingin yang lain." Gibran kembali menyesap kopinya. "Minumlah, jangan terlalu serius, kita bicara santai saja." Tari menuruti ucapan pria di depannya itu, menyesap jus strawberry favoritnya. "Mungkin kamu lupa, tapi dulu kita sering bertemu," kata Gibran sambil menyandarkan punggunya santai. "Aku salah satu teman kakakmu yang sering main ke rumah kalian. Jus strawberry dan cilok bumbu kacang," Tari menatap pria itu lekat. Wajah pria itu seperti tak asing bagi

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Menemui Gibran.

    [Halo, Assalamu'alaikum...] Terdengar suara Anindya dari spiker ponsel Tari yang tergeletak diatas meja samping ranjang. "Wa'alaikum salam, iya, ada apa, Anin?" tanya Tari sambil menyapukan bedak ke wajah dan leher Sabia. Dja baru selesai memandikan putrinya saat ponselnya itu berdering. [Mbak,] panggil Anindya dengan nada suara sedih. Sejak menyadari kesalahannya, Anindya sudah membiasakan untuk memanggil Tari dengan panggilan 'Mbak' sebagai bentuk rasa hormat dan juga kasih sayangnya sebagai seorang adik kepada kakak iparnya. "Ada apa? Kok nangis, kamu gak papa kan?" Tari memberondong adik iparnya itu dengan banyak pertanyaan karena merasa khawatir mendengar suara Anindya yang tiba-tiba diiringi isak tangis. [Mama Mbak, dia berubah lagi,] adunya sambil menahan tangis. "Berubah gimana maksudnya?" [Kemarin setelah ketemu Mbak Tari, mama meminta Papa untuk membatalkan perjodohan. Tapi pagi ini tiba-tiba saja Mama bilang akad nikahnya akan dimajukan besok pagi,] "Ap

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Kondisi Tari yang sebenarnya.

    Ganendra langsung berdiri begitu terdengar suara mobil di depan rumah. "Itu pasti dia?" katanya lalu melangkah. "Tunggu!" Jihan menyusul dan langsung mencekal lengan suaminya itu. "Jangan pakai emosi. Tari sudah memiliki keputusannya sendiri. Jadi, hormati keputusannya." "Tari adikku, aku juga punya keputusanku sebelum menurutu keinginan Tari." Ganendra melepas tangan Jihan dan melangkah keluar. Seolah tak peduli, dengan tatapan dingin Tari menggendong putrinya lalu naik ke kamarnya di lantai dua. Sebuah helaan nafas terdengar dari mulut Jihan. Beberapa hari ini kakak beradik itu membuatnya pusing dan hampir kehabisan kesabaran. Ganendra yang main api dengan Anindya lalu Tarinyang makin hari makin aneh dengan sikap dinginnya. "Bikin pusing," gumamnya tidak berniat mengikuti Ganendra ataupun Tari. "Kalau mau berantem yan terserah," gerutunya lalu melangkah menuju dapur untuk lanjut memasak. Di teras Ganendra langsung menyambut Satya denga tatapan tajam penuh amarah. Raha

DMCA.com Protection Status