Share

Fakta sesungguhnya.

Penulis: iva dinata
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-21 00:33:22
Pov Abisatya.

Setelah melampiaskan hasrat, aku baru tersadar wanita yang sedang aku gag*hi tak sadarkan diri. Kenikmatan itu membutakan nuraniku. Aku laki-laki normal yang baru kali ini merasakan nikmatnya menyalurkan nafs*ku pada wanita dan beruntungnya aku jadi yang pertama.

"Tari, Bestari...." Kupanggil dia berulang kali namun gadis itu tetap menutup matanya.

"Ya Tuhan... apa yang sudah kulakukan?"

Hatiku seperti teriris melihat lebam di wajah cantik itu. Pipinya tercetak lima jariku dan sudut bibirnya robek entah karena tamparanku atau mungkin karena aku menggigitnya.

"Demi Tuhan, kamu laki-laki paling brengs*k di dunia ini, Satya." Aku merutuki diri sendiri. Berkali-kali aku menjambak rambutku sendiri, menyesali apa. yang sudah aku lakukan.

Segera kuaraih selimut untuk menutupi tubuh polos yang penuh dengan luka lebam akibat tindakan brengs*kku.

Kembali aku menarik kasar rambutku ketika teringat kalimat hinaan dan umpatan yang aku lontarkan oada Bestari. Istri
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (12)
goodnovel comment avatar
Musyarofah Huda
gila.... tu dokter stress kali ya.... ada istri habis digagahi pingsan bukannya di tolong malah di tinggal.... betul2batu dia punya perasaan...... koq hidup ya.... matiin aja Thor.....
goodnovel comment avatar
Heni Hendrayani
dokter dosen gelar nya kelKuan bodoh minta ampun udah menyiksa meniduri baru cari tau kebenaran nya bukan kah itu sudah terlambat ???
goodnovel comment avatar
Abdi Utie
Dokter,dosen...kelakuan kaya preman...aneh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Mulai menyesal.

    "Kak Satya mengutukku? Aku adikmu Kak, kenapa Kak Satya lebih membela Tari?" Anindia merasa tidak terima. "Apa kamu masih belum menyadari kesalahanmu? Apa yang kamu lakukan itu sudah sangat keterlaluan." Satya mendesah. Sungguh, adik yang dikiranya penurut ternyata keras kepala dan arrogant. "Sedikitpun aku tidak pernah berpikir adikku yang penurut bisa melakukan hal seburuk itu? Memangnya apa salah Bestari padamu, sampai kamu tega memfitnah sedemikian kejamnya?" tanya Satya setengah putus asa. Ada perang batin saat mengucapkan pertanyaan itu. Kalimat tanya itu harusnya untuk dirinya sendiri. Bukannya menyadari kesalahannya Anindia malah mencebik. Ekspresi sedih kakaknya membuatnya semakin kesal. Kenapa seolah Satya sangat menyesal? "Aku hanya ingin membuatnya merasakan sedikit rasa kecewa. Hidupnya sudah terlalu sempurna. Dia begitu disayangi oleh orang tuanya. Punya banyak teman, cantik dan dikagumi oleh banyak orang. Akan sangat tidak adil jika cinta pertamanya jug

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-21
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Hancur.

    Pov Bestari. Suara deringan ponsel memaksaku membuka mata. Seluruh tubuhku terasa sakit. Terutama di bagian intiku. Setengah sadar aku berusaha mengingat apa yang terjadi. Seketika rasa sesak itu menyeruak ke dalam dadaku. Teringat bagaimana dia merenggut apa yang kujaga selama 20 tahun ini dengan paksa. Aku tak menyangka dia begitu tega padaku. Katanya tak mencintaiku tapi kenapa merusak hidupku sampai sedalam ini? Sepi, tak ada suara dari luar kamar. Sepertinya taknada orang selain aku. Entah kemana pria itu? Setelah melampiaskan nafs*nya, dia pergi begitu saja. Kuhapus air mataku dan beranjak bangun. Sambil tertatih aku turun dari ranjang. Memunguti pakaianku yang berserakan lalu memakainya dengan tangan gemetaran. 'Cepat, kamu harus segera pergi dari sini.' Dengan tertatih aku berjalan menuju pintu kamar. Ponsel diatas meja samping ranjang kembali berdering, terlihat nama Kak Ganendra sedang melakukan panggilan. Segera kuraih benda pintar itu lalu membuka pingu kamar. Seb

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-21
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Keluarga.

    Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, hari ini aku sudah diizinkan pulang. Selama dua hari Jihan ikut bermalam di rumah sakit untuk menjagaku. Di siang hari Jihan dan Sandra bergantian menjagaku saat Kak Ganendra sibuk dengan urusannya. Entah urusan kantor apa urusan lain, dua hari ini kakakku itu selalu datang di saat hari sudah malam. Katanya ada hal penting yang dia kerjakan. Sedang Papa hanya sekali datang. Papa harus menjaga dan menemani Mama di rumah karena kondisinya kembali drop. Kata Sandra mama sempat anfal karena merasa bersalah telah mengizinkan Kak Satya membawaku pergi. Mama menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi padaku. Mama yang anak tunggal sudah menganggap Tante Aisyah seperti saudara kandungnya sendiri. Karena itu Mama juga sudah menganggap Kak Satya dan Anindia sebagai anak-anaknya. Tak pernah sekalipun Mama mengatakan hal buruk tentang Kak Satya. Bagi Mama Kak Satya pria yang baik, sukses dan bertanggung jawab. Dan kini saat orang yang selalu di

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-22
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pertemuan dua keluarga.

    Setelah kedatangan Tante Asyah kemarin, Kak Ganendra langsung mencabut laporan atas perbuatan Kak Satya ke polisi. Dan Hari ini Keluarga Aditama datang ke rumah meminta bicara baik-baik. Seperti kemarin, q juga mendengarkan dari lantai dua rumahku. Kali ini aku duduk bersama Sandra di ruang keluarga lantai atas. Dari sini hanya bisa terdengar suara mereka. Jika kemarin suara Tante Aisyah mendominasi perdebatan, berbeda dengan hari ini. Sepupu jauh Mama itu belum mengeluarkan sepatah katapun. Hanya Om Farhan dan Papa yang mendominasi percakapan sempat beberapa kali Kak Ganendra juga ikut menyahut. Dan kata Sandra yang tadi sempat turun untuk mengambil minum, Kak Satya hanya diam sambil menundukkan kepalanya. "Baru kali ini aku melihat pria sombong itu menundukkan kepalanya," cibir Sandra beberapa menit yang lalu. "Kurasa bukan karena menyesal tapi lebih ke malu." Sambungnya yang tidak aku tanggapi. Aku masih fokus mendengarkan pembicaraan orang tua di bawah sana. "Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-23
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Pertemuan dua keluarga 2.

    "Maaf, saya salah. Tapi saya tidak bisa berpisah dengan Tari," ucap Kak Satya dan langsung mendapat tatapan dari semua orang. "Seperti yang kamu katakan, Aku adalah pria bej*T dan brengs*k. Siapa lagi yang akan menerimaku jika bukan Tari?" "Apa kamu pikir aku sebodoh itu akan membiarkan adikku hidup dengan pria beja*t seperti kamu?" jawab Kak Ganendra geram. "Aku akan menebus kesalahanku, Ge. Tolong beri aku kesempatan." "Seumur hidup kamu tidak akan bisa menebusnya. Serahkan adikmu akan aku perlakuan seperti kau memperlakukan Bestari, hanya itu penebusan dosamu." "Ganendra!!!" teriak Kak Satya. Pria sontak itu berdiri saking emosinya. Terlihat sekali dia tidak rela adiknya disakiti tapi seenaknya menyakiti adik orang lain," Dengan senyum remeh Kak Ganendra pun ikut bangkit. "Kenapa, kau tak sanggup membayangkannya?" cibirnya. "Cukup!!!" Papa ikut berdiri sedang Mama masih setiap dengan kediamannya. "Farhan, bawa istri dan putramu keluar dari rumahku. Mulai de

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-23
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Akhirnya berpisah.

    Pov Satya. "Baiklah saya terima keputusan kalian. Tapi, saya mau kami bercerai bukan pembatalan pernikahan. " "Apa bedanya. Sekarang yang berjalan di pengadilan agama adalah pembatalan pernikahan, jangan buang-buang waktu dengan mengajukan gugatan baru," ujar Om Farhan tidak setuju. "Dia memang sengaja ingin mempersulit," sahut Ganendra. "Tidak perlu khawatir, saya sendiri yang akan mengurusnya ke pengadilan." Aku menatap Tari yang bersembunyi dibalik lengan Ganendra. "Saya tidak akan ingkar. Surat cerai itu pasti akan Tari dapatkan," Sejak tadi dia tidak mau menatapku. Hanya sekali kami kontak mata, namun hanya beberapa detik saja, dengan cepat Tari membuang muka. Sebenci itu Tari padaku, sampai menatapku pun enggan. Tapi.... ada yang aneh. Sikap tari seolah dia sedang menahan rasa takut. Aku cukup hafal dengan tingkah dan kebiasaan Tari. Tidak sehari atau dua hari, tapi sudah sejak kecil aku mengenal gadis itu. Tentu aku faham betul sikapnya. Sejak tadi dia seol

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-24
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Karma.

    Seperti mendapatkan kutukan. Masalah datang bertubi-tubi seakan tak memberiku waktu untuk mengumpulkan tenaga. Belum selesai satu masalah datang masalah lain. Ibarat musibah datang beruntun. Kalimat Tante Farah seolah jadi kenyataan, Tuhan benar-benar menghukum kami. Ya, tak hanya aku tapi seluruh keluarga mendapatkan karma atas perbuatan yang aku lakukan. "Biar Tuhan yang menilai. Dia tidak akan salah menghukum orang yang berdosa." Kalimat itu seperti momok yang setiap malam menghantuiku. Apa lagi yang akan terjadi besok? Hukuman seperti yang akan kuterima? Perlahan kami mulai menuai karma dari dosa kami terhadap keluarga Rahardian. Pertama masalah gosip di kampus, entah siapa penyebarnya. Mungkin salah satu teman Bestari atau mungkin Rendra. Hanya mereka yang tahu jika aku sudah menikah. Sandra dan Jihan tentu mengetahui dari Bestari sedang Rendra, memang menjadi tempatku berkeluh kesah dan meminta pendapat. Tentu tanpa menyebutkan nama Bestari. Dan diluar prediksik

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-24
  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Mulai curiga.

    "Maaf Pa, nanti aku akan menjelaskannya." Segera aku menyeret Danisa keluar dari ruanganku. Wanita itu terus meronta tapi aku tak peduli dan membawanya masuk ke dalam lift. "Diam, ikuti aku kita bicara di luar." Meski masih terlihat kesal namun Danisa mengikuti ucapanku. Menutup mulutnya dan berjalan di belakangku begitu lift terbuka. Aku membawanya ke area parkiran mobil. "Masuk," perintahku sambil membuka pintu mobil. Setelahnya aku berjalan memutar dan membuka pintu mobil dan duduk dibalik kemudi. "Aku melakukan ini karena kamu tidak mau menemuiku," ucapnya tak kuhiraukan. Aku tetap fokus menyetir tak peduli dengan ocehannya yang menjelekkan Bestari. Entahlah.... setelah kejujuran Anindya aku jadi hilang respect pada wanita di sebelahku ini. Karena ucapannya dan fitnahnya aku jadi ikut membenci Bestari. Aku mulai tak percaya dengan semua yang dia katakan. "Harusnya kamu senang sudah bebas dari wanita liar seperti Tari, kenapa kamu malah jadi bimbang kayak gini?

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-25

Bab terbaru

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Dia benar-benar datang.

    Anindya tertegun, lidahnya kelu dan pikirannya tiba-tiba kosong. Pandangannya menatap Gibran dengan tatapan tak percaya. "Kamu tidak salah dengar, Ayra anak haram papa dengan selingkuhan." Gibran memperjelas pernyataan sebelumnya. "Oh astaga...." ucap Anindya shock. "Jadi, maksudnya kamu mencintai saudara tiri kamu?" tanya Anindya dengan mata melebar. Dia benar-benar tidak pernah mengira akan akan bertemu dengan orang yang mencintai saudara sendiri. "Ini nyata kah? Bukan cerita novel?" tanyanya lagi. "Iya, benar." Gibran mendengus kasar, sedikit kesal karena merasa reaksi Anindya terlalu berlebihan. "Astaghfirullah...." pekik Anindya lalu membekap mulutnya sendiri. Tiba-tiba gadis itu teringat dengan ucapan Atika yang menunjukkan penolakan hubungan Gibran dna Ayra. "-----mereka tidak boleh bersama----" Ucapan Atika waktu itu terngiang kembali di telinga Anindya. Kini Anindya mengerti kenapa Atika berusaha membujuk dirinya untuk tetap bersama Gibran. Anindya semakin bin

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Semakin dekat.

    Malam ini Anindya dan Gibran pergi makan malam di rumah orang tua Gibran. Seperti biasanya, setiap satu bulan sekali mereka diharuskan ikut makan malam di rumah keluarga Gibran. Dan satu kali makan malam bersama keluarga besar dari kakek Gibran. Anindya memakai dress putih bermotif bunga-bunga kecil berwarna pink senada dengan renda yang menghiasai bagian lengan dan perut juga bagian bawah dress. Sedangkan Gibran memakai kemeja putih lengan pendek dan celana kain berwarna krem. Untuk pertama kalinya sepasang suami istri itu datang bersama dengan pakaian yang senada. Hal itu membuat Atika terkejut juga terharu. Wanita yang telah membesarkan Gibran itu terlihat sangat bahagia melihat kemajuan hubungan Anindya dna Gibran. Saat Gibran dan Anindya datang Atika dan Ayra yang menyambut dan membukakan pintu. "Astaga.... kalian kompak sekali. Mama senang lihatnya," ucap Atika terlihat sangat bahagia. Dipeluknya Anindya sayang. Berbeda dengan sang mama, Ayra kakak kedua Gibran te

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Memiliki teman baru.

    "Nanti pulangnya di jemput sopir. Langsung pulang," ucap Gibran setelah menghentikan mobilnya di pinggir jalan depan kampus. "Iya," jawab Anindya. "Pak Johan dan Pak Rudi akan mengawsimu dari jauh. Ada apa-apa langsung telpon. Jang sok menghadapi sendiri," tambah Gibran lagi yang dijawab anggukan oleh gadis manis di sebelahnya. "Sudah turun sana," perintahnya. "Assalamu'alaikum," ucap Anindya membuka pintu mobil namun tak bisa. Diulangi lagi tetap tak bisa. Doa pun menoleh pada Gibran yang menatap lurus ke depan. "Oh... maaf lupa," katanya meringis lalu mengulurkan tangannya mencium punggung tangan suaminya. "Ck... Apa otak kecilmu itu terlalu penuh dengan Ganendra sampai tidak bisa mengingat hal lain?" omel Gibran terlihat kesal. "Kan sudah minta maaf, kenapa bawa-bawa Kak Ganendra sih?" gerutu Anindya. "Kenapa gak terima?" balas Ganendra mendelik. "Ck... kamu jadi mirip Mbak Ayra kalau lagi datang bulan. Marah-marah gak jelas," "Emang kami tahu kapan Ayra datang b

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Hal tak terduga.

    "Jangan mengujiku, berhenti bicara atau......" "Apa? Kamu mau menjambakku, memukulku? Silahkan, pu..." Dengan cepat Gibran menarik tangan Anindya sampai membuat tubuh ramping itu merapat ke dada bidangnya. Satu tangannya melingkar di pinggang dan satunya memegangi tengkuk gadis itu. "Gib... Mmmm.." Mata Anindya melebar dengan tubuh mematung. Tanpa di duga Gibran mencium bibir Anindya dengan kasar. Seperti orang kelaparan dilum*tnya benda kenyal itu dengan rakus. Setelah beberapa detik Anindya mulai sadar dan berusaha memberontak. Tubuh kecilnya menggeliat meminta dilepaskan. "Emmmm....." Gadis itu mengerang sambil tangannya memukuli punggung dan tangan Gibran namun tenaga tak berarti apa-apa untuk pria bertubuh tinggi dan kekar seperti Gibran. Tak putus asa, Anindya menggigit bibir Gibran kuat sampai membuat pria itu mengerang kesakitan. "Akh.... apa kamu sudah gila?" sentak Gibran sambil memegangi bibirnya yang berdarah. "Kamu yang gila," sentak balik Anindya.

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Akulah orang ketiga di hubungan rumit ini.

    Hari sabtu, hari tenang bagiku. Tak ada kelas jadi tak perlu ke kampus. Jadwal les kepribadian juga libur. Aku hanya perlu mengikuti bimbingan belajar saja. Dan mulai hari ini dilakukan di rumah. Senang sekali rasanya karena aku tidak perlu datang ke tempat bimbel tapi gurunya yang datang ke rumah untuk mengajariku. Aku tak perlu menahan rasa malu pada adik-adik yang ada di tempat bimbel. Dan semua itu atas perintah Gibran. Tidak tahu apa alasan pastinya, tapi yang pasti itu sebuah keberuntungan untukku. Bicara tentang Gibran, sekarang pria itu sudah berubah. Dia tak suka membentak dan sikapnya tak sekasar biasanya. Entah kapan pastinya, tapi seingatku sejak kembalinya Ayra dan Kak Guntur perlahan perubahan itu mulai terlihat. Kata-katanya masih pedas tapi tidak lagi bernada tinggi. Sikapnya juga lebih lembut. Tak pernah menjambak dan mencengkeram wajahku. Gibran yang biasa cuek juga lebih perhatian. Kadang dia mengantarku ke kampus dan menjemputku dari tempat les. Jik

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Istriku.

    Brakkk...... Suara pintu terbuka dengan paksa dari luar. "Apa yang kalian lakukan padanya ?" Suara yang tak asing ditelingaku terdengar menggema di raungan ini. Sambil menahan perih di salah satu sisi wajahku aku mendongak, melihat sosok yang berdiri angkuh di tengah pintu. Gibran Narendra? Kenapa pria itu ada di sini? "Lepaskan tangan kalian dari tubuh istriku!!!" sentaknya keras. Begitu mengagetkan sampai membuatkj tertegun. Bukan suaranya naman kalimatnya. Istriku? Pak Jodi, bodyguard yang ditugaskan menjagaku mendekat dan menyingkirkan tangan Renata juga Cicilia dari tubuhku. Dua orang itu langsung bergambung bersama Sifa dan yang lainnya. "Maaf, saya datang terlambat Non," ucap Pak Jodi terlihat menyesal. "Nggak papa Pak," kataku lalu beranjak bangun dengan bantuannya. "Si-siapa kalian?" tanya Sifa panik. "Siapa? Apa kau tuli?" ujar Gibran dengan tatapan dinginnya. "Benar kamu suaminya?" tanya Sifa namun tak dihiraukan oleh Gibran. Pria itu m

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Karma.

    Pagi ini aku bangun dengan tubuh terasa sakit semua. Takut Gibran tiba-tiba masuk ke dalam kamar seperti beberapa hari yang lalu, jadinya aku berjaga semalaman dibalik pintu sampai ketiduran. Dan hasilnya paginya pagi ini tubuh sakit semua. Beruntung hari ini kuliahku dimulai jam setengah sembilan jadinya aku punya waktu tidur sebentar setelah sholat shubuh. Pukul tujuh pagi aku sudah selesai mandi namun aku menahan diri untuk tetap di dalam kamar. Baru setelah mendengar suara mobil Gibran keluar rumah barulah aku turun untuk sarapan. "Selamat pagi Non," ucap Bibi mengurai senyum saat aku mendekati meja makan. "Dari tadi bibi tunggu kok baru turun, Non?" tanyanya sambil merapikan piring bekas makan Gibran. "Kecapean Bi, jadi tadi bangunnya kesiangan." Aku menjawab sambil mendudukan diri di salah satu kursi. Begitu aku duduk bibi langsung mengambil piring dan mengisinya dengan nasi goreng serta telur mata sapi. "Aku sarapan roti aja Bik," kataku menolak saat piring

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Sikap aneh Gibran.

    Hari ini schedule kegiatanku cukup padat. Sebelum jam 7 aku sudah berangkat ke kampus karena ada kelas pagi. Aku bahkan tak sempat sarapan di rumah. Jarak antara ruanh dan kampus lumayan hauh ditambah lagi lalu kontas pagi yang sudah bisa dipastikan macet membuat aku berangkat lebih awal agar tidak terlambat. Pulang dari kampus aku langsung menuju ke tempat bimbingan belajar untuk les privat dengan pengajar yang khusus disewa untuk mengajariku selama dua jam tiga kali dalam seminggu. Sampai di tempat bimbingan belajar yang cukup ternama di kota ini aku langsung turun dan masuk ke dalam. Ada beberapa anak berseragam sekolah juga baru datang dan langsung masuk ke ruangan yang sudah di sediakan. Di setiap ruangan ada beberapa anak yang dikelompokkan sesuai kelasnya. Melihat mereka rasanya aku ingin menertawakan diriku sendiri. Selain aku tak ada anak kuliahan yang menjalani bimbingan belajar di sini. Aku seperti anak SD yang baru masuk sekolah menengah pertama dan butuh tambah

  • Mempelai yang Tak Diharapkan   Curhat.

    "Lain kali jaga jarak dengan Kak Guntur dan jangan suka caper di depannya!!" ucap Gibran tegas begitu kami masuk ke dalam rumah. Aku membalikkan badan, menatapnya bingung. Caper? Sikapku yang mana yang bisa dianggap caper? Aku bukan orang bodoh yang gak tahu seperti apa itu cari perhatian. Andai dia tahu dulu aku adalah seorang pemain ulung dalam hal cari perhatian dan drama. Sudah puluhan kali bahkan ratusan kali aku belajar cara mencari perhatian Kak Ganendra dari Danisa. Tapi tidak satu pun cara itu aku gunakan hari ini untuk menarik perhatian kakak sulungnya. Tidak hari ini tidak hari sebelumnya. "Tidak mengerti?" sentaknya yang langsung membuat aku berjingkat kaget. "Astaghfirullah....." gumamku pelan sambil. memegangi dadaku yang mendadak berdetak cepat karena kaget. Lama-lama aku bisa kena serangan jantung kalau terus seperti ini. "Iya, aku mengerti." Tak ingin memperpanjang masalaha aku mengangukkan kepalan saja. "Hanya itu?" Alisnya sudah menukik tajam

DMCA.com Protection Status