Ia lalu membenahi tali spageti bajunya yang dilepaskan oleh suaminya asal. Dia melihat gaun selutut yang diberikan Aji memang layak dan sopan. Tapi setelah tali spagetinya dilepas semuanya jadi berubah. Dadanya menjadi terlihat sangat berisi dan menggairahkan.Pantas saja suaminya sampai tak terkendali. Raya bilang tubuhnya terlihat memabukkan apabila dilihat oleh mata lelaki. Begitu penuturannya."Eh, bukan begitu cara pakainya!" Aji terdengar menginterupsi apa yang dilakukan oleh Natasha.Ia lalu meraih paksa bedak yang digunakan Natasha. Natasha seolah seperti amatiran dalam menghilangkan kissmark di tubuhnya."Anjir, bener kata Raya. Suami gue nafsuan," kata Natasha di dalam hati. Matanya lekat memandang Aji yang entah mengapa sangat teduh dan menenangkan."Sekali aja gapapa deh. Tanggung aku nggak bisa menahannya." Aji berkata di dalam hati.Aji langsung mengecup bibir Natasha dengan perlahan lagi. Kecupan itu disambut hangat oleh istrinya. Aji pun dengan perlahan menuntun sang i
Hari sudah larut malam. Aji dan Natasha pun memutuskan untuk pergi ke kamar. Besok masih harus pergi oe sekolah.Meskipun pengantin baru, Aji tidak mau mengambil cuti. Dan Natasha tidak mengambil cuti karena awalnya bukan dirinya yang akan menikah, melainkan Raya sahabatnya.Aji pun menuju ke lemari pakaian sesampainya di kamar. Ia berniat mengambil selimut lain. Natasha menunggu sambil duduk di atas ranjang."Kamu tidur di kasur ya. Aku mau tidur di sofa aja nggak papa," ucap Aji sambil melirik ke arah sang istri."Loh, kok gitu?" Natasha bertanya. Ia seolah tak mengerti dengan apa yang dipikirkan suaminya tersebut."Kok gitu gimana sih?" Aji berbalik bertanya kepada istrinya. Natasha mencebikkan bibirnya. "Kalau-kalau pinggangmu sakit gimana? Udah deh tidur di atas kasur barengan aja gapapa." Natasha berkata. "Udah enggak mungkin terjadi hal buruk kayak yang kita pikirin. Kita sama-sama jaga diri masing-masing aja udah," tambah Natasha panjang kali lebar. Dia tak mau juga membuat
Aji keluar menuju dapur untuk membuat kopi hitam pahit tanpa gula. Ia masih agak mengantuk. Namun, takut untuk melanjutkan tidurnya. Ia pasti akan berminpi buruk lagi mengenai dirinya yang tenggelam. Setelah bangun dia pasti akan menangis ketakutan. Persis seperti itu. Makanya ia agak sangsi tidur lagi.Aji pun membuka lemari penyimpanan kopi dan gula. Ia banyak menyimpan kopi karena hampir jarang tidur. Mimpi itu selalu datang semenjak ia kecil. Semenjak ia habis tenggelam di waterboom sekolahnya.Ia mengambil sebungkus besar kopi robusta siap seduh. Mengambil dua sendok kecil dan menuangi dengan air panas. Pusing juga dia tak pernah dapat tidur. Paling lama dia hanya akan tidur maksimal tiga jam. Sisanya pasti akan dipergunakan untuk bekerja.Aji banyak mengambil kegiatan selain sebagai guru. Mimpi buruknya yang memaksanya mengambil hal itu. Jika tidak pasti ia akan bermimpi buruk tiap malam.Saat akan membawa kopinya ke ruang kerja, Aji bertemu papa. "Tumben udah malam ngopi, Ji?
Aji kini sudah berada di depan kamarnya. Dengan perlahan ia membuka pintu kamarnya. Tak mau ia membangunkan istrinya seperti semalam. Ckrek! Aji perlahan masuk ke dalam. Ia sangat kaget saat melihat Natasha sudah bangun tidur. Istrinya itu saat ini tengah duduk sambil membersihkan wajahnya. Sontak mendengar suara pintu kamar dibuka Natasha segera menoleh. Ia mendapati suaminya masuk ke dalam kamar. Natasha melihat mata suaminya sedikit merah. Efek tidak tidur sehabis mimpi buruk itu. "Kamu baik-baik aja, Mas?" tanya Natasha penasaran. "Aku nggak papa kok. Aku juga sudah terjaga semenjak bangun tidur," ucap Aji menjawab pertanyaan sang istri. Ia lalu menutup pintu kamar perlahan. "Kamu udah mandi?" Aji bertanya. "Sudah kok. Ini baru aja selesai." Natasha menjawab pertanyaan suaminya sambil melempar senyum. "Oh baiklah kalau begitu," kata Aji. "Kita berangkat pagi ya hari ini. Aku kebagian menjadi pembina upacara hari ini," kata Aji menambahkan. "Baik, suamiku," jawab Natasha s
Aji melihat istrinya sudah hampir selesai memakan nasi gorengnya. Aji langsung melihat ke tempat lain. Terlalu lama memandang Natasha membuat otaknya konslet. Masa iya dia nggak datang ke sekolah karena melakukan hal yang sama dengan semalam? Mau ditaruh di mana mukanya. Apalagi bagaimana cara menjelaskannya kepada Ariani? Apa iya dia harus berkata jujur. Jika dia sudah membabat habis Natasha tanpa ampun. Dan kegiatannya dilakukan di pagi hari. Sampai dirinya dan Natasha tak dapat bangun dari tempat tidur. Malas melakukan hal lainnya. Seharian berkutat di tempat tidur. Memeluk Natasha sampai sesak napas. Mau dibunuh Ariani setelahnya? Aji menelan salivanya paksa. Ia lalu menjauhkan kedua matanya dari Natasha. Dua benda milik Natasha membuat Aji lupa diri. Ataupun leher jenjang Natasha sangat menggodanya karena putih tanpa kissmarknya. Rumput tetangga memang lebih hijau, bukan? Aji lalu duduk di sebelah Natasha tanpa memandangi istrinya. "Oh, anakku baru selesai mandi? Sampai jam
Janganlah kamu bermain dengan api. Jika tidak ingin dirimu terbakar."Oh iya mari duduk dahulu. Terlalu asyik berbincang denganmu membuatku lupa mempersilakan tamuku ini duduk," ujar Pak Zainal sambil tersenyum."Ah, tidak apa-apa, Pak Zainal," ujar Aji sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal. Keduanya langsung duduk. "Sekarang jangan panggil, bapak lagi ya. Kok kesannya saya itu malah terlihat sudah tua. Kita kan hanya terpaut umur berapa tahun, Ji," ujar Pak Zainal sambil bergurau.Ia kemudian memanggil asisten pribadinya untuk mengambil makanan dan minuman yang ada di rumah dinasnya."Lha wong kita sama-sama masih muda kok. Kamu panggil 'Mas Zainal atau Mas Wali' saja," ujar Zainal sambil tertawa.Aji agak risih juga. Masa iya dia harus memanggil orang nomor satu di kotanya itu dengan sebutan demikian. Kok ya agak tidak enak didengar.Aji sangat menghormati walikotanya itu. Sudah hampir tiga tahun beliau menjabat walikota. Dan tidak pernah ada hal yang dirasakan
Aji masuk ke dalam mobilnya. Rapat dengan Zainal membuat dirinya lelah. Ia harus kembali ke sekolah. Untung saja saat dia pergi ke rumah dinas tak ada jam mengajar. Hanya tinggal pulang. Makanya ia dapat pergi dengan santai.Sepulang sekolah ternyata hari sudah malam. Aji langsung saja mandi. Tubuhnya sudah kegerahan karena banyak beraktivitas hari ini. Setelah mandi, Aji menuju ke ruang penyimpanan kopi sehabis mandi. Istrinya ternyata tak ada di rumah. Ia sedang pergi makan malam bersama Raya. Perempuan memang terkadang asyik quality time sendiri.Aji kemudian membawa cangkir kopinya ke ruang kerjanya. Ponselnya tiba-tiba bergetar. Aji menengoknya. Satu panggilan masuk dari Ariani ternyata."Halo, Sayang, gimana kabarnya?" Aji menjawab panggilan telepon itu."Huh, kamu ini gimana enggak ngabarin aku hari ini? Kamu udah nyaman sama istri kamu itu ya?" Ariani bertanya dengan menggebu-gebu.Aji menaikkan letak kaca matanya. Nampaknya kekasihnya itu sedang merindukannya. Ia lalu tertaw
Aji turun ke dapur dengan perlahan. Ia tak mau membangunkan siapa pun malam ini. Rasanya tidak enak hati mengganggu orang yang sudah tidur.Saat sudah tiba, Aji mengambil mie instan goreng dari dalam lemari. Air kemudian didihkan. Masak mie instan lebih cepat ketimbang masak lainnya.Ia pun duduk di kursi sambil menunggu mienya matang. Aji merasa kepalanya mulai pusing. Asam lambungnya mungkin sudah naik. Jika tidak segera makan bisa-bisa dia pingsan di tempatnya.Agak memusingkan memang memiliki sakit sepertinya. Hal itu diakibatkan dia jarang makan tepat waktu dan kurang istirahat. Mau istirahat bagaimana, mimpi buruk itu selalu datang.Aji berniat mengambil piring. Namun, piring dalam genggamannya hampir terjatuh. Ia berusaha untuk tetap pada posisinya. Meskipun tangannya bergetar. Ia sudah sangat terlambat untuk makan.Aji mencium aroma mie di hadapannya malah ingin muntah. Perutnya terasa sangat mual saat ini. Namun, ia tak bisa untuk muntah. Sungguh perasaannya campur aduk.Ingi
Aji melajukan mobilnya menuju sebuah hotel mewah di tengah kota. Malam ini akan ada pertemuan dengan para pejabat di kotanya. Aji akan menjadi salah satu bagiannya.Mengingat hal itu, membuat Aji semakin was-was. Ia sebentar lagi akan menjadi plt kepala dinas pendidikan. Kalimat itu membuat Aji menjadi gugup sendiri.Salah satu jabatan yang penting di kotanya. Ia akan bersanding dengan orang-orang penting kepercayaan Pak Zainal. Menjadi sebuah hal yang sangat baik bagi karirnya.Apalagi ia sudah lama mempersiapkan dirinya. Dan hari ini adalah waktu yang tepat. Makanya Aji tidak mau datang terlambat. Ia harus datang lebih awal.Maka mobilnya segera digas supaya cepat sampai. Coba dilupakannya sesaat apa yang baru saja terjadi. Terutama kelakuan istrinya yang sudah di luar batas. Aji tak ingin masalah pribadinya itu mengganggunya. Apalagi di hari yang sangat penting baginya. Tikus kecil ini seolah mimpinya sudah di depan mata. Aji seolah tak dapat mempercayainya.Aji mengingat bagaiman
Kepala Aji menjadi pening. Ia pusing memikirkan kelakuan istrinya yang tega bermain di belakangnya. Ia sangat marah dan kecewa. Perasaannya campur aduk dan tak dapat didefinisikan.Seharusnya Natasha dapat meminta cerai darinya jika ia memiliki pacar. Aji tidak akan mempermasalahkannya. Toh, pernikahannya hanya sebatas di atas kertas saja. Ia pasti akan dengan senang hati apabila menceraikan Natasha.Bukan malah bermain di belakangnya seperti ini. Seolah seperti membalas perbuatannya yang masih sering kencan dengan Ariani. Aji tak dapat memaafkannya."Brengsek sekali perempuan itu. Ia ingin membalas apa yang kulakukan padanya rupanya. Aku akan menceraikannya setelah pulang dari rapat nanti," kata Aji sambil memandang lurus ke jalan.Aji sedang mengantar Ariani pulang ke rumahnya. Semenjak beberapa hari yang lalu, ia sudah rutin mengantar jemput sang kekasih dari sekolah maupun sebaliknya. Aji melakukannya atas ijin dari sang istri.Setidaknya Aji sudah berusaha menjadi suami yang baik
Natasha lalu mematikan sambungan telepon. Sambil menunggu kedatangan suaminya. Ia tak mungkin pergi dari lokasi demo. Keadaan sudah chaos di mana-mana.Natasha melihat banyak pendemo yang ingin merangsek masuk. Mereka berusaha memecah barikade aparat di depan gedung itu. Aparat berusaha tetap dalam barisan.Kawat berduri yang dipasang di depan pintu masuk mulai di acak-acak para pendemo. Mereka nampak sangat marah dengan barisan barikade polisi yang seolah seperti paku hidup itu. Upaya mereka hanya sia-sia saja.Natasha masih melihat kekacauan yang sedang terjadi. Rasanya ia sangat ketakutan terjebak di antara situasi rusuh tersebut. Menyesali sikapnya yang memilih jalur sepi. Malah membuat dirinya ketakutan bersama dua muridnya.Kanya masih diam sambil memandangi keadaan yang kacau balau. Sedangkan Dinda sejak tadi memeluk Natasha yang sedang memegangi tisu untuk menghentikan pendarahan. Tak ada yang dapat dilakukan oleh ketiganya. Mereka hanya dapat menanti bantuan datang."Bu, Dind
Natasha baru saja selesai makan siang bersama Pras dan dua muridnya itu. Mereka makan siang ditraktir Pras di sebuah restoran cepat saji.Dinda dan Kanya pun senang dengan apa yang baru saja terjadi. Sehabis menang keduanya malah ditraktir oleh juri yang tadi mengkurasi naskah keduanya."Om, makasih sudah diajak makan siang. Terus kami dibayari juga," ujar Kanya sambil tersenyum. Ia lalu mengambil es krimnya yang diletakkan di atas meja."Iya, Om. Makasih ya, Om," Dinda menambahi. Tangannya masih sibuk memisahkan tulang ayam dari dagingnya.Pras tersenyum dengan apa yang dilakukan dua murid SMP itu. "Iya, sama-sama," ucap Pras.Ia lalu menggosok-gosok puncak kepala Dinda dan Kanya secara bergantian. Senang sekali sudah bertemu dengan dua anak yang menurutnya sangat menarik tersebut."Kalau gitu kalian lanjutin makannya ya. Om ada janji lagi setelah ini," ujar Pras sambil tersenyum ke arah Dinda dan Kanya.Dua murid itu hanya mengangguk dengan ucapan Pras. Mereka lalu sibuk lagi dengan
"Bu Nata sama pacarnya ke sini ya?" Dinda langsung bertanya ketika melihat Pras di sebelah gurunya.Pras hanya tertawa sambil menutup mulutnya dengan tangan. Dua anak didik Natasha membuatnya sedikit geli. Namun, ia tak mungkin secara terang-terangan berkata jujur."Enggak dong. Ini temannya, Bu Nata. Kenalin ini Om Pras," kata Natasha menahan semburat merah yang akan muncul di pipinya. Jika tak dapat menahan diri pipinya pasti akan seperti kepoting rebus."Iya, kenalin namaku Pras," ujar Pras sambil mengulurkan tangannya. Ia berusaha untuk tetap profesional di hadapan murid sekolah Natasha itu.Dinda dan Kanya pun mengangguk. Keduanya secara bergantian balik memperkenalkan diri masing-masing. Mereka menyambut uluran tangan Pras. Secara tidak sadar kedua murid Natasha itu langsung akrab dengan Pras.Mereka langsung banyak bercerita kepada lelaki yang usianya sepadanan dengan Natasha tersebut. Sambil sesekali Pras melemparkan candaannya. Hingga membuat dua muridnya itu merasa senang be
Tanpa sengaja Natasha menabrak seseorang saat berjalan menghampiri kedua muridnya. Ia berjalan menuju luar pendopo.Dinda dan Kanya baru saja turun usai mengambil hadiah. Mereka akhirnya bisa membawa pulang piala itu ke sekolah. Mengalahkan dominasi sekolah Aji dan Ariana yang bertengger di peringkat kedua.Natasha senang bukan main, kedua anak didiknya berhasil mendapatkan juara pertama pada lomba kepenulisan di pendopo balaikota. Rasanya senang sekali bisa bermanfaat untuk orang lain.Natasha berjalan keluar untuk mencari kedua muridnya. Sebab belakang panggung berada di luar pendopo. Ia harus memutar arah untuk dapat menemukan dua anak didiknya itu.Rasanya ada sedikit rasa bangga di dalam dirinya. Natasha berjalan sambil tersenyum sendiri. Pencapaiannya sudah sangat bagus hari ini. Natasha tanpa sadar berjalan tidak melihat ke kiri ataupun kanan. Sontak hal itu membuatnya menabrak orang lain di hadapannya.Natasha hampir jatuh terjerembab. Namun, ia merasa ada yang menariknya. Se
Natasha menjadi tidak dapat mengontrol perasaannya saat tiba giliran sekolah Aji. Dua peserta didik dari sekolah sang suami maju ke depan. Tak ada suara apapun dari bangku penonton.Semua yang datang tak sabar melihat penampilan murid itu. Penampilan dari sekolah yang menyabet piala itu secara beruntun. Sungguh pemandangan yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata.Dewan juri lalu mengetuk mikrofon dengan perlahan. Membuat jantung siapa saja berhenti berdetak. Meskipun hanya lomba seremonial tiap tahun, namun terasa berbeda di setiap tahunnya. Awalnya hanya lomba menulis cerita pendek, tapi tahun ini diganti menjadi lomba membuat berita. Sama-sama masuk dalam lomba kepenulisan.Pras mendekatkan mikrofon di depan mulutnya. Dinaikkannya sedikit letak kaca matanya. Ia bersiap untuk memberikan pertanyaan kepada peserta lomba."Saya senang dengan tema lomba ini. Meskipun masih jarang digunakan, mengenai penggunaan teknologi seperti media sosial memang dapat berdampak buruk bagi anak-anak
Natasha memarkirkan motornya di parkiran balaikota. Hari ini muridnya akan melakukan presentasi atas karya yang sudah keduanya buat tempo hari.Natasha kini sudah berangkat lagi dengan motornya. Sebab Aji sudah menjemput Ariani pergi dan pulang lagi. Aji sudah meminta ijin kepadanya. Dan ia mengiyakannya. Natasha mengingat bagaimana suaminya meminta ijin kepadanya. Setelah Aji bercerita bahwa Ariani masih sering mengajaknya pergi keluar. Dan Aji merasa tak enak hati jika Natasha harus sering pulang pergi sendiri karena hal itu."Mas, tadi malam pergi kemana sama Ariani?" Natasha bertanya saat sarapan beberapa waktu lalu.Aji tengah mengunyah roti bakar rasa coklat kejunya. Ia lalu menghentikan kegiatannya. Kemudian menatap sang istri dengan membisu."Udah, Mas cerita aja nggak papa. Aku juga enggak akan ngapa-ngapain kok. Atau cemburu mungkin. Aku cuma penasaran aja," ujar Natasha mencoba meyakinkan suaminya. Aji yang ditanyai hal itu nampak berpikir. Ia mencoba merangkai kata-kata
Ariani menggandeng tangan Aji dengan mesra. Aji sudah membayar komik yang dibeli keduanya. Kini mereka berjalan menuju parkiran mobil. Ariani sejak turun sampai ke dalam mobil terus menempel ditubuh Aji. Ia senang dapat pergi bersama sang kekasih. Meskipun hanya pergi sebentar.Aji pun membuka pintu mobil untuk Ariani. Ariani pun masuk bak permaisuri yang habis diajak kencan sang raja. Ia masuk dengan perlahan ke dalam mobil Aji. Aji pun menutup kembali pintu mobilnya, begitu melihat Ariani sudah nyaman di tempat duduknya.Aji kini sudah dapat melihat dengan jelas. Kaca matanya sudah diganti dengan yang baru. Meskipun ia agak tidak percaya diri dengan kaca mata yang dipilihkan oleh Ariani. Aji tetap memakainya. Tak ada salahnya ia mencoba model kaca mata baru.Aji pun menyetir mobilnya perlahan dari mall itu. Keduanya sudah pergi cukup lama sejak pulang dari sekolah. Malam pun semakin pekat. Aji yang akan mengantar Ariani ke apartemennya. Gadis itu tak dibiarkan olehnya pergi sendir